Literasi Media Atasi Bias Jender
Sasarannya Anak, Remaja, Orangtua, dan Guru
Ikon konten premium Cetak | 20 Agustus 2015 Ikon jumlah hit 39 dibaca Ikon komentar 0 komentar
DEPOK, KOMPAS — Isi yang ditampilkan media sering kali tidak menggambarkan realitas sebenarnya, salah satunya mengenai representasi perempuan yang bias jender. Dalam konteks masyarakat patriarki Indonesia, perempuan masih diposisikan pada hierarki sosial yang lebih rendah dari laki-laki.
Demikian salah satu poin yang muncul dalam pidato Billy K Sarwono pada upacara pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Rabu (19/8) di Balai Sidang Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Dalam kesempatan ini, Billy yang biasa dipanggil Oni memaparkan pidato berjudul "Literasi Media untuk Kesetaraan Jender di Indonesia".
Menurut Oni, representasi perempuan yang bias jender di media antara lain tampak dalam penggambaran perempuan yang muda, cantik, teliti, sabar, halus, lembut, judes, cerewet, cengeng, senang bergosip, dan emosional. Perempuan juga kerap diidentikkan suka berbelanja, tidak mandiri, serta cenderung mementingkan kecantikan wajah atau penampilan tubuh.
"Sebaliknya, karakter laki-laki digambarkan tegas, mandiri, rasional, pantang menyerah, pemberani, keras, kuat, ambisius, dan lainnya yang terkait dengan kompetensinya," kata Oni.
Dalam pekerjaan, anak-anak perempuan kadang dianggap hanya mampu mengisi bidang pendidikan yang berhubungan dengan stereotip perempuan, seperti sekolah perawat, sekretaris, dan administrasi. Adapun, anak laki-laki dipercaya mampu bekerja di bidang teknik dan eksakta yang berbasis kompetensi dan logika.
Dampak berkepanjangan
"Carroll and Schreiber melakukan studi analisis isi terhadap surat kabar di Amerika Serikat dan menemukan pemberitaan media yang cenderung menekankan atribut seks perempuan daripada pemikirannya. Hal serupa juga terjadi di surat kabar Indonesia," katanya.
Selain dari media, sosialisasi bias jender juga terjadi di sekolah, keluarga, teman sebaya, dan institusi agama. Di keluarga, misalnya, sosialisasi stereotip jender dilakukan melalui dongeng, mitos, dan nasihat yang diceritakan berulang-ulang.
Dampak konstruksi bias jender lebih buruk daripada konstruksi budaya global yang pengaruhnya sementara. Pengaruh bias jender pada kehidupan seseorang akan bertahan lama karena disosialisasikan lewat mitos yang dianggap sebagai nilai kehidupan lengkap dan dikukuhkan media.
Agar masyarakat mampu kritis terhadap gempuran informasi media, salah satu strategi adalah lewat literasi media, yaitu kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan memproduksi media untuk tujuan tertentu. Dengan literasi media, anak dan remaja tidak akan menerima begitu saja pesan, tetapi memilah antara yang bermanfaat dan merugikan. Literasi media adalah solusi cerdas dan sederhana, tetapi dampaknya besar untuk mencapai kesetaraan jender di kemudian hari. Selain anak-anak dan remaja, sasaran program literasi media lainnya adalah orangtua dan guru.
Rektor UI Muhammad Anis mengatakan, Oni merupakan Guru Besar Tetap Ilmu Komunikasi FISIP UI ke-26. Dalam kesempatan itu, dikukuhkan pula Adi Zakaria Afiff sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen Pemasaran Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI ke-58. Keduanya menambah jumlah guru besar UI yang kini total berjumlah 301 profesor. (ABK)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/20/Literasi-Media-Atasi-Bias-Jender
-
- Log in to post comments
- 213 reads