BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Hukum Indonesia Berlaku bagi Pelaku Usaha Asing

RPP Atur Pelaku E-dagang
Hukum Indonesia Berlaku bagi Pelaku Usaha Asing
5 Agustus 2015

JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (e-dagang) dalam negeri dan asing harus memiliki izin usaha. Mereka juga harus memiliki nomor identitas e-dagang. Selain itu, pelaku usaha penyelenggara transaksi e-dagang juga perlu memiliki sertifikat.

Sertifikat itu adalah Sertifikat Keandalan Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (TPMSE). Sertifikat itu memuat informasi tentang keandalan atau akuntabilitas sistem elektronik pelaku usaha tersebut.

Hal itu termuat dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang TPMSE yang masih dimatangkan pemerintah. Pada Agustus ini, RPP itu akan dibahas bersama di Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia.

Direktur Bina Usaha Perdagangan Direktorat Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Fetnayeti, Selasa (4/8), di Jakarta, mengatakan, penentuan dan pengaturan ketiga pelaku usaha e-dagang dalam RPP itu telah disepakati bersama. Mereka adalah pedagang, penyelenggara TPMSE, dan penyelenggara sarana perantara.

Untuk pedagang, mereka harus memiliki surat izin usaha perdagangan (SIUP). Bagi pelaku usaha konvensional yang sudah memiliki SIUP, mereka tinggal mengajukan tanda daftar khusus untuk mendapatkan nomor identitas jika ingin bergerak di sektor e-dagang.

"Bagi penyelenggara TPMSE, seperti penyedia pasar laman e-dagang, mereka perlu mendaftarkan sistem ke Kementerian Komunikasi dan Informatika. Pendaftaran itu untuk mendapatkan sertifikasi sistem yang digunakan. Mereka juga harus memiliki izin usaha dari Kemendag," kata Fetnayeti.

RPP itu juga mengatur pelaku usaha e-dagang asing. Untuk pelaku usaha yang berkedudukan di luar negeri, mereka harus mendapatkan izin dari Kemendag. Bentuk izin yang dikeluarkan nanti masih dalam pembahasan. Dalam RPP, pelaku usaha asing yang melakukan transaksi e-dagang dengan konsumen di Indonesia dianggap melakukan kegiatan operasional di Indonesia. "Kalau bertransaksi di Indonesia, berarti yang berlaku hukum Indonesia," kata Fetnayeti.
content

Peraturan itu dibuat, lanjut Fetnayeti, bukan untuk menghambat usaha e-dagang, melainkan melakukan pendaftaran pelaku usaha e-dagang dan melindungi konsumen. "Pemerintah dan asosiasi bisa dimudahkan untuk melacak siapa saja yang bermain di e-dagang," katanya.

Ekosistem

Head of Communication Bukalapak.com Yusi H Obon mengatakan, penguatan ekosistem e-dagang merupakan hal yang tak boleh diabaikan. Ekosistem itu antara lain meliputi stem pembayaran, logistik, dan konsumen. "Saat ini, ekosistem e-dagang belum kuat. Dari sisi konsumen, mereka harus memperoleh edukasi tentang transaksi barang secara elektronik. Penjual perlu menyediakan sistem penjualan yang aman dan mudah," ujar Yusi. Laman bukalapak.com, misalnya, mempunyai program temu penjual yang menjadi ruang bagi pengurus Bukalapak.com memberikan pelatihan tata cara berdagang di internet. Para penjual juga dapat bertukar pengalaman merintis usaha.

Menurut Managing Director Tiket.com Gaery Undarsa, pendirian usaha digital tidak mudah. Misalnya, perjalanan bisnis Tiket.com. "Usaha ini telah beroperasi empat tahun. Pada awal berdiri, kami sulit mengajak kerja sama perusahaan angkutan seperti maskapai penerbangan. Kami menggandeng salah satu bank ternama agar pemilik usaha angkutan percaya," katanya.

(HEN/MED)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/08/05/RPP-Atur-Pelaku-E-dagang

Related-Area: