Mataram – Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan daerah yang mulai menjadi perhatian negara luar. Hanya saja, harumnya nama itu tidak diiringi pembangunan infrastruktur secara merata oleh pemerintah pusat. Alasan itulah yang membuat para anggota DPRD NTB, terutama perwakilan Pulau Sumbawa terpaksa bersikap garang di sejumlah kementerian di Jakarta.
“Kita tidak boleh terus berdiam diri kalau urusan dengan pemerataan pembangunan. Nah, saat kunjungan kerja ke Kemenhub, kami paparkan persoalan infrastruktur satu persatu yang ada di NTB,” ungkap politisi PAN di DPRD NTB, Burhanudin Jafar Salam, Jumat (7/7).
Politisi yang biasa dipanggil BJS ini mengatakan, saat di Kemenhub pihaknya melayangkan protes keras terkait adanya pembangunan infrastruktur di NTB yang terkesan tumpang tindih, khususnya di Pulau Sumbawa.
Hal itu dibuktikan dengan kerap terjadinya kerusakan dermaga Poto Tano. Kerusakan ini berdampak terhadap terganggunya kelancaran arus penyebarangan antar dua pulau di NTB, dimana berimbas pada antrean panjang kendaraan di pelabuhan seperti yang terjadi saat ini.
“Kami sempat minta kepada Kemenhub agar ada penambahan dermaga standar di Pelabuhan Poto Tano dan Kayangan,” katanya.
Dia juga menyinggung angka belanja pembangunan Bandara Internasional Lombok (BIL) dengan perbandingan pembangunan dua bandara di Pulau Sumbawa. Selain itu, perbedaan anggaran pembangunan pelabuhan lembar yang diwacanakan akan menjadi pelabuhan laut Internasional, dengan di Bima dan Badas.
“Yang jelas kami tidak ingin ada ketimpangan dan ketidakadilan di NTB, terutama persoalan pembangunan infratsruktur perhubungan. Masalah protes dan teriakan kami, akan terus dilakukan hingga rasa keadilan dan perimbangan itu bisa terwujud,” cetusnya.
Listrik padam delapan jam sehari
Suara lantang juga tercetus dari politisi PPP NTB, Nurdin Ranggabrani. Selain ke Kemenhub, beberapa waktu lalu dirinya mendatangi Kementrian ESDM dan PLN guna menyampaikan protes terkait pelayanan listrik antara Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok. Terdapat perbedaan perlakuan yang terkesan sangat tidak adil.
Di Lombok, kata Nurdin, pemadaman terjadi hanya dua jam dalam sebulan. Sementara di Pulau Sumbawa, hampir setiap hari listrik padam dengan durasi yang cukup lama, dari enam sampai delapan jam. “Bagi kami, ini masalah harus segera disikapi dan dikomunikasikan untuk ditindaklanjuti,” tegasnya.(prm)
- Log in to post comments
- 160 reads