PROFIL CEO STEADFAST MARINE
Berjaya di Negara Maritim
Ikon konten premium Cetak | 6 Juli 2015
Seiring tekad pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, industri galangan kapal mendapat perhatian. Eddy Kurniawan Logam berbicara lantang soal industri galangan kapal yang selama ini seperti dianaktirikan. Menurut dia, galangan kapal harus dihidupkan. Posisinya sebagai Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia dan Direktur Utama Steadfast Marine membuat Eddy sangat paham industri ini.
Eddy Kurniawan Logam
KOMPAS/M CLARA WRESTIEddy Kurniawan Logam
M Clara Wresti
Menurut Eddy, industri ini tak hanya mempercepat terwujudnya poros maritim, tetapi juga membuka lapangan kerja, mendorong industri komponen kapal, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berikut wawancara Kompas dengan Eddy di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Apa sebenarnya persoalan yang dihadapi industri galangan kapal?
Kondisi industri galangan kapal cukup memprihatinkan. Industri ini tidak bisa berkembang di negara yang merupakan kepulauan terbesar di dunia. Sebagai negara kepulauan, kita harus mempunyai pelayaran yang kuat dan industri galangan kapal yang kuat juga. Jika kita hanya fokus pada pelayaran saja, kita hanya akan menjadi pasar. Untuk mendukung sebuah negara maritim yang kuat, industri galangan kapal sangat dibutuhkan. Seharusnya kita bisa membuat kapal sendiri. Kapal itu juga harus dirawat di galangan kapal sehingga industri galangan kapal harus maju. Sangat disayangkan industri galangan kapal kita tidak tumbuh dengan baik. Mengapa? Sebab, selama ini ada beberapa faktor fiskal yang sangat memberatkan. Contohnya, jika kita impor komponen, akan dikenai pajak 10 persen dan bea masuk komponen sebesar 5-12 persen. Ini yang menjadi salah satu penyebab kapal buatan dalam negeri lebih mahal daripada dengan kapal impor.
Ada berapa banyak galangan kapal di Indonesia?
Saat ini ada 250 galangan kapal di Indonesia. Total kapasitasnya 1,2 juta ton bobot mati per tahun, tetapi tingkat utilisasi masih sekitar 60 persen. Kemampuan galangan kapal kita juga tidak bisa diremehkan. Sudah banyak jenis kapal yang bisa dibuat oleh Indonesia. Ada kapal tunda (tug boat), tongkang, kapal lepas pantai, dan sebagainya. Kita sudah bisa membuat kapal 30.000 ton bobot mati atau kapal dengan panjang 170-200 meter. Yang diperlukan adalah dukungan dan kesempatan dari pemerintah.
Dukungan apa yang dibutuhkan galangan kapal?
Seharusnya pemerintah bisa melihat ketika Batam (Kepulauan Riau) dijadikan kawasan berikat yang tidak mengenakan pajak apa pun, pertumbuhan kapal di Batam sangat tinggi. Saat ini, dalam waktu 15 tahun, jumlahnya mencapai 104 galangan, dengan tenaga kerja 100.000 orang. Ini contoh sukses pengenaan bea masuk nol persen. Seharusnya fasilitas fiskal seperti ini bisa direplikasi di tempat lain atau setiap industri galangan kapal dibebaskan saja pajak dan bea masuknya. Menurut kami, dengan dihapuskannya pajak dan cukai, pendapatan negara yang akan hilang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan devisa yang terkuras untuk mengimpor kapal asing.
Bukankah galangan kapal Anda juga mendapatkan fasilitas itu?
Betul. Galangan kapal kami adalah satu-satunya yang mendapat fasilitas berikat di Pontianak (Kalimantan Barat). Kami berharap apa yang kami alami ini juga dialami galangan-galangan lain. Seperti di Batam yang kawasan berikat, mereka bisa mendapatkan produk yang kompetitif. Saat kebutuhan kapal sangat tinggi di Indonesia, kami ingin agar fasilitas bebas bea dan pajak dihapuskan di Indonesia sampai industri komponen berkembang baik. Hakikat dari pengenaan bea masuk, kan, untuk melindungi produk dalam negeri. Jika produk dalam negeri sudah bagus, barang impor harus dikenai bea masuk. Saat ini yang dilindungi belum ada, jadi kami meminta agar bea masuk komponen kapal bisa dibebaskan pajak.
Apakah kapal yang dihasilkan galangan Anda diekspor ke luar negeri?
Ya, kami mendapat banyak pesanan dari Singapura. Setelah menjadi kawasan berikat, kapal-kapal kami bisa dibuat dengan biaya yang lebih kompetitif dan bersaing dengan Malaysia. Kami juga diuntungkan karena lebih akuntabel. Inventori kami selalu dimonitor Bea Cukai. Kami jadi belajar untuk lebih transparan dan lebih rapi administrasinya. Kami juga mendapat pesanan pekerjaan dari galangan kapal asal Belanda, Damen Shipyard Gorinchem. Damen adalah perusahaan galangan kapal dari Belanda yang usianya sudah lebih dari 100 tahun. Bahkan, kapal-kapal perang Indonesia ada yang dirancang dan dibangun oleh Damen di PT PAL. Mereka luar biasa untuk kualitas dan pengalamannya.
Kerja sama teknik ini bukan hal mudah karena pada tahap awal kami harus membuktikan bahwa kami mampu. Jika tidak, mereka tidak akan mempercayakan pekerjaan kepada kami. Untuk menumbuhkan kepercayaan itu, pada 2008 kami membeli paket bahan baku dari Damen. Mereka yang menyediakan segala bahan untuk membuat kapal, lalu kami yang merangkai. Kalau kami tidak berhasil membangun kapal itu, kami yang menanggung kerugiannya. Waktu itu kami membuat kapal penumpang cepat. Ternyata kami berhasil membangun kapal itu sesuai kualitas dan spesifikasi yang mereka inginkan. Kapal yang terakhir kami buat adalah kapal keruk Barito Equator yang diluncurkan dua bulan lalu. Itu adalah kapal ketujuh yang kami buat untuk Damen.
Bagaimana bisa terjun di industri ini?
Steadfast Marine saat ini usianya sudah 10 tahun. Semula kami memiliki perusahaan pelayaran, PT Logindo Samudramakmur Tbk yang memiliki dan menyewakan kapal. Setelah 10 tahun beroperasi, kebutuhan kapal terus bertambah. Dulu kami selalu impor kapal. Sampai suatu saat, kami berpikir, kenapa tidak membangun kapal sendiri saja? Sejak 2005, kami mulai membangun kapal tunda, landing craft tank, dan sebagainya. Lalu pada 2007-2008 mendapat pesanan kapal dari Singapura.
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/07/06/Berjaya-di-Negara-Maritim
-
- Log in to post comments
- 259 reads