BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

CALL FOR PROPOSAL: ANAK BEBAS DARI KEKERASAN DAN MENDAPATKAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS PROGRAM SCHOOL FOR CHANGE

CALL FOR PROPOSAL

ANAK BEBAS DARI KEKERASAN

DAN MENDAPATKAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS

PROGRAM SCHOOL FOR CHANGE

 

 

1.    LATAR BELAKANG UMUM

 

Indonesia telah atau hampir memenuhi Millennium Development Goal #2: Akses terhadap pendidikan dasar, tetapi masih ada tantangan untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas untuk anak-anak. Angka partisipasi murni anak di sekolah dasar di kabupaten miskin di bawah 60% dibandingkan dengan kabupaten yang lebih maju yang sudah mencapai target 100%. Angka partisipasi murni untuk pendidikan menengah  mengalami kenaikan yang stabil (saat ini 66% di SMP dan 45% di Sekolah Menengah Atas) tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain di wilayah ini. Indonesia juga tertinggal di belakang negara tetangganya di Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Tinggi, dengan tingkat partisipasi kotor 21% dan 11,5% masing-masingnya. Angka partisipasi secara keseluruhan sedikit lebih tinggi untuk anak perempuan daripada anak laki-laki dan jauh lebih tinggi di Jawa dibandingkan daerah lain di Indonesia.

 

Selanjutnya, survei kesehatan sekolah secara global tahun 2015 menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak-anak ditoleransi oleh orang dewasa dan ini merupakan ancaman terhadap kesejahteraan anak-anak. Laporan Global pada 2017 tentang " Ending violence in childhood " menyoroti bahwa 73,7% anak-anak berusia 1 hingga 14 tahun bahkan mengalami kekerasan dan hukuman fisik sebagai bentuk disiplin. Studi The Violence Free Schools (VFS) pada tahun 2016 mengungkapkan bahwa kekerasan di sekolah umum terjadi dan bahwa ada kurangnya kesadaran tentang pengasuhan dan pengajaran yang positif; dan bahwa sistem Perlindungan Anak (CP) di sekolah tidak memadai.

 

Selain kekerasan terhadap anak di sekolah, kemampuan membaca siswa telah menjadi salah satu kekhawatiran lainnya. Sebuah studi tentang minat baca oleh Universitas Central Connecticut State menempatkan Indonesia di posisi 60 dari 61 negara, terlepas dari fakta bahwa dalam infrastruktur, di peringkat 34, Indonesia mengungguli negara lain dengan tradisi membaca yang lebih baik seperti Jerman, Portugal, Selandia Baru dan Selatan. Korea. Penelitian ini didukung oleh statistik UNESCO pada tahun 2012 yang menunjukkan indeks minat membaca di Indonesia rendah, hanya 0,001, yang berarti hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia memiliki minat baca yang tinggi. Secara khusus, Penilaian Keaksaraan (Literacy Assesment) yang dilakukan oleh Yayasan Sayangi Tunas Cilik kepada 264 siswa kelas tiga di Kecamatan Fatuleu Tengah Kabupaten Kupang pada awal Agustus 2018 mengungkapkan bahwa hanya 38% dari siswa ini (100 dari 264) dapat memahami bacaan sederhana. Data menunjukkan bahwa siswa membutuhkan stimulasi yang tepat agar mereka mencapai standar kemampuan membaca pada tingkatan usia mereka.

 

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 16 menyoroti dampak negatif kekerasan dan ketidakstabilan dalam pembangunan ekonomi dan sosial. Laporan UNESCO tahun 2017 tentang “School Violence and Bullying - Global Status Report” menyatakan bahwa kekerasan dan intimidasi di sekolah mengakibatkan: (1) anak-anak tidak masuk sekolah (2) anak-anak memiliki nilai yang lebih rendah dan (3) anak-anak putus sekolah. Anak-anak yang berpartisipasi dalam proyek percontohan Disiplin Positif (PD) yang dilaksanakan oleh Save the Children pada tahun 2015 mencerminkan bahwa kekerasan di sekolah berkontribusi pada anak putus sekolah, sementara pendekatan tanpa kekerasan mendorong kehadiran kehadiran anak di sekolah. Temuan yang sama dikonfirmasi oleh evaluasi dampak dari program Percepatan Keaksaraan (Literacy Boost) pada tahun 2016 yang menyoroti efek negatif dari kekerasan emosional dan psikologis pada perkembangan dan pembelajaran anak. Kekerasan dan intimidasi  di sekolah sekolah memiliki dampak negatif yang jelas pada kualitas dan hasil pendidikan serta merusak kesehatan fisik, mental dan emosional anak-anak dan dengan demikian memiliki efek negatif pada pembelajaran.

 

Efek kekerasan terhadap anak-anak tidak hanya menimpa anak-anak secara individu dan tetapi juga mempengaruhi keluarga dan negara pada umumnya. Gagal melindungi anak-anak dari kekerasan mengeluarkan biaya yang besar dalam bentuk hilangnya produktivitas, dan biaya lainnya terkait respons. Selain itu, investasi publik dalam pendidikan hanya akan mendapatkan pengembaliannya ketika anak menyelesaikan siklus pendidikan dengan hasil pembelajaran yang baik dan menjadi warga negara yang produktif dan dengan demikian dapat membantu keluar dari kemiskinan.

 

2.    LATAR BELAKANG PROGRAM

 

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) secara resmi memiliki tingkat kemiskinan tertinggi ketiga (20,2%) dari 34 provinsi di Indonesia dan indeks pembangunan manusia terendah ketiga (0,631). Para siswa di provinsi ini bersekolah secara formal rata-rata hanya 6,3 tahun, yang jauh lebih rendah daripada rata-rata nasional 11,4 tahun. Provinsi ini berada pada tingkat terendah ketiga untuk partisipasi di pra-sekolah (PAUD/TK). Provinsi ini juga diakui sebagai daerah dengan tingkat kekerasan yang sangat tinggi terhadap anak-anak. Berdasarkan Laporan Violence Against Children (Kekerasan terhadap anak) UNICEF tahun 2017 di Indonesia: 40% anak-anak berusia 13-15 tahun dilaporkan telah mengalami penyerangan secara fisik setidaknya sekali dalam satu tahun. 26% anak-anak melaporkan telah mendapatkan hukuman fisik dari orang tua atau pengasuh di rumah, 50% anak-anak melaporkan diganggu/diintimidasi di sekolah. Di Provinsi NTT, 31% anak-anak pernah mengalami kekerasan seksual dan merupakan yang tertinggi dari bentuk-bentuk kekerasan lain dengan yang mengejutkan berada pada 98%. Prevalensi pernikahan anak tetap tinggi dengan 1 dari 4 anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, berdasarkan sebuah bagian dari Paper dari Kemitraan Global untuk Mengakhiri Tindak Kekerasan terhadap Anak (Global Partnership to End Violence against Children initiative).

 

Kabupaten Kupang adalah kabupaten terbesar kedua di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan 11,7% penduduknya dikategorikan sebagai penduduk miskin. 86% guru SD di NTT hanya memiliki dua tahun atau kurang pendidikan di tingkat menengah, dan sebagian besar tidak memenuhi persyaratan kompetensi minimum untuk guru.. Ada juga kendala pada orang tua untuk mendukung secara memadai pendidikan anak-anak mereka karena banyak orang tua di NTT, dan khususnya di daerah pedesaan, buta huruf. Kabupaten Kupang memiliki persentase lebih tinggi untuk orang-orang yang buta huruf dibandingkan dengan rata-rata untuk Provinsi NTT pada tahun 2016. Persentase orang yang buta huruf adalah 8,1% (Laki-laki = 7,2%, Perempuan = 9,1%) di Kabupaten Kupang dan 7,4% (Laki-laki = 6,1 %, Perempuan = 8,7%) untuk Provinsi NTT.

 

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, Yayasan Sayangi Tunas Cilik, Mitra Save the Children International melaksanakan program School for Change di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Program yang akan mengintegrasikan  perlindungan anak dan percepatan literasi ini ditujukan terutama untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan untuk bebas dari segala bentuk kekerasan. Program ini akan dilaksanakan di 7 kecamatan di Kabupaten Kupang, yaitu Kupang Barat, Nekamese, Kupang Tengah, Kupang Timur, Amabi Oefeto, Amarasi, dan Fatuleu.

 

 

Program  yang didanai oleh IKEA Foundation melalui Save the Children Sweden ini  dapat berjalan melalui koordinasi dan kolaborasi yang erat dengan pemerintah daerah seperti Dinas Pendidikan (Dinas P & K), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA),Dinas Sosial (Dinsos), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah serta pemerintah daerah baik  di tingkat kecamatan dan desa. Belajar dari program MEMBACA, yang didanai oleh H & M, program School for Change akan memperkuat kolaborasi dengan pengawas sekolah dan kepala sekolah untuk memulai manajemen sekolah yang transparan dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas sekolah. Kolaborasi ini juga akan dilakukan dengan komite sekolah, yang sudah ada atau belum ada, LSM lokal, pihak berwenang di tingkat kecamatan dan desa, dan organisasi berbasis agama untuk ikut berpartisipasi dalam program ini.

 

Program School for Change akan dilaksanakan dalam tiga tahun dari 2018 hingga 2021. Dalam desain proyek, enam bulan pertama adalah fase Set Up awal, yang digunakan untuk mengembangkan baseline dan memobilisasi pemangku kepentingan dan mitra di level kabupaten dan  nasional. Tahap kedua adalah Roll Out dan Implementasi (27 bulan) di mana kegiatan program di 56 sekolah dan 44 desa akan dilaksanakan dengan mitra strategis dan mitra pelaksana. Ini juga merupakan tahap di mana kami ingin mendorong implementasi program yang berkualitas dengan mitra. Tahap ketiga adalah Penelitian, Monitoring, Evaluasi, dan Pembelajaran (3 bulan) dengan universitas. Tahap ini juga akan didedikasikan untuk pengalihan kepemilikan dengan mitra.

Memasuki periode implementasi, School for Change akan melakukan implementasi program secara langsung sambil memulai proses seleksi untuk LSM lokal sebagai mitra pelaksana. Organisasi lokal yang ditargetkan untuk mitra potensial di Kabupaten Kupang adalah mereka yang memiliki visi dan misi yang sama untuk bekerja bagi hak-hak anak secara umum dan secara khusus untuk perlindungan anak dan pendidikan yang berkualitas. YSTC melalui Program School for Change dengan ini mengajukan “call for proposal” kepada organisasi yang tertarik untuk mengimplementasikan program-program inti School for Change ini.

 

3.    TUJUAN UMUM PROGRAM

 

Anak-anak di Kupang bebas dari kekerasan dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas tinggi melalui program-program inti Perlindungan Anak dan Percepatan Keaksaraan.

 

4.    TARGET CAPAIAN PROGRAM

 

Di bawah ini adalah empat target capaian dari program:

1.     Sekolah memastikan lingkungan yang aman bagi anak-anak untuk belajar.

2.     Sistem lokal perlindungan anak diperkuat untuk mencegah dan merespon kekerasan terhadap anak-anak (VAC).

3.     Meningkatkan praktik keaksaraan di sekolah dan masyarakat.

4.     Memperkuat kebijakan yang terkait dengan Percepatan Keaksaraan dan Perlindungan Anak.

 

5.    TUJUAN KEMITRAAN

Tujuan kemitraan ini adalah untuk mendapatkan sebuah implementasi program yang berkualitas dengan mitra yang kredibel dan yang terbuka untuk penentuan visi dan target bersama. Mitra yang juga hadir dan memiliki  komitmen jangka panjang untuk terus bekerja dengan pemerintah dan masyarakat di Kupang mengenai perlindungan anak dan pendidikan anak-anak dalam kerja sama dengan program School for Change dan setelah program ini selesai.

Untuk mencapai tujuan dan hasil program sebagaimana yang ditetapkan, mitra akan dipilih untuk mendukung pelaksanaan program di Kabupaten Kupang. Idenya adalah memiliki satu atau dua mitra pelaksana yang melaksanakan kegiatan program di tingkat masyarakat / desa. Akan ada 3 paket pilihan implementasi bagi mitra untuk dipertimbangkan, yang difokuskan pada strategi dan kegiatan terkait masyarakat. Paket-paket itu tercantum di bawah ini:

6.    DURASI PROGRAM

Sejak diluncurkan bulan September 2018, hanya ada beberapa kegiatan/aktivitas yang berkaitan dengan program karena menunggu Baseline yang akan dilaksanakan bulan Januari 2019 nanti. Partner akan bekerja sesuai dengan core program per tahun sesuai dengan School for Change budget. Pekerjaan akan dimulai bulan Maret 2019.

 

7.    OUTLINE PROPOSAL

Calon Pertner harus mengirimkan proposal dan detail budget dengan menggunakan template dari Save the Chidren dengan instruksi sebagai berikut:

 

A.      Silahkan mengacu pada lampiran 2 dengan outline sebagai berikut. Proposal tidak melebihi 8 halaman (diluar lampiran).

o   Latar belakang (rasional/statement masalah)

o   Ringkasan Project goal dan outcomes, jangkauan lokasi, aktivitas, output, termasuk indikator penilaian.

o   Penjelasan singkat bagaimana strategi dan aktivitas berkontribusi pada pencapaian strategi program dan keseluruhan objektif dan outcome

o   Strategi untuk menjangkai komunitas, stakeholder sekolah, dan pemerintah daerah.

o   Strategi penggerakan komunitas untuk memastikan kelompok rentan tercover sesuai dengan bagian 5

o   Sustainabilitas: bagaimana sistim, hasil dan aktivitas kunci dari project anda dimaintain atau dilanjutkan  setelah School for Change selesai.

o   Strategi advokasi (kebijakan dan keputusan untuk mendukung sustainabilitas program)

o   MEAL (Monitoring, Evaluation, Accountability and Learning) Plan

o   Kapasitas managemen termasuk informasi terkait staff program dan staff pendukung

 

B.  Lampiran:

o   Expression of Interest dengan mengacu pada template di Lampiran 1

o   Proposal (mengacu pada lampiran 2)

o   Detail proposal budget (mengacu pada lampiran 3)

o   Logical frameworks (mengacu pada lampiran 4)

o   Profil organisasi (mengacu pada lampiran 5)

 

8.    KRITERIA EVALUASI

 

Evaluasi proposal akan mengikuti kriteria sebagai berikut:

1.     Proposal development, mengacu pada outline proposal (mengacu pada lampiran 2)

2.     Design aktivitas, mengacu pada strategi core program

3.     Tema-tema cross cutting dimasukan ke dalam proposal

4.     Pendekatan yang digunakan, metodologi, dan strategi

5.     Total budget tidak boleh melebihi angka yang telah ditentukan dalam tabel di atas..

6.     Operasional/budget tidak lebih dari 25% dari keseluruhan budget

 

9.    PROSES SELEKSI

Seleksi partner akan mengikuti tahapan sebagai berikut:

 

10.  PROSEDUR PENGIRIMAN PROPOSAL

Aplikasi bisa dikirimkan melalui email ke: Procurement.Indonesia@ savethechildren.org

or to Save the Children Kupang Field Office (please see the address below).

Yayasan Sayangi Tunas Cilik – Mitra Save the Children

Jl. Sam Ratulangi IV, No.3 RT 20/ RW 07, Kel. Oesapa Barat, Kec. Kelapa Lima Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, 85100

 

Batas akhir pengiriman proposal adalah sebelum 05 Desember 2018 jam 17.00 WIB.

 

Untuk Informasi, silahkan kontak : Awards.Indonesia@ savethechildren.org

 

Atau dapat dilihat di https://www.stc.or.id/join-us/ tender