Saat Sulawesi Selatan bergerak memicu desa-desanya untuk mendeklarasikan diri sebagai Desa Open Defecation Free (ODF), Desa Timbanuh telah mendeklarasikan diri sebagai desa STBM, yang tidak hanya 100% mengakses jamban, melainkan juga telah 100% untuk 4 (empat) pilar lain dari STBM. Keberhasilan tersebut bisa diraih, salah satunya karena adanya gerakan BERLIAN.
“Maaf pak, sebelum kita lanjut diskusi, bisakah dijelaskan apa itu 5 (lima) pilar? Saya tidak tahu jika STBM memiliki pilar. Mungkin ada kader yang bisa menjawab?,” demikian Luna Vidya yang menjadi moderator pagi itu, mengantar diskusi antara anggota Pokja AMPL SulSel dan Aparatur Desa, Puskesmas, serta Kader desa Timbanuh, yang menjadi desa lokasi kunjungan study visit di tanggal 25 Oktober 2016.
STBM adalah singkatan dari Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang resmi menjadi program nasional sejak tahun 2008. Program ini memiliki 5 (lima) pilar, yaitu Stop Buang Air Besar Sembarang, Cuci Tangan Pakai Sabun, Pengelolaan Air Minum, Pengelolaan Sampah, serta Limbah.
Sudah tepat kiranya, jika Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) memilih Desa Timbanuh Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur sebagai lokasi untuk belajar pengelolaan program STBM. Hal ini mengingat dari 3024 desa di Sulawesi Selatan, belum ada satupun desa yang mencapai predikat desa STBM. Study visit diikuti oleh 15 orang, yang terdiri atas unsur Pokja AMPL Sulawesi Selatan dari Bappeda dan Dinas Pendidikan, Pokja AMPL Kab. Takalar dan Barru, Fasilitator kelembagaan Provinsi dan Kabupaten, serta staff BaKTI.
Kepala Desa Timbanuh, Muh. Ilham, menyatakan bahwa untuk mencapai desa STBM, beliau bersama warga masyarakat melaksanakan gerakan Berlian (Bersih Lingkungan). Gerakan ini berupa gerakan memungut sampah bersama di sekitar lingkungan tempat tinggal pada tanggal 5 di setiap bulannya. Gerakan ini telah berlangsung sejak tahun 2013.
Muh. Ilham menambahkan pula, bahwa selain memungut sampah, pilar lainnya ikut didorong. Di tiap rumah, disediakan cincin beton sebagai tempat mengumpulkan sampah. Hanya saja, pengelolaan sampah mereka, masih sebatas dengan cara dibakar.
Dukungan lain yang ikut berkontribusi pada gerakan BERLIAN ini adalah adanya pemicuan oleh kader desa, penggalangan dana yang berasal dari penarikan biaya pengurusan dokumen tertentu di kantor desa, pendampingan arisan jamban dari LSM dan pengalokasian honor kader dalam APBDes.
Seorang peserta study visit, Yustiana Usman, menanyakan kepada narasumber yang berasal dari Pokja AMPL Kabupaten Lombok Timur yang berasal dari PMD, tentang bagaimana mempertahankan posisi Desa Timbanuh sebagai desa STBM. Kepala Seksi PMD Kecamatan Pringgasela menjawab bahwa saat ini Pemerintah Kabupaten telah menyediakan payung hokum, berupa regulasi yang mengikat semua desa untuk menganggarkan STB dalam APBDes. Beliau melanjutkan bahwa apabila diketahui ada desa yang tidak menganggarkan STBM, maka APBDesnya akan dikembalikan untuk diperbaiki kembali.
Kepala Puskesmas Pringgasela, Munggah, yang memiliki wilayah kerja sebanyak 10 desa ini juga menjelaskan bagaimana memastikan keberlanjutan status desa STBM. Menurut beliau, setiap desa memiliki cara sendiri-sendiri dalam mencapai target desa STBM. Jika Desa Timbanuh memilih gerakan BERLIAN, maka Puskesmas memilih gerakan Prisai (Pringgasela Sehat). Pada gerakan ini, tiap sanitarian diwajibkan untuk melakukan pendataan pilar 1-5 tiap bulan. Selain itu, promosi pemilihan sampah, sosialisasi ke bidan desa, juga memastikan keberlanjutan predikat desa STBM bagi desa-desa yang telah ber-STBM. Meski Desa Timbanuh telah mendeklarasikan diri sebagai desa STBM di tahun 2015, namun gerakan BERLIAN dan PRISAI tetap digaungkan hingga November 2016 ini.
- Log in to post comments
- 336 reads