HARI BHAKTI ADHYAKSA
Reformasi Internal Menjadi Kunci
23 Juli 2015
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki usia ke-55, kejaksaan terus dituntut menjadi institusi penegak hukum yang bersih dan tepercaya. Publik berharap adanya penegakan hukum yang berpihak kepada masyarakat, memenuhi rasa keadilan, serta mendukung pembangunan nasional. Untuk menjawab hal itu, kejaksaan harus melakukan reformasi internal.
"Reformasi internal harus segera dilakukan dari hulu hingga hilir sehingga menghasilkan aparat hukum yang bersih di tiap tingkatan. Hukum akan baik jika di tangan penegak hukum yang baik," kata Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Bhakti Adhyaksa di Lapangan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (22/7).
Hadir dalam acara ini, antara lain, Ketua MPR Zulkifli Hasan, sejumlah menteri Kabinet Kerja, para mantan jaksa agung, Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji, dan Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso. Sekitar 1.500 jaksa juga hadir dalam acara ini.
Reformasi internal di kejaksaan, menurut Presiden, harus dimulai dari pembenahan integritas dan kompetensi jaksa. Dengan demikian, jaksa dapat menjadi aparat penegak hukum yang kompeten, kritis, dan tidak terikat dengan kepentingan tertentu saat menangani perkara. Hal ini dibutuhkan karena kejaksaan harus jadi garda terdepan dalam penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi.
"Masyarakat tidak mau lagi mendengar ada penegak hukum yang memeras, memperdagangkan perkara, bahkan menjadikan tersangka sebagai sumber uang. Jika perubahan melalui reformasi internal berhasil, kepercayaan publik pasti akan meningkat dan sosok jaksa akan dipandang bermartabat," tutur Presiden.
Pengawasan
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, unit pengawasan menjadi tulang punggung untuk mempercepat reformasi internal dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kejaksaan. Ini membuat tanggung jawab pengawasan menjadi kewajiban semua pejabat struktural.
"Pengawasan melekat harus digalakkan. Jaksa Agung Muda Pengawasan melakukan monitor, memantau sepak terjang dan kinerja jaksa di seluruh Indonesia," ucap Prasetyo.
Sebanyak 105 jaksa telah diberhentikan selama 2012-2014. Tindakan indisipliner menjadi mayoritas bentuk pelanggaran yang dilakukan jaksa, kemudian penggunaan narkoba, penggelapan, dan korupsi (Kompas, 21/4).
Sinergi
content
Saat ini, sinergi antarinstansi penegak hukum juga menjadi kebutuhan, khususnya dalam pemberantasan korupsi. Sinergi ini tak cukup hanya dilakukan kejaksaan dengan KPK dan kepolisian, tetapi juga institusi lain, seperti kantor pajak, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, serta Badan Pemeriksa Keuangan.
Indriyanto menuturkan, kerja sama KPK dengan instansi penegak hukum, terutama kejaksaan, selalu berjalan dengan baik. "Jika ada kendala teknis di lapangan terkait penanganan perkara di kejaksaan, KPK biasanya menempatkan personelnya untuk memberikan masukan. Langkah ini sudah berjalan serta dapat mengurai kendala tersebut," ujarnya.
Pelaksana Tugas Jaksa Agung Muda Pengawasan Jasman Panjaitan mengatakan, kejaksaan juga perlu bersinergi dengan Komisi Kejaksaan. Komisi itu perlu dilibatkan untuk promosi jaksa agung muda, kepala kejaksaan tinggi, dan kepala kejaksaan negeri. Komisi Kejaksaan juga harus dilibatkan untuk membantu reformasi internal.
"Komisi Kejaksaan perlu dikuatkan karena dapat berperan dalam upaya reformasi internal melalui langkah perubahan pola pikir jaksa yang masih berorientasi uang," ujar Jasman.
Menurut dia, ada 1.033 pengaduan sepanjang 2014 yang dapat diselesaikan. Laporan itu, antara lain, terkait jaksa dan petugas tata usaha yang menggelapkan sejumlah uang,
Dalam laporan tahunan Kejaksaan Agung 2014 disebutkan, dua jaksa dan tiga petugas tata usaha kejaksaan diberhentikan tahun itu karena terlibat kasus pidana korupsi dan penggelapan. Mereka antara lain RA, Bendaharawan Khusus Penerima pada Kejaksaan Negeri Lampung, karena tidak menyetorkan uang pengganti dan ongkos perkara sebesar Rp 1,3 miliar.
Bendahara Pengeluaran Kejaksaan Negeri Wamena, FR, juga diberhentikan karena menyelewengkan anggaran kejaksaan tahun 2013 sebesar Rp 3,1 miliar. Ia bekerja sama dengan Kepala Kejaksaan Negeri Wamena, IPS.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri SoE, Lk, yang tidak menyetorkan uang rampasan Rp 665 juta ke kas negara dan melakukan pemerasan Rp 240 juta, juga diberhentikan.
Pemberhentian juga dilakukan terhadap petugas Tata Usaha Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali, INBP, karena tidak menyetorkan barang bukti sebesar Rp 944 juta dan tidak mencairkan barang bukti Rp 840 juta. (IAN)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/07/23/Reformasi-Internal-Menjadi-Kunci
- Log in to post comments
- 118 reads