BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Laporan Jurnalistik Peraih Adinegoro: Tenaga Andalan Masih Diupah Murah

Laporan Jurnalistik Peraih Adinegoro
Tenaga Andalan Masih Diupah Murah
Siang | 22 Januari 2016 15:23 WIB 58 dibaca 0 komentar

Pengantar:

Laporan tim wartawan Kompas tentang kehidupan guru di daerah, yang dimuat secara berseri dalam 9 tulisan, meraih penghargaan Adinegoro untuk kategori liputan mendalam. Berikut tulisan keempat yang dimuat di halaman 1 harian Kompas, Selasa, 24 November 2015.

JAKARTA, KOMPAS - Guru tidak tetap dengan bayaran murah menjadi andalan di hampir semua sekolah negeri. Tenaga mereka diganjar dengan honor yang bahkan lebih rendah dibandingkan dengan upah minimum buruh pabrik. Bertahun-tahun, situasi itu dibiarkan.

Berdasarkan laporan mulai dari tingkat sekolah kabupaten/kota hingga provinsi di Indonesia yang masuk dalam data pokok pendidikan jenjang pendidikan dasar, ada 636.494 guru tidak tetap. Ketika data jumlah guru tidak tetap dikeluarkan, dari total 476 kabupaten/kota yang ada laporannya, hanya 29 kabupaten/kota yang mengalami surplus guru. Tanpa guru tidak tetap, 450 kabupaten/kota kekurangan guru jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP).

Dalam praktik pendidikan, terutama di daerah tertinggal, terpencil, dan terdepan, kehadiran guru tidak tetap membantu pekerjaan berat membangun pendidikan. Contohnya, kelas jauh SDN Cikiruh, Kecamatan Cibitung, Pandeglang, Banten. Kepala SDN Cikiruh Wiryo mengatakan, mau tidak mau, harus mengangkat 16 guru sukarelawan, enam di antaranya ditempatkan di kelas jauh.

Jarak 10 kilometer dari sekolah induk ke kelas jauh dengan akses jalan yang sulit, apalagi saat musim hujan, membuat guru pegawai negeri sipil (PNS) tidak mungkin datang mengajar setiap hari. ”Kelas jauh sepenuhnya dikendalikan guru sukarelawan. Guru PNS hanya bisa datang ke kelas jauh seminggu sekali karena jumlah guru PNS cuma lima orang,” kata Wiryo.

Dengan honor Rp 200.000-Rp 300.000 per bulan yang diterima Suhendi sebagai guru sukarelawan di kelas jauh SDN Kutakarang 03, Kecamatan Cibitung, dia mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan harian. Sebagai pembanding, upah minimum Kabupaten (UMK) Pandeglang tahun 2015 sebesar Rp 1,73 juta per bulan. ”Namun, kalau bukan kami di sini, siapa lagi yang mau mengajar,” kata Suhendi yang bergelar Sarjana Ekonomi.

Untuk menuju ke sekolah, dari ibu kota Kecamatan Cibaliung saja 25 kilometer. Butuh 2,5 jam bersepeda motor menuju sekolah dengan menembus perbukitan serta perkebunan sawit dan jati.

Di SDN Sukasari, Kampung Cilampahan, Desa Sumberjaya, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, Eka Puspitasari (25), lulusan SMA, yang menjadi guru tidak tetap sejak 2009, hanya menerima Rp 250.000 per bulan. Dengan honor itu, setiap hari dia harus mengajar kelas I dan II dalam waktu bersamaan karena kurangnya guru. UMK di Sukabumi Rp 1,96 juta per bulan.

Untuk mencukupi kebutuhan hidup, guru honorer bekerja sambilan. Ikutinus Ramli (30), guru honorer di SDN 04 Punti Tapau, Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, di perbatasan Indonesia-Malaysia, mencari penghasilan tambahan dengan bercocok tanam sayur. Selain berladang, ia menjadi tukang ojek serta mengantar orang di kampungnya yang akan menjual sayur ke pintu perbatasan di Entikong kota. Sekali mengantar, ia mendapat Rp 15.000.

”Saya menjadi honorer sejak 2010, awalnya digaji Rp 250.000 per bulan. Secara bertahap sekarang gaji saya Rp 850.000 per bulan,” ujar Ramli. Di Sanggau, UMK Rp 1,63 juta per bulan.

Di tengah keterbatasan, guru tidak tetap kerap bekerja sama kerasnya dengan PNS. Guru di SD Inpres Bomomani, Kabupaten Dogiyai, Papua, misalnya, selain mengajar kompetensi SD, mereka mengajar anak untuk hidup bersih, seperti mandi setiap hari, buang air di tempatnya, menyikat gigi, dan melap ingus. Mirip mantri kesehatan. ”Mayoritas orangtua siswa sibuk bertani dan berladang. Keterampilan dasar siswa hanya didapat di sekolah,” ujar Yulianus.

Standar

Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Persatuan Guru Republik Indonesia Mohammad Abduhzen mengatakan, pemerintah harus memiliki kemauan politik untuk menyelesaikan masalah guru honorer sampai tuntas. ”Yang patut diangkat menjadi PNS, bisa diangkat. Namun, yang tidak bisa diangkat, harus dicarikan solusi lain,” ujarnya.

Ketua Paguyuban Honorer Nusantara Joko Sungkowo mengatakan, honorer yang mengabdi belasan tahun pun kesejahteraannya memprihatinkan. Untuk itulah tenaga honorer guru berjuang menjadi PNS. Selain itu, upah minimum tenaga honorer perlu diatur.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sumarna Surapranata mengatakan, ada 23,9 persen guru tidak tetap yang umumnya diangkat sekolah.

”Lewat pendataan di data pokok pendidikan, kondisi guru diketahui jelas. Pengangkatan guru harus berbasis kebutuhan dengan mengacu data itu,” katanya. Untuk kebutuhan guru di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal, Kemdikbud berencana menyebar 3.500 guru calon PNS lewat program Guru Garis Depan.

(LUK/ELN/INE/ESA/VIO/DRI/AIN/CHE/ENG)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/22/Tenaga-Andalan-Masih-Diupah-Murah

Related-Area: