BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kemendagri Akan Membahas dengan Kemenkeu

KENAIKAN GAJI pimpinan daerah
Kemendagri Akan Membahas dengan Kemenkeu

JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan gaji pokok kepala/wakil kepala daerah akan mempertimbangkan kondisi keuangan negara. Untuk membahas kenaikan gaji itu, Kementerian Dalam Negeri akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.

Kemendagri menilai kenaikan itu perlu karena gaji para kepala/wakil kepala daerah tidak sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang diemban.

Hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Jumat (5/12), di Jakarta. Sebelumnya, Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan, kenaikan gaji pokok kepala/wakil kepala daerah akan dimasukkan dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP) hak keuangan kepala/wakil kepala daerah.

RPP itu akan mengganti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 Tahun 2000 tentang Hak Keuangan/Administratif Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Dalam PP itu disebutkan, gaji pokok gubernur Rp 3 juta dan wakil gubernur Rp 2,4 juta. Adapun gaji pokok bupati/wali kota Rp 2,1 juta, sedangkan gaji pokok wakil bupati/wakil wali kota Rp 1,8 juta. ”Jadi sudah lama atau sejak tahun 2000, gaji mereka tidak naik. Gaji itu juga tidak sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang diemban yang semakin berat,” katanya.
Gaji anggota dewan

Tak hanya kepala/wakil kepala daerah, Kemendagri juga merumuskan kenaikan gaji pokok pimpinan dan anggota DPRD. Selama ini, pimpinan DPRD menerima gaji pokok sebesar 80 persen dari gaji kepala daerah dan anggota DPRD menerima gaji pokok 75 persen dari gaji kepala daerah. Mengenai besaran kenaikan gaji pokok bagi kepala/wakil kepala daerah dan pimpinan/anggota DPRD, Kemendagri masih merumuskannya.

Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia Syahrul Yasin Limpo dan Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Isran Noor mempersilakan pemerintah pusat merumuskan kenaikan gaji itu. ”Namun, kenaikan gaji itu harus dibarengi ukuran kinerja yang harus dicapai pimpinan daerah,” kata Syahrul.

Menurut Isran, semasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, berkali-kali gaji pokok pimpinan daerah dijanjikan naik. Namun, hal itu urung dilakukan karena melihat kondisi keuangan negara dan masyarakat.

Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Ucok Sky Khadafi mengungkapkan, di luar gaji pokok sebenarnya pimpinan daerah menerima tunjangan operasional dan insentif pajak dan retribusi yang jumlahnya besar.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000, biaya penunjang operasional mengacu pada pendapatan asli daerah (PAD) yang diperoleh satu daerah. Misalnya, PAD satu provinsi di bawah Rp 15 miliar, gubernur/wakil gubernurnya menerima tunjangan sampai Rp 150 juta atau maksimal 1,75 persen dari PAD tiap tahun. Adapun PAD di atas Rp 15 miliar bisa memperoleh tunjangan sampai Rp 1,25 miliar setiap tahun.

Adapun insentif pajak dan retribusi bergantung pada realisasi penerimaan pajak dan retribusi tahun anggaran sebelumnya. Untuk penerimaan kurang dari Rp 1 triliun, misalnya, kepala/wakil kepala daerah menerima insentif yang besarnya paling tinggi enam kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat.

Selain itu, kepala/wakil kepala daerah masih menerima tunjangan jabatan setiap bulan. Untuk gubernur besarnya Rp 5,4 juta, wakil gubernur Rp 4,32 juta, wali kota/bupati Rp 3,78 juta, dan wakil wali kota/wakil bupati Rp 3,24 juta.
Hapus tunjangan

Kalaupun gaji mau dinaikkan, menurut Ucok, tunjangan operasional dan insentif pajak dan retribusi yang diterima kepala/wakil kepala daerah harus dihapus terlebih dahulu. ”Pemberian PAD, pajak, dan retribusi untuk pimpinan daerah itu juga menyalahi konstitusi. Seharusnya PAD, pajak, dan retribusi sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat, bukan pimpinan daerah,” katanya.

Sosiolog Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Arie Sujito, menilai, perlu ada audit kinerja terhadap seluruh pimpinan daerah. Selain itu, harus dijelaskan sejauh mana reformasi birokrasi dilakukan pimpinan daerah. ”Hasilnya perlu diumumkan ke publik. Dengan demikian, kalaupun ada kenaikan gaji, masyarakat bisa menilai gaji mereka memang harus naik atau sebaliknya, tidak perlu naik,” ujarnya. (APA)



Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010503344

Related-Area: