“Saya masih percaya bahwa kedisiplinan dalam bentuk kekerasan fisik tidak selamanya merugikan siswa. Buktinya, beberapa siswa saya yang sudah berhasil, kembali menemui saya dan mengucapkan terima kasih atas apa yang telah saya berikan kepada mereka”. (kutipan).
Kalimat di atas adalah salah satu pernyataan yang diberikan oleh guru dalam pelatihan guru SMP mengenai bagaimana memahami dan mengatasi perilaku bullying di sekolah. Menarik untuk disimak bagaimana persepsi yang dimiliki oleh guru mengenai perilaku yang dapat dan tidak dapat diterima di lingkungan sekolah. Standar perilaku ini akan memberikan dampak terhadap bagaimana Guru memberikan respon terhadap perilaku-perilaku siswa yang ada di sekolah.
Sebagai bagian dari kegiatan penelitian pencegahan bullying, yang dilakukan oleh Yayasan Indonesia Mengabdi (YIM) bekerjasama dengan UNICEF, kami juga melakukan kegiatan pelatihan guru mengenai bullying pada bulan April lalu. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada guru mengenai jenis perilaku yang masuk kategori bullying yang dapat terjadi di lingkungan sekolah maupun di kelas. Diharapkan, melalui pelatihan ini, guru menjadi lebih tanggap dan peka dalam mengamati perilaku siswa di sekolah, terutama yang termasuk dalam kategori bullying.
Pelatihan diawali dengan bertanya kepada peserta apa yang mereka pahami tentang bullying. Peserta dikelompokkan laki-laki dan perempuan lalu diminta menuliskan di kertas plano apa itu bullying. Hasil diskusi memperlihatkan bahwa menurut guru, bullying adalah semua perilaku yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh siswa, di antaranya: melakukan kekerasan fisik, meledek, dan memanggil dengan panggilan yang tidak menyenangkan. Hasil diskusi ini ternyata memberikan peluang kepada guru untuk merefleksikan perilaku-perilaku siswa yang terjadi di sekolahnya. Diskusi juga berkembang mengenai bagaimana perilaku mereka sebagai guru terhadap siswanya, dan juga terhadap rekannya sesama guru. Hal yang selama ini jarang dilakukan, dan dianggap sebagai bagian dari kebiasaan-kebiasaan saja di sekolah.
Apa itu Bullying?
Peserta selanjutnya diberikan pemahaman mengenai apa itu bullying. Ada 3 hal pokok yang disampaikan mengenai bullying ini, yaitu (1) bullying merupakan perilaku agresif yang tidak diinginkan; (2) bullying terjadi karena adanya ketidakseimbangan kekuatan/kekuasaan antara pelaku bully dan yang dibully; dan (3) dilakukan berulang-ulang, bahkan berpotensi dilakukan secara terus menerus. Dengan demikian, jika seorang guru menemukan perilaku siswa yang agresif dan tidak diinginkan, maka dia masih harus mencari tahu apakah perilaku tersebut dilakukan secara berulang-ulang, dan terjadi karena adanya perbedaan kekuatan/kekuasaan antara siswa. Jika tidak, maka perilaku siswa tersebut belum temasuk dalam perilaku bully.
Jenis-jenis Bullying
Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai bullying ini, pelatihan ini juga menginformasikan mengenai jenis-jenis bullying. Secara umum, bullying terbagi atas 4 macam, yaitu (1) bullying verbal; (2) bullying sosial atau relasional; (3) bullying fisik dan (4) cyberbullying. Pengenalan tentang jenis-jenis bullying ini perlu dilakukan agar guru memahami bahwa perilaku bullying bukan hanya lewat kata-kata (verbal) dan fisik saja. Tindakan agresif dan tidak diinginkan bisa saja dilakukan dalam bentuk perilaku sosial seperti mengucilkan, dan melalui sosial media atau media elektronik lainnya. Tingginya penggunaan media sosial di kalangan anak-anak remaja di Indonesia, membuat terbukanya peluang terjadi bullying melalui postingan-postingan ataupun komentar-koemntar negatif yang dilakukan secara terus menerus.
Siapa Siswa yang Rentan Dibully?
Ketika guru ditanya siapa-siapa saja siswa yang biasanya diganggu oleh teman-temannya, guru-guru merespon bahwa siswa yang biasanya diganggu adalah mereka yang pendiam, atau memiliki kekurangan. Kekurangan ini baik dari fisik, maupun dari kemampuan lainnya, seperti kemampuan berbicara ataupun kemampuan akademik. Informasi tambahan kami sampaikan bahwa siswa juga rentang dibully karena perbedaan suku, etnis, dan/ atau agama, juga karena kondisi sosial dan ekonomi keluarganya. Informasi ini penting untuk diketahui oleh guru untuk memberikan pemahaman ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa rentan untuk dibully.
Gambar 1. Guru Berdiskusi Mengenai Keadaan Sekolahnya Saat Ini (Sumber: Dokumentasi YIM, 2017)
Siapa Siswa yang biasanya Melakukan Bully?
Hasil refleksi guru memperlihatkan bahwa siswa yang biasanya melakukan bully adalah mereka yang merasa lebih kuat dibandingkan siswa lainnya, dan biasanya yang memang sering mengalami masalah di sekolah. Guru menceritakan bahwa yang mereka temukan, siswa yang sering mengganggu siswa lainnya biasanya orang yang sama. Salah seorang guru menceritakan bahwa siswa yang bermasalah di sekolah biasanya adalah siswa yang juga bermasalah di rumahnya. Hal ini menjadi salah satu isu yang menarik dalam pelatihan. Hasil penelitian mengenai bully memperlihatkan bahwa anak yang dibesarkan dengan kekerasan, akan melakukan hal yang sama ketika ia tumbuh. Menurut guru, salah satu tantangan bagi mereka adalah bagaimana mendidik anak-anak yang berasal dari lingkungan sosial yang memiliki nilai-nilai yang berbeda dengan yang diajarkan di sekolah. Perbedaan nilai ini, membentuk perilaku siswa yang mereka bawa ke sekolah. Misalnya, cara mereka berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Apa yang diajarkan di sekolah, ternyata berbeda dengan apa yang siswa alami di rumah, dan di luar sekolah. Salah satu rekomendasi penting menurut guru adalah perlunya orang tua juga dilibatkan dalam pelatihan-pelatihan mengenai mendidik dan membangun komunikasi dengan anak.
Role Play, Bermain Peran
Di sesi akhir pelatihan, guru diminta untuk mendesain drama sederhana mengenai perilaku bully di sekolah dan bagaimana mengatasi perilaku tersebut. Dalam satu kelompok, ada guru yang berperan sebagai siswa yang membully, siswa yang dibully, pengamat, dan guru. Sesi role play ini memperlihatkan bahwa guru masih memerlukan pelatihan dan penguatan terutama yang sifatnya praktis mengenai bagaimana merespon jika menemukan perilaku bully di sekolah. Guru masih memerlukan pelatihan tentang tindakan apa yang harus dilakukan kepada siswa yang melakukan bully, dan tindakan apa yang perlu dilakukan kepada siswa yang dibully, termasuk pemberian disiplin positif.
Gambar 2. Guru Memerankan Diri Menjadi Siswa (Sumber: Dokumentasi YIM, 2017)
Guru sebagai agen pendidik penting untuk memberikan contoh perilaku positif kepada siswa termasuk bagaimana menangani kasus bullying / kekerasan di sekolah tanpa kekerasan. Penguatan ini penting untuk menciptakan anak-anak yang tidak mempraktikkan ataupun terkena dampak dari kekerasan itu sendiri.
Refleksi
Pelatihan mengenai bullying ini masih sangat jarang dilakukan di sekolah. Selama ini, pelatihan-pelatihan yang diberikan ke guru umumnya fokus pada aspek akademik dan pengajaran. Misalnya, bagaimana membuat RPP, bagaimana mengajar, memilih media yang sesuai, dan bagaimana melakukan penilaian. Padahal, misi utama pendidikan bukan hanya pada aspek kognitif / pengetahuan saja. Pendidikan termasuk di dalamnya adalah mengajarkan sikap dan perilaku yang positif di lingkungan sekolah. Siswa hanya bisa belajar dengan baik jika dia berada dalam lingkungan sekolah yang menyenangkan dan ramah. Dan hal ini hanya bisa terjadi jika seluruh warga sekolah, baik itu kepala sekolah, guru, pegawai sekolah, dan juga siswa, membangun perilaku positif yang saling menghargai satu sama lain sehingga seluruh warga sekolah merasa nyaman ketika berada di sekolah. Pelatihan-pelatihan sejenis perlu lebih sering dilakukan sebagai bagian dari agenda sekolah dan stakeholder terkait, Karena sekolah merupakan taman belajar bagi siswa, yang seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan untuk mengembangkan potensi mereka.
Disempurnakan Oleh: Derry Fahrizal
- Log in to post comments
- 622 reads