Oleh Luna Vidya
Kehadiran Program KINERJA USAID di Papua adalah untuk meningkatkan penanganan isu-isu kesehatan ibu dan anak, serta HIV/AIDS dan tuberkulosis serta untuk merangsang permintaan yang lebih besar untuk layanan publik yang lebih baik.
Dalam perjalanan pelaksanaan Program KINERJA-USAID di Papua (2012-2015) ada beberapa inisitiaf yang lahir sebagai respon KINERJA-USAID Papua terhadap komunikasi yang terbangun terutama dengan Dinas Kesehatan Papua, Multi Stakeholder Forum (MSF) –semacam “Dewan Kesehatan” berbasis Puskesmas dan Bappeda. Beberapa dari inisiatif yang dapat disebut adalah pembuatan Log Book dokter PTT, perluasan sistem layanan penanganan korban kekerasan pada perempuan dan anak berbasis Puskesmas, juga fit and proper test untuk Kepala Puskesmas di Jayawijaya berdasarkan hasil studi kehadiran serta inisiatif pembentukan tim bimbingan teknis terpadu.
Log Book untuk Dokter PTT di Papua
Inisiatif pembuatan log book atau buku log dokter PTT Provinsi Papua berkembang dari keperdulian mengembangkan kualitas manajerial dan kepemimpinan dokter PTT –terutama mereka yang bertugas di pedalaman Papua, sehingga kehadiran mereka bukan sekedar sebagai tenaga kesehatan, tetapi juga seorang manajer dalam Puskesmas di mana mereka di tempatkan.
Buku log dokter PTT Papua berfungsi sebagai jurnal harian seorang dokter PTT tentang kegiatan dari sebuah Puskesmas. Karena diisi oleh seorang dokter, ia menjadi lebih dari sekedar rekam medis. Lewat log book ini, dapat ditelusuri pengalaman persentuhan dokter PTT yang bersangkutan dengan sisi administratif, manajemen juga sisi sosial, selain sisi medis berserta keputusan atau tindakan yang diambil terkait operasional sebuah Puskesmas di Papua. Potensi pembelajaran manajemen secara tidak langsung yang hendak dikembangkan lewat pengisian buku log ini oleh dokter PTT, dirancang sebagai bagian pengembangan kapasitas dan karir sang dokter kemudian. Dalam rancangan jaminan pengembangan karir seorang dokter PTT di Provinsi Papua, buku log menjadi pra syarat pengajuan perpanjangan kontrak dokter PTT di Papua, pelamaran untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil juga sebagai kelengkapan administrasi permintaaan rekomendasi untuk mengikuti pendidikan profesi/ keahlian.
Studi awal dan penyusunan model buku log ini, dilakukan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, yang menjadi salah satu organisasi mitra pelaksana Program KINERJA USAID Papua atas permintaan Dinas Kesehatan Provinsi Papua. Buku Log dokter PTT ini sedang diujicobakan di beberapa Puskesmas dampingan program.
Konseling Korban di Puskesmas
Inisiatif inklusif lain dalam Program KINERJA USAID Papua adalah inisiatif perluasan layanan Puskesmas untuk menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Puskesmas adalah salah satu tempat pertama di mana kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dikenali. Sayangnya, selama ini korban yang teridentifikasi tidak dapat ditolong lebih dari seorang pasien oleh tenaga kesehatan (nakes) di Puskesmas. Artinya, pertolongan yang diterima seorang pengunjung Puskesmas, adalah pertolongan medis sesuai dengan keluhan yang sedang dialami pasien. Jika pun pasien mengakui perlakuan kekerasan yang diterima dan hendak menindaklanjuti dengan pelaporan ke polisi, Puskesmas hanya bisa memberi rujukan ke rumah sakit. Tidak lebih.
Kenapa demikian? Selain karena Puskesmas tidak memiliki payung hukum untuk mengeluarkan dokumen pendukung untuk pelaporan lanjutan ke kepolisian -jika korban menginginkannya, Puskesmas umumnya tidak memiliki sumber daya terlatih untuk melakukan konseling bagi korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KTPA), selain tidak ada kemitraan penanganan korban KTPA dengan unit-unit penanganan korban lain yang ada.
Perluasan pelayanan korban KTPA berbasis Puskesmas, adalah sebuah pilot project yang dikembangkan di Puskesmas Tanjung Ria Kota Jayapura dan di Puskesmas Mapuru Jaya di Kabupaten Mimika untuk mencoba pendekatan alternatif penanganan korban KTPA yang tinggi di Papua. Dalam pendekatan yang diuji-cobakan di dua Puskesmas tersebut, dilakukan kegiatan penguatan kapasitas tenaga kesehatan di Puskesmas yang bersangkutan sebagai konselor. Puskesmas sendiri menyediakan ruang konseling KTPA yang memenuhi syarat minimum sebuah ruang konseling. Selain mengembangkan kapasitas sumber daya dan sarana di Puskesmas, secara paralel, Puskesmas juga difasilitasi untuk menjadi bagian yang terintegrasi dari mekanisme penanganan korban yang dikordinasi oleh Unit P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak) – pada Badan Pemberdayaan Perempuan. Dalam mekanisme ini sistem pelaporan dan dukungan terhadap korban juga diperkuat, bukan hanya dengan unsur-unsur yang sudah ada seperti rumah sakit, kepolisian, unit P2TP2A sendiri, tapi juga dengan melibatkan MSF (Multi Stakeholder Forum) –yang berfungsi seperti ‘dewan kesehatan’ di Puskesmas tersebut. Perluasan sistem rujukan ini, telah meningkatkan jumlah kasus yang ditangani.
Dalam kerjasama dan kordinasi dengan MSF, pemberdayaan sumberdaya untuk peningkatan ekonomi, juga dilakukan terhadap kelompok korban.
Di Kota Jayapura inisiatif ini telah ikut membantu pembentukan SOP bagi Unit P2TP2A kota Jayapura. Selain itu telah terbit SK Walikota mengenai Tim Pendukung Unit P2TP2A Kota Jayapura.
Kata kunci program-program ‘inklusif’ ini pertama terbukanya ruang komunikasi antar pendukung dan penerima manfaat –dalam hal ini layanan kesehatan yang berkualitas, ke dua tumbuhnya atmosfir partisipasi semua pihak, bukan sekedar lintas sektoral, tapi juga melibatkan masyarakat lewat Multi Stakeholder Forum. Komunikasi, Partisipasi ini selayaknya menjadi pemicu lahirnya payung hukum, sehingga dapat menjadi referensi model pengembangan program untuk Papua yang sehat di masa depan. Berkelanjutan.
- Log in to post comments
- 841 reads