PerlindungAN Satwa
Korporasi Perkebunan Wajib Hindari Habitat Orangutan
Ikon konten premium Cetak | 24 Agustus 2015 Ikon jumlah hit 26 dibaca Ikon komentar 0 komentar
JAKARTA, KOMPAS — Pengusaha kelapa sawit wajib memastikan bahwa lahan yang akan dibuka untuk kebun bukan habitat orangutan. Hal ini untuk mencegah konflik antara perusahaan dan orangutan. Jika terjadi perusakan kebun oleh orangutan, perusahaan kelapa sawit akan rugi.
Hal itu dikatakan Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Dahono Adji saat diskusi "World Orangutan Day" di Jakarta, pekan lalu.
Dia menegaskan, pengusaha perkebunan kelapa sawit wajib memastikan lahan yang akan dibuka untuk kebun bukan habitat orangutan. Jika sudah telanjur dibuka dan ternyata ada bagian lahan yang termasuk habitat orangutan, pengusaha perlu merelakan bagian tersebut dipertahankan sebagai hutan.
"Selain itu, konsumen internasional semakin kritis terhadap produk sawit dan meminta jaminan orangutan tidak dikorbankan demi ekspansi sawit," ucap Bambang.
Koordinator Spesies World Wide Fund for Nature (WWF)- Indonesia Chairul Saleh, saat dihubungi, Minggu (23/8), mengatakan hal senada, pihak yang wajib terlibat menjaga kelestarian orangutan adalah perusahaan yang mengusahakan hutan atau perkebunan. Mereka boleh beroperasi memeroleh keuntungan, misal dari penebangan kayu, asalkan habitat orangutan tetap bagus.
Saat ini, WWF-Indonesia bekerja sama dengan dua grup bisnis pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan alam (IUPHHK-HA) di Kalimantan untuk memastikan kegiatan penebangan mereka tidak mengorbankan orangutan.
"Lacak balak jelas, teknik penebangan juga tidak menimbulkan kerusakan besar pada ekosistem. Habitat terbukti masih bagus," kata Chairul yang tidak bersedia menyebutkan nama perusahaan tersebut.
Tekan pemanasan global
CEO Borneo Orangutan Survival Foundation Jamartin Sihite mengatakan, penyelamatan orangutan juga berkontribusi menekan laju pemanasan global.
"Tidak ada teknologi untuk menyerap karbon dioksida sehingga kita hanya bisa bergantung pada pohon-pohon," tuturnya. Jamartin menjelaskan, orangutan memakan buah pohon hutan sekaligus menyebarkan benihnya.
Saat orangutan membuat sarang, pohon tersebut terbuka dan memungkinkan lebih banyak sinar matahari masuk. Dampaknya, benih-benih jadi tumbuh lebih cepat, jumlah pohon bertambah, maka semakin banyak karbon dioksida terserap.
Ia menambahkan, kondisi paling ideal adalah tidak ada pusat konservasi orangutan. Orangutan bisa hidup liar di habitatnya. Sekarang, 1.100 orangutan ada di pusat rehabilitasi. Tahun ini ditargetkan semua orangutan dilepasliarkan ke alam, target ini terkendala lokasi (Kompas, 4/6).
Chairul juga menyebutkan, masyarakat di sekitar kawasan hutan juga bisa menikmati manfaat ekonomi dari hutan sekaligus menjaga hutan.
"Kesejahteraan bagi masyarakat sekitar hutan merupakan kunci keberhasilan konservasi habitat satwa liar," ucapnya.
Dengan adanya sumber pendapatan, masyarakat akan menjaga hutan demi keberlanjutan pendapatan. Pemerintah juga bisa memanfaatkan keterlibatan masyarakat guna turut menghalau pemburu satwa liar.
Chairul mengatakan, salah satu program WWF-Indonesia adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat. WWF-Indonesia mengajak warga desa yang sebelumnya pemburu satwa liar untuk terlibat dalam konservasi orangutan. Potensi sumber kesejahteraan masyarakat di antaranya hasil nonkayu seperti madu.
Menurut dia, "Kesejahteraan masyarakat adalah kunci keberhasilan konservasi kawasan hutan." Hutan yang terjaga bisa digunakan sebagai obyek ekowisata, seperti di Taman Nasional Danau Sentarum, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, juga Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. (JOG)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/24/Korporasi-Perkebunan-Wajib-Hindari-Habitat-Orangut
-
- Log in to post comments
- 80 reads