BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Belajar 8 Jam Sehari Tak Cocok untuk Semua Sekolah, Ini Alasannya!

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar dan pemerhati pendidikan menyoroti rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) yang segera menerapkan kebijakan 8 jam belajar dengan lima hari sekolah untuk tahun ajaran 2017/2018 mendatang. Uji coba penerapan kebijakan ini masih dipertanyakan.

"Ada beberapa akibat yang akan timbul dari penerapan kebijakan ini. Pertama, pendidikan dengan model madrasah ini akan gulung tikar," ujar Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, Selasa (13/6/2017).

Padahal, lanjut Rento, keberadaan madrasah masih sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat. Model madrasah sudah berlangsung lama dan dikelola secara mandiri dan sukarela oleh masyarakat itu sendiri.

Akibat kedua, menurut Retno, akan banyak pengajar yang selama ini mendidik siswa dengan ikhlas dan tanpa pamrih akan kehilangan ladang pengabdiannya.

"Ini akan sangat menyedihkan dan akan menjadi sebuah catatan kelam bagi dunia pendidikan Islam di negeri yang berdasarkan Pancasila," ujarnya.

Retno menambahkan, bahwa kebijakan penambahan jam belajar siswa menjadi 8 jam sehari sebaiknya tidak diberlakukan untuk semua sekolah. Harus ada kriteria tertentu pada sekolah yang bisa menerapkan metode tersebut.

"Misalnya sekolah yang memiliki sarana pendukung untuk terciptanya sebuah proses pendidikan yang baik, seperti sarana beribadah, olahraga, laboratorium, tempat bermain dan istirahat yang nyaman bagi pelajar, serta kantin yang sehat dan layak. Faktor lain tidak kalah penting adalah tersedianya jumlah pengajar yang cukup," kata Retno.

Dia mengatakan, jika fasilitas-fasilitas itu tidak bisa terpenuhi, maka kebijakan Mendikbud Muhadjir Effendy akan tidak dapat berjalan dengan baik. Sebaliknya, menurut Retno, justru yang terjadi adalah anak didik akan menjadi jemu dan stres.

"Anak-anak juga akan kelelahan, kesehatan fisik juga akan menurun, apalagi jika tidak ditopang oleh makan siang yang sehat dan bergizi saat di sekolah. Kebijakan pendidikan semestinya mempertimbangkan hak-hak anak dan kepentingan anak," ucapnya.

Sementara itu, menurut Ahmad Rizali, pemerhati pendidikan dari Ikatan Guru Indonesia (IGI), gagasan 8 jam belajar sehari memang ide yang bagus untuk memberi keaktifan kepada anak didik. Hanya, menurut Rizali, Mendikbud hanya merujuk pada praktek di sekolah tertentu yang tidak mewakili sekolah-sekolah di Indonesia pada umumnya.

"Anak kaum pekerja jam 8 sampai jam 5 sore memang sangat terbantu, tetapi ceruk ini jelas lebih kecil dari jenis anak-anak yang orang tuanya memiliki pekerja lain," kata Rizali.

Rizali mengkritisi bahwa kebijakan tersebut hanya memindahkan tanggung jawab para orang tua kepada guru. Di sisi lain, kompetensi guru di Indonesia secara umum masih kurang dan tidak merata.

"Yang terbaik, uji cobakan dulu di sekolah-sekolah di kota kecil, sekolah kecil dan perdesaan. Itu sudah dilakukan belum?" kata Rizali.

Seperti diberitakan Senin (12/6/2017) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy akan segera menerapkan kebijakan 8 jam belajar dengan lima hari sekolah di tahun ajaran 2017/2018.

Kebijakan itu merupakan implementasi dari program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang menitik beratkan lima nilai utama, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas.

"Peraturan terkait hal tersebut segera diterbitkan dan segera kita sosialisasikan," ujar Muhadjir di kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (12/6/2017).

Dia menjelaskan bahwa penguatan karakter tersebut tidak berarti siswa akan belajar selama delapan jam di kelas. Namun, siswa akan didorong melakukan aktivitas yang menumbuhkan budi pekerti serta keterampilan abad 21.

Tak hanya di sekolah, lingkungan seperti surau, masjid, gereja, pura, lapangan sepak bola, musium, taman budaya, sanggar seni, dan tempat-tempat lainnya dapat menjadi sumber belajar.

 

Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2017/06/13/13560631/belajar.8.jam.sehari.tak.cocok.untuk.semua.sekolah.ini.alasannya.

Related-Area: