BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Laut Harus Dimanfaatkan

Laut Harus Dimanfaatkan
Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Kapal Kargo Ikan Rp 8.000 Per GT

JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dengan dua pertiga wilayah terdiri atas laut memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor kelautan. Negara diharapkan tidak lagi kehilangan momentum untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya laut dan kemaritiman.

Hal itu dikemukakan Presiden Joko Widodo dalam acara Kompas100 CEO Forum bertema ”Visi Presiden Membangun Indonesia Hebat: Kebijakan Ekonomi Nasional 2014-2019” yang diselenggarakan harian Kompas dan BNI, di Jakarta, Jumat (7/11).

”Kekuatan kita ada di laut dan samudra. Kita sudah lama melupakan itu sehingga tidak konsentrasi ke sana,” ujar Jokowi. Ia menambahkan, pasar ikan terbuka lebar untuk Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya laut. Di sisi lain, kebutuhan ikan dunia semakin tinggi dan terjadi kekurangan pasokan.

Potensi besar kelautan dan perikanan selama ini belum mampu dinikmati karena pengelolaan yang tidak optimal. Potensi itu justru dimanfaatkan kapal asing yang menguras sumber daya ikan di perairan Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, negara tidak hanya sangat dirugikan akibat pencurian ikan, tetapi juga memperoleh penerimaan yang rendah. Setiap tahun, jumlah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diperoleh dari sektor perikanan hanya Rp 300 miliar.

Dicontohkan, PNBP dari kapal kargo ikan hanya Rp 8.000 per gros ton (GT) per tahun. Padahal, kapal dengan anak buah kapal (ABK) asing itu membawa ribuan ton hasil tangkapan ikan ke luar negeri, seperti Thailand, Vietnam, dan Tiongkok.

Kapal berbobot 70 GT dengan hasil tangkapan mencapai 600 ton per tahun mampu menghasilkan Rp 6 miliar per tahun, tetapi hanya menyumbang PNBP Rp 90 juta per tahun. ”Mereka mendapat keuntungan besar dari laut kita,” katanya.

Dari 5.329 kapal kargo ikan berukuran besar, sebanyak 1.200 kapal adalah kapal eks asing. Sebagian kapal itu diduga melanggar, seperti berbendera ganda, tidak berizin, menduplikasi izin penangkapan, penggunaan alat tangkap berbahaya, dan melarikan hasil tangkapan.

”Satu lisensi (penangkapan ikan) bisa dimiliki 3-5 kapal,” kata Susi. Pihaknya kini sedang menertibkan perizinan kapal melalui moratorium izin baru kapal dan menaikkan PNBP untuk kapal besar di atas 30 GT.
Target triliunan rupiah

Besaran PNBP ditargetkan naik dari Rp 250 miliar pada tahun ini menjadi Rp 1,277 triliun pada 2015. Kenaikan PNBP akan diberlakukan bagi kapal besar. Kapal kargo ikan di bawah 10 GT dibebaskan dari pungutan, termasuk berbagai pungutan di daerah, agar bisa berkembang.

PNBP dari kapal kargo ikan, misalnya, dinaikkan dari Rp 8.000 per GT per tahun menjadi Rp 200.000-Rp 300.000 per GT per tahun. Jika moratorium dibuka kembali, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan memberlakukan lelang izin penangkapan ikan.

Susi mengusulkan penghapusan BBM bersubsidi bagi nelayan karena tidak efektif. Subsidi BBM bagi nelayan mencapai Rp 11,5 triliun per tahun.

Nelayan kecil selama ini tidak menikmati BBM bersubsidi karena minim akses ke stasiun pengisian bahan bakar nelayan. Nelayan terpaksa membeli BBM eceran dengan harga lebih tinggi, Rp 2.000-Rp 3.000 per kg. Karena itu, subsidi BBM akan dialihkan ke sektor produktif, seperti perumahan nelayan, alat tangkap, dan mesin kapal.

Jokowi menyatakan komitmennya membangun sektor maritim seperti transportasi laut atau tol laut. Selama ini terjadi ketimpangan distribusi barang. Sebagai contoh, harga semen di Jawa berkisar Rp 60.000-Rp 70.000 per zak. Di Papua, harga semen bisa mencapai Rp 2,5 juta per zak. (LKT)




Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009961357

Related-Area: