BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Revolusi Mental Mendesak

Hari Guru
Revolusi Mental Mendesak

LABUAN BAJO, KOMPAS — Revolusi mental adalah agenda serius terkait pembangunan karakter bangsa. Tujuan utamanya agar bangsa kita benar-benar terbebas dari perbudakan mental. Upaya itu harus dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, dan negara.

Demikian antara lain sari pemikiran yang terungkap dalam seminar sehari di Labuan Bajo, Kota Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Selasa (25/11). Seminar dalam rangkaian peringatan Hari Guru, 25 November, diselenggarakan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Manggarai Barat. Narasumber yang ditampilkan antara lain adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pastoral (Stipas) Ruteng Hubert Muda SVD, Ketua Yayasan Persekolahan Umat Katolik Manggarai Edy Maunori Pr, dan Wakil Bupati Manggarai Barat Maxi Gasa.

Hubert mengemukakan, guru adalah agen kunci revolusi mental. Revolusi itu harus diwujudkan melalui revolusi etos kerja, revolusi mengajar yang inovatif dan kreatif. ”Hal itu juga harus terwujud melalui revolusi birokrasi, termasuk karakter guru,” tutur Hubert yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan Santo Paulus Ruteng.

Ia bahkan menegaskan, revolusi mental itu harus berpengaruh terhadap revolusi budaya pada diri guru. Guru tidak boleh terasing dari budaya setempat. Guru yang berbudaya adalah guru martabat. Artinya, guru yang bekerja di wilayah Manggarai Raya harus mempertahankan identitas budaya yang merupakan peletak dasar pendidikan.

Adapun Edy Maunori berpendapat, proses belajar mengajar di sekolah sebaiknya menekankan pada pendidikan verbal, bukan pendidikan teknik operasional. Siswa harus dibiasakan menganalisis dan mengkritik, bukan hanya menghafal ilmu yang diterimanya. ”Para guru harus membiasakan diri mengajar dan mendidik dengan inovasi kreatif hingga menginspirasi para siswa,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua PGRI Manggarai Barat Felix Beda Tukan menjelaskan, dalam konteks daerahnya, pembangunan karakter bangsa menghadapi beberapa persoalan. Di antaranya guru belum tampil sebagai pendidik dan pelatih bagi anak didiknya. Selain itu, guru miskin teladan, miskin metode pembelajaran, dan miskin media pembelajaran. (ANS)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010323005

Related-Area: