BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Hilirisasi Rumput Laut Dikeluhkan

KELAUTAN
Hilirisasi Rumput Laut Dikeluhkan
Ikon konten premium Cetak | 18 Februari 2016 Ikon jumlah hit 31 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Industri pengolahan rumput laut di Indonesia dinilai belum optimal untuk meningkatkan nilai tambah dan memperbaiki harga di tingkat petani. Kondisi itu dipersulit dengan wacana pengenaan bea keluar hingga larangan ekspor bagi komoditas rumput laut.

Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis, dalam konferensi pers, di Jakarta, Rabu (17/2), mengemukakan, industri rumput laut mengalami ketimpangan hulu-hilir, yakni produksi jauh melebihi daya serap industri pengolahan.

Komoditas rumput laut merupakan andalan ekspor perikanan. Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi rumput laut nasional sebanyak 1,033 juta ton, meliputi jenis Eucheuma sp dan Gracilaria spp.

Akan tetapi, serapan industri di dalam negeri hanya sebesar 99.126 ton kering, antara lain untuk bahan baku produk olahan Euchema sp, seperti ATC, karaginan, dan semikaraginan, sebanyak 57.400 ton, dan bahan baku agar-agar sebanyak 41.731 ton.

Sementara itu, ujar Safari, ekspor berupa rumput laut kering sebesar 239.392 ton. Akibatnya, terjadi penumpukan rumput laut kering sebesar 694.982 yang tidak diolah dan diekspor. Stok bahan baku yang melimpah itu menyebabkan harga panen rumput laut di petani selalu anjlok.

Pihaknya berharap pemerintah mengkaji kembali rencana larangan ekspor bahan mentah rumput laut. Alih-alih peningkatan daya saing industri dan penyerapan dalam negeri, industri pengolahan saat ini dinilai belum mampu untuk menyerap bahan baku berupa rumput laut kering.

"Hilirisasi sulit diraih jika industri yang ada saja belum bisa berdaya saing. Perkuat dulu industri pengolahan sebelum melarang ekspor bahan mentah," ujarnya. Ia mengakui, hilirisasi penting karena tanpa daya saing, produk rumput laut hanya akan menumpuk di tingkat petani.

Sementara itu, Pemilik PT Giwang Citra Laut, Eddy Gozaly, mengemukakan, pihaknya selama ini memproduksi olahan rumput laut berupa bubuk dan lembaran sebanyak 20 ton per bulan ke Eropa. Namun, pihaknya sulit melakukan ekspansi karena persaingan yang ketat.

"Kami enggak berani terlalu agresif memperluas investasi karena pasar sangat selektif. Semua butuh bertahap," ujarnya. (LKT)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/02/18/Hilirisasi-Rumput-Laut-Dikeluhkan

Related-Area: