BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kapan "Bara" Itu Padam?

Konflik Sosial
Kapan "Bara" Itu Padam?
Ikon konten premium Cetak | 2 September 2015 Ikon jumlah hit 18 dibaca Ikon komentar 0 komentar

Bara" konflik antardesa di Maluku, khususnya wilayah hukum Kepolisian Resor Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Provinsi Maluku, seolah tidak pernah padam. Ada pemicu. "Bara" itu menyala dan merenggut nyawa manusia, baik masyarakat sipil maupun aparat bersenjata. Karena kerap terjadi, kebanyakan orang lantas menganggap pertumpahan darah sudah menjadi hal biasa.

Sebanyak 40 laki-laki dewasa digiring masuk ke dalam ruang rapat Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Senin (3/8). Sebagian di antara mereka ditangkap dengan bermacam-macam tuduhan, mulai dari memiliki senjata api, menganiaya, hingga membunuh. Korban mereka adalah warga desa tetangga yang kerap terlibat konflik bersenjata dengan warga desa mereka. Barang bukti berupa bom rakitan, pistol rakitan, parang, dan pisau digelar polisi.

Ketika ditanya Kompas, ada di antara mereka yang menjawab dengan lancar, bahkan merinci secara detail kronologi peristiwa yang tentu saja menempatkan mereka pada posisi yang paling benar. Mereka tidak takut berbicara kendati ada anggota polisi yang sedang menguping omongan mereka.

Bahkan, ada salah satu tahanan berinisial GH, asal Desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, enggan menyatakan penyesalannya setelah membunuh warga dari desa tetangga, Laha, pada awal Juli lalu. "Kalau saya tidak membunuh, pasti saya yang terbunuh. Ketika itu, saya sedang dikepung. Jadi, mau tidak mau, saya harus lakukan itu," katanya.

Ia mengungkapkan, jika terjadi aksi saling lempar antar- warga di dua desa yang letaknya berimpitan itu, setiap pria dewasa selalu membekali diri dengan senjata tajam. Mereka merasa seakan musuh selalu ada setiap saat. Akar persoalannya adalah tapal batas, dan masalah itu sudah berlangsung selama puluhan tahun.

Sementara pelaku lain, JS, tampak lebih santai ketika diajak bicara oleh Kepala Polres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease Ajun Komisaris Besar Komaruz Zaman. JS adalah warga Desa Morela, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, yang ditangkap setelah menganiaya warga Mamala, desa tetangga, dengan senjata tajam. Dua desa itu juga sering terlibat konflik.

Gara-gara menangkap JS di Morela pada akhir Juli lalu, tim gabungan yang dipimpin Komaruz diserang warga dengan bom rakitan. Akibatnya, Brigadir Dua Faisal Lestaluhu tewas.
content

Komaruz, yang ketika itu berada di samping korban, terjatuh dan terkena serpihan bom. Di hadapan polisi, sambil tersenyum lebar, JS menyatakan menyesal. Semoga ungkapan itu bukan hanya sekadar hiasan bibir belaka.

Konflik Laha dengan Tawiri atau Mamala dengan Morela hanyanlah bagian kecil dari banyaknya konflik antardesa yang terjadi di Maluku.

Pemadam kebakaran

Komaruz menuturkan, penyebab konflik antardesa umumnya adalah dendam lama. "Ketika kami mendatangi tokoh masyarakat setempat, mereka menginginkan agar ada penyelesaian hingga akar masalah. Hal ini perlu mediasi pemerintah daerah," katanya.

Kepala Kantor Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol berharap pemerintah hadir di tengah masyarakat untuk menyelesaikan persoalan yang masih menggantung. Di samping itu, proses hukum harus dilakukan demi menimbulkan efek jera.

Benediktus menilai, pemerintah terkesan hanya hadir sebagai pemadam kebakaran. "Ketika konflik reda, tidak ada mediasi lanjutan. Setelah itu, muncul konflik lagi, pemerintah kembali hadir untuk memadamkan api," ucapnya.

Jika "bara" masih dibiarkan, pertumpahan darah bakal terus berlanjut. Kondisi ini berdampak luas, seperti keengganan investor untuk menanam modal di daerah itu. Kini, tinggal menunggu keseriusan dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan hingga ke akar masalahnya, serta kesadaran masyarakat untuk hidup berdampingan secara damai. Damai itu indah.

(Frans Pati Herin)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/09/02/Kapan-Bara-Itu-Padam

Related-Area: