BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Diskusi Kelompok Terfokus Program KONEKSI di Papua Barat

Pada tanggal 26 Agustus 2024 dilaksanakan diskusi kelompok terfokus (FGD) di Kota Manokwari Provinsi Papua Barat dan sekaligus menjadi provinsi terakhir dilaksanakannya FGD oleh BaKTI bekerjasama dengan program KONEKSI. Sebelumnya kegiatan serupa telah dilaksanakan di 8 provinsi yakni di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur dan terakhir di Sulawesi Utara.

FGD yang berlangsung di Hotel Swissbell Manokwari ini dihadiri sebanyak 47 peserta yang terdiri dari 22 peserta perempuan dan 25 peserta laki-laki. Mereka merupakan para peneliti yang datang dari beberapa universitas dan lembaga seperti UNIPA, UNIMUDA Sorong, STKIP Papua Barat, Bappelitbangda Provinsi Papua Barat, WRI dan Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC). Selain peneliti hadir pula perwakilan dari DFAT Australia, KONEKSI dan tentunya Yayasan BaKTI.

FGD sekaligus sosialisasi ini bertujuan untuk memperkenalkan program KONEKSI, membentuk jaringan peneliti Papua Barat serta untuk mendengarkan cerita dan pengalaman peneliti-peneliti Papua Barat terkait 4 tema besar yakni isu strategis yang dihadapi di Provinsi Papua Barat dan menjadi tema penelitian peneliti, Bagaimana Perspektif GEDSI (Gender Equality Disability and Social Inclusion) diterapkan dalam penelitian, Pengalaman dan tantangan peneliti dalam melakukan penelitian kolaboratif serta tema mengenai jaringan peneliti dan platform berjejaring bagi peneliti. FGD dilaksanakan dalam bingkai program Pengembangan Jaringan Peneliti Indonesia Timur kerjasama BaKTI dan KONEKSI.

Dalam sambutannya di awal kegiatan, ibu Ria Arief (Head of Unit Knowledge to Policy, Development Cooperation DFAT Australia) menyampaikan apresiasi atas antusiasme peneliti yang hadir. Ia menyampaikan bahwa melalui diskusi ini diharapkan DFAT dapat memperoleh masukan yang relevan terkait isu-isu strategis yang yang sedang dihadapi di Papua Barat.

Peserta diskusi kemudian dibagi dalam 5 kelompok yang masing-masing difasilitasi oleh satu orang lead fasilitator dan co-fasilitator. Mereka membahas isu strategis yang dihadapi di Papua Barat dan menjadi objek penelitian peneliti beberapa isu diutarakan oleh masing-masing perwakilan kelompok diantaranya adalah terkait isu keanekaragaman pangan yang kian terbatas, isu literasi dan numerasi yang masih rendah, penerapan undang-undang Otsus yang masih belum optimal, elektrifikasi yang masih belum merata, stunting dan gizi ibu hamil, Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), Pemanfaatan serta penataan potensi-potensi pembangunan pada setiap Daerah Otonom Baru (DOB) dan beberapa isu strategis lainnya.

Terkait isu elektrifikasi yang belum merata, Bapak Lion F Marini-Peneliti dari UNIPA- mengungkapkan bahwa dukungan infrastruktur yang minim, terutama di wilayah pesisir dan kepulauan, mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat, baik dalam sektor pariwisata alam, budaya, maupun religi. Hal ini terutama dirasakan oleh masyarakat pesisir yang sangat bergantung pada listrik sebagai sarana penting dalam bekerja. Jaringan PLTD di wilayah perkotaan masih dapat menjangkau masyarakat, namun di daerah kepulauan dan pesisir, aksesnya sangat sulit. Penggunaan alternatif selain PLTD juga tidak mudah, karena masih bergantung pada solar yang sulit diperoleh karena pasokannya berasal dari kota. Program-program PLN seperti Papua Terang, panel surya, dan Lampu Hemat Energi terbukti kurang efektif. Kurangnya elektrifikasi ini berdampak besar pada perekonomian masyarakat pesisir. Sebagai contoh, hasil tangkapan ikan di daerah Roswar sebenarnya cukup melimpah, namun tidak bisa dipasarkan dengan baik karena memerlukan penyimpanan dengan es atau lemari pendingin yang membutuhkan pasokan listrik yang stabil.

Perspektif GEDSI menjadi tema kedua yang dibahas dalam diskusi. Dari diskusi diketahui bahwa perseptif ini walau sudah diterapkan dalam penelitian tapi masih terbatas pada aspek pelibatan laki-laki dan perempuan baik dalam perencanaan maupun implementasi. Namun terkait aspek disabilitas masih belum diaplikasikan. Hal ini karena masih terbatasnya juga pemahaman terkait perspektif ini sehingga dirasa perlu peningkatan kapasitas bagi peneliti untuk lebih memahami GEDSI dan penerapannya dalam penelitian. Menurut Ibu Fitri Arniati, Peneliti dari UNIMUDA Sorong, tantangan yang dihadapi dalam penerapan perspektif GEDSI khususnya terkait gender adalah terkait dengan budaya patriarki yang masih mendominasi di Papua. Contohnya ketika makan yang harus didahulukan adalah laki-laki, setelah itu baru bisa dilanjutkan kaum perempuan dan anak, bahkan hingga peralatan makan harus dikhususkan untuk kaum pria. Ketika di lapangan saat mengambil data yang diutamakan untuk berbicara pun adalah laki-laki ketimbang perempuan, meskipun sumber data yang banyak dibutuhkan pada saat itu adalah dari perempuan.

Hasil diskusi pun disampaikan oleh perwakilan kelompok melalui presentasi pleno. Informasi yang diperoleh dari cerita serta pengalaman para peneliti selama FGD setengah hari ini akan dijadikan masukan bagi BaKTI dan KONEKSI untuk mendukung pelaksanaan program pengembangan Jaringan Peneliti Indonesia Timur di masa mendatang. Pada akhir diskusi, para peneliti sepakat untuk bergabung dalam Jaringan Peneliti Papua Barat serta membuat platform komunikasi melalui grup WhatsApp, agar tetap dapat berhubungan dan bertukar informasi.

Program Pengembangan Jaringan Peneliti Indonesia Timur Kerjasama BaKTI dan KONEKSI ingin mendorong peneliti di Indonesia Timur untuk berkolaborasi dan berjejaring, termasuk mendorong kemitraan regional, nasional dan internasional secara inklusif dan berkelanjutan guna berperan aktif dalam proses pembangunan berbasis pengetahuan. Wilayah kerja program ini adalah 9 Provinsi di wilayah timur Indonesia yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua dan Papua Barat.