BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Empat Dokumen Perlindungan Perempuan dan Anak Diluncurkan

Empat Dokumen Perlindungan Perempuan dan Anak Diluncurkan
Laraswati Ariadne Anwar
Siang | 27 Januari 2016 15:12 WIB Ikon jumlah hit 241 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 19 kementerian dan lembaga meluncurkan empat dokumen terkait perlindungan perempuan dan anak. Harapannya, keberadaan keempat dokumen tersebut bisa memperkuat perlindungan dan pemberdayaan perempuan serta anak dengan metode konkret yang bisa langsung diterapkan di lapangan.
toto s

Beberapa dokumen tersebut ialah Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak, Rencana Aksi Nasional (RAN) Perlindungan Anak, RAN Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), serta Peta Jalan Pemulangan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB).

Peluncuran diadakan di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemko PMK) di Jakarta, Rabu (27/1/2016). Turut hadir antara lain Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise selaku ketua harian keempat program tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, serta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Dalam sambutannya, Menko PMK Puan Maharani menuturkan bahwa beberapa target yang hendak dicapai ialah perlindungan anak secara menyeluruh, baik di rumah, sekolah, dan lingkungan sekitar; menyejahterakan keluarga dan perempuan melalui upaya pemberdayaan; dan menyelamatkan serta mengembalikan para korban TPPO ataupun TKIB dan membina mereka agar bisa mandiri. "Keseluruhannya merupakan masalah yang saling terkait," kata Puan.

Misalnya pada kasus TKIB, menurut data yang tercatat oleh pemerintah ada 3 juta warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri. Namun, kemungkinan jumlah sebenarnya adalah dua kali lipat angka tersebut karena sebagian besar WNI yang mencari nafkah di luar negeri tidak memiliki surat-surat resmi dan berstatus ilegal.

Beberapa waktu sebelumnya pada kesempatan terpisah, Deputi Bidang Kesetaraan Jender KPPPA Heru Kasidi menyebutkan bahwa 20 persen dari TKI merupakan korban TPPO dan tidak sedikit yang masih berusia remaja. Modus yang umumnya digunakan untuk menjebak mereka ialah diiming-imingi pekerjaan bergaji besar di luar negeri. Ada pula yang keluarganya diancam sehingga mereka harus menurut untuk mengirim anak ke negara lain. Sesampai di negara tujuan, mereka bekerja dengan upah kecil dan kondisi tempat tinggal yang tidak layak, bahkan ada yang dimasukkan ke lingkaran pekerja seks komersial.

Puan menegaskan bahwa target pemerintah selama lima tahun ke depan adalah memulangkan 92.000 orang TKIB dengan kuota 50.000 orang per tahun. Selain itu, pemerintah juga akan memidanakan para pelaku dan merehabilitasi korban, baik melalui pemulihan fisik, psikis, dan sosial. "Pelaku yang dikejar juga bukan hanya yang mengirim manusia, melainkan juga yang memperdagangkan organ tubuh manusia," katanya.

Sementara itu, Yohana Yembise mengutarakan perlunya kerja sama dengan aparat pemerintah daerah hingga ke desa dan RT/RW. Sebab, dari penelusuran kasus, banyak kepala desa yang memberi izin pembuatan kartu tanda penduduk palsu untuk remaja-remaja di bawah 17 tahun agar mereka bisa dikirim ke luar negeri. "Mungkin kepala desa berpikir ia membantu seorang anak bekerja menafkahi keluarga. Padahal, sebenarnya ia membuka pintu menuju perbuatan kriminal," katanya.

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/27/Empat-Dokumen-Perlindungan-Perempuan-dan-Anak-Dilu

Related-Area: