BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

20 Provinsi Alami Krisis Listrik Setiap Tahun

Sumber Energi
20 Provinsi Alami Krisis Listrik Setiap Tahun

MANADO, KOMPAS — Dua puluh provinsi di Tanah Air setiap tahun mengalami krisis energi listrik. Di samping listrik, sejumlah daerah perbatasan dan terpencil juga selalu mengalami krisis bahan bakar minyak.

Krisis energi listrik dan BBM mengemuka dalam pertemuan anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Sonny Keraf, dengan Gubernur Sulawesi Utara SH Sarundajang, PT PLN Suluttenggo, dan Pertamina Cabang Manado, Senin (17/11), di Manado.

Asisten Bidang Ekonomi Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Sanny Parengkuan, mengutip pernyataan Sonny Keraf, mengatakan, listrik dan BBM merupakan komponen utama penggerak pembangunan di daerah.

Menurut Sonny, krisis energi bertahun-tahun menjadi persoalan krusial bangsa ini yang mesti dicarikan solusinya yang tepat, terutama di bidang perizinan investasi. Oleh karena itu, delapan anggota DEN turun ke daerah- daerah untuk mengidentifikasi persoalan krisis energi.

Nanang dari DEN menyebut, pihaknya telah mengidentifikasi 20 provinsi yang mengalami krisis listrik dan BBM setiap tahun.

Sarundajang mengemukakan, krisis energi listrik dan BBM sangat mengganggu pembangunan di daerahnya. Banyak proyek swasta di daerahnya terkendala ketersediaan pasokan listrik. Padahal, Sulut memiliki potensi sumber daya alam untuk memperoleh energi listrik besar.

Potensi listrik Sulut, ujar Sarundajang, diperoleh dari potensi panas bumi, air, dan arus laut. Dari panas bumi saja dapat dipasok ratusan megawatt listrik ramah lingkungan. Namun, pembangunan pembangkit listrik panas bumi oleh Pertamina selama 20 tahun baru dapat menyuplai 80 megawatt listrik, sangat kecil dibandingkan potensi dimiliki.

Tak perlu heran jika setiap tahun dalam periode tertentu Sulut mengalami krisis listrik, diikuti pemadaman bergilir.

Sarundajang mengatakan, krisis BBM juga selalu dialami warga perbatasan di Kabupaten Sangihe, Kabupaten Talaud, dan Sitaro. Krisis BBM setiap waktu di daerah perbatasan menunjukkan ketidakadilan dalam pembangunan.

Menurut dia, ketidakadilan terjadi karena masyarakat perbatasan yang miskin harus membeli bensin Rp 10.000 per liter, sedangkan orang kaya di Jakarta membeli bensin Rp 6.500.

Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bukan persoalan bagi masyarakat, tetapi perlu ada ketersediaan bensin dan solar untuk melaut. Karena itu, mengatasi ketersediaan energi perlu kemudahan bagi swasta melakukan investasi di bidang kelistrikan. Untuk mengatasi krisis BBM di perbatasan, dibangun depo Pertamina di ibu kota kabupaten. (ZAL)



Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010159413

Related-Area: