BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Indonesia Didorong Tinggalkan Batubara

PERUBAHAN IKLIM
Indonesia Didorong Tinggalkan Batubara
Ikon konten premium Cetak | 2 Februari 2016 Ikon jumlah hit 110 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Indonesia tak bisa lagi bertumpu pada sumber energi fosil seperti batubara. Menggunakan batubara sebagai energi pembangkit tenaga listrik akan membuat Indonesia kolaps di masa depan.
Salah satu stan dalam pameran Festival Iklim di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (1/2). Festival bertajuk

Energi berbasis energi fosil akan jatuh dengan amat cepat di masa depan. "Indonesia tak bisa lagi menggunakan energi yang tua dan kotor. Kalau masih menjadikan batubara sebagai tulang punggung, sekitar 50 persen pembangkit listrik, maka harus ada teknologi paling mutakhir untuk membersihkan batubara," ujar Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN Georg Wiischel dalam satu sesi diskusi bertema "Paris Agreement and Its Implications on National Development Agenda" pada hari pertama Festival Iklim, Senin (1/2), di Jakarta.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil batal hadir pada diskusi tersebut.

Saat ini, Indonesia sedang membangun pembangkit tenaga listrik tenaga batubara berkapasitas 35.000 megawatt (MW). Hingga 2019 akan dibangun 16.700 MW.

Dalam konteks perubahan iklim, Indonesia sukarela berjanji menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) 26 persen secara mandiri dari kenaikan tanpa intervensi dan 41 dengan bantuan asing. Angka itu jadi 29/41 untuk niatan kontribusi penurunan emisi nasional (INDC)-diajukan jelang Kesepakatan Paris (PA).

Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN Moazzam Malik menggarisbawahi empat hal yang perlu segera dilakukan Indonesia. Di antaranya, pertama, ratifikasi secepatnya Kesepakatan Paris dengan harapan Indonesia bisa menjadi salah satu negara pertama penanda tangan Kesepakatan Paris pada April 2016 di PBB. Kedua, Indonesia masih berpotensi untuk melakukan (program) mitigasi di hutan.

Malik menekankan perlunya Indonesia mencegah kebakaran dan asap agar tidak terulang. Inggris siap membantu restorasi. Bantuan finansial diberikan AS sebesar 17 juta dollar AS untuk restorasi gambut di Provinsi Jambi dan bantuan untuk biogas dari kelapa sawit sebesar 13 juta dollar AS di Provinsi Riau.

Sementara itu, program Satu Peta mendapat sorotan banyak narasumber untuk segera diselesaikan sebagai dasar semua kebijakan. "Itu fair, penting untuk selesaikan problem tenurial," kata Stig Traavik, Duta Besar Norwegia untuk Indonesia.

Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam pembukaan mengatakan, di sisi lain, negara-negara maju tidak menjalankan komitmen willingness to pay-membayar lebih pada produk ramah lingkungan. "Selama ini, konsumen negara Uni Eropa memboikot sawit, tetapi membayar harga premium kelapa sawit (ramah lingkungan) belum mau," ujarnya. (ICH/ISW)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/02/02/Indonesia-Didorong-Tinggalkan-Batubara

Related-Area: