Cengkeh
Komoditas Milik Petani Kian Jarang Dilindungi
Ikon konten premium Cetak | 15 Agustus 2015 Ikon jumlah hit 272 dibaca Ikon komentar 0 komentar
AMBON, KOMPAS — Harga cengkeh di Ambon, Maluku, yang sempat mencapai Rp 140.000 per kilogram pada Oktober 2014, kini anjlok hingga Rp 70.000 per kg. Pemerintah diharapkan mengendalikan harga pasar yang cenderung merugikan petani. Selama ini, komoditas petani belum dilindungi sepenuhnya.
Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Pattimura Ambon, Teddy Ch Leasiwal, di Ambon, Jumat (14/8), mengatakan, dalam jangka panjang, pemerintah perlu memikirkan untuk membuat sebuah lembaga khusus yang berfungsi menampung atau membeli komoditas petani. Harga beli yang dipatok berlaku selama jangka waktu tertentu.
Dengan begitu, apabila terjadi penurunan harga akibat gejolak ekonomi dunia atau minimnya permintaan industri dalam negeri, hal itu tidak berdampak pada harga komoditas petani. "Ekonomi di Indonesia terkesan sangat liberal. Pemerintah membuka ruang sangat lebar pada mekanisme pasar," katanya.
Penurunan harga cengkeh terjadi sejak Desember 2014 dengan harga Rp 120.000 per kg. Awal Maret 2015, harga turun lagi jadi Rp 105.000 per kg, lalu merosot hingga menjadi Rp 70.000 per kg pada Agustus ini. Harga ini terendah sejak tahun 2000.
Andika Mail, pengepul cengkeh di Ambon, menuturkan, cengkeh yang dibeli dari petani semuanya dijual ke pengepul besar di Surabaya, Jawa Timur. "Informasi dari Surabaya, permintaan cengkeh dari industri berkurang. Diperkirakan, harga masih terus menurun," katanya.
Menurut dia, perusahaan pengguna bahan baku mulai mengurangi produksi, padahal bahan baku yang dibeli sebelumnya masih banyak. Pengurangan produksi itu ditengarai akibat melemahnya daya beli masyarakat yang berimbas pada rendahnya tingkat pembelian produk industri tersebut.
Anjloknya harga menjadi pukulan berat bagi petani. Sejumlah daerah di Pulau Seram, meliputi Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, dan Seram Bagian Timur, tengah memasuki musim panen. Petani pun enggan menjual hasil panen.
"Petani masih berspekulasi. Mereka menunggu hingga harga naik. Untuk sementara, dalam satu hari, hampir tidak ada yang menjual cengkeh ke sini. Sebelumnya, dalam satu hari bisa 500 kilogram," katanya. Sejumlah pengepul memilih menutup usaha.
Baya Tinanotak (44), petani cengkeh asal Pulau Gorom, Kabupaten Seram Bagian Timur, merencanakan tak menjual cengkehnya hingga ada kenaikan harga. Mereka berharap, melalui sejumlah kebijakan, pemerintah segera mengendalikan harga. "Harga barang di toko semakin mahal, tetapi harga barang petani semakin murah," katanya.
Para petani di Minahasa, Sangihe, dan Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, juga mengeluhkan jatuhnya harga cengkeh jadi Rp 80.000 per kg. Harga itu setara dengan biaya produksi sehingga petani tidak memperoleh keuntungan. Mereka menuduh jatuhnya harga karena pembelian dimonopoli pedagang tertentu.
Ronny Tumilaar, petani cengkeh di Sonder, Jumat (14/8), mengatakan, penurunan harga cengkeh sangat memukul petani di tengah naiknya harga bahan pokok akibat musim kemarau. Harga cengkeh Rp 80.000 per kg berbeda dengan harga medio Mei dan Juni yang mencapai Rp 125.000 per kg. Memasuki Juli, harga cengkeh masih terjual Rp 110.000 kg. Fluktuasi harga cengkeh itu diprediksi terus berlangsung di tengah masa panen cengkeh di Minahasa.
Menurut Ronny, naiknya harga beras, gula, cabai rawit, dan kebutuhan pendidikan anak sekolah tidak sebanding dengan harga cengkeh sekarang ini.
Panen cengkeh terjadi di sejumlah sentra cengkeh di Minahasa hampir tidak ada artinya. "Harga jual cengkeh hanya cukup untuk membayar upah pekerja," kata Ronny.
Akan tetapi, sejumlah petani mengatakan, turunnya harga itu dipicu perdagangan cengkeh dimonopoli oleh pembeli tunggal, agen pembeli pabrik rokok tertentu. Hampir semua sentra pembelian cengkeh di Sulut dikuasai oleh oknum pedagang tertentu.
"Harga cengkeh sama di seluruh sentra pembelian. Kami tidak memiliki alternatif, kecuali menjual ke pedagang yang menguasai perdagangan cengkeh. Harga cengkeh ditentukan oleh oknum pedagang tersebut," ujar Maxi Pangkey, petani di Tinoor, Tomohon.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Sulut Jenny Karaouw menyatakan, produksi cengkeh di Sulut tahun ini sekitar 9.000 ton. Luas tanaman 77.116 hektar tersebar di Minahasa, Minahasa Selatan, Sangihe, Minahasa Tenggara, dan Bolmong Raya. Dikatakan, setiap masa panen Juli hingga September harga pasti turun. Berbeda halnya selama Januari-Mei. "Periodisasi harga harus diperhatikan oleh petani," katanya. (FRN/ZAL)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/15/Komoditas-Milik-Petani-Kian-Jarang-Dilindungi
-
- Log in to post comments
- 170 reads