BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Masyarakat Aceh dan Papua Barat Keberatan

tata ruang
Masyarakat Aceh dan Papua Barat Keberatan

Oleh: ich 

JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Peduli Hutan Aceh dan sejumlah organisasi lingkungan di Aceh menyiapkan materi keberatan atas Peraturan Daerah atau Qanun Nomor 19 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh. Perda itu dinilai mengesampingkan keberadaan Kawasan Ekosistem Leuser yang diakui berbagai perundangan.

”Kami dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia beberapa kali bertemu membuat semacam paper agar Perda RTRW Aceh ini dibatalkan atau direvisi,” kata Effendi Isma, juru bicara Koalisi Peduli Hutan Aceh, Selasa (30/9). Menurut rencana, usulan revisi itu akan diberikan pekan depan.

Menurut dia, perda RTRW Aceh tak menyebut Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang diamanatkan sebagai kawasan strategis nasional sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Penyebutan KEL tercantum pada Lampiran X PP No 26/2008.

KEL ditetapkan menjadi kawasan strategis nasional dengan fungsi lindung. Artinya, fungsi KEL harus dilindungi dan dilestarikan. Keberadaannya dioptimalkan guna mengembalikan keseimbangan ekosistem, menjaga kelestarian keanekaragaman hayati, memelihara keunikan alamnya, dan status kawasan strategis nasionalnya berkelanjutan.

Selain itu, RTRW Aceh juga tak mengakomodasi ruang kelola hutan masyarakat adat seperti putusan MK No 35/2012 atas UU No 41/1999 tentang Kehutanan yang menyatakan hutan adat bukan hutan negara. ”Kalau materi keberatan ini matang, segera didaftarkan di MA,” katanya.

Ian Singleton, Direktur Program Konservasi Orangutan Sumatera, mengatakan, KEL merupakan benteng terakhir perlindungan fauna endemis Sumatera. Sekitar 85 persen orangutan sumatera (Pongo abelii) serta ratusan badak, gajah, dan harimau bertahan hidup di KEL.

”Warga di dalam dan sekitar KEL pun dihadapkan pada banjir dan longsor karena kerusakan ekosistem di Leuser,” katanya.

Sebelumnya, menyikapi protes atas perda Papua Barat yang mengakomodasi perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan seluas 1,8 juta hektar, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto mengajak masyarakat bergerak. Ia berharap protes masyarakat itu didukung data kuat sehingga bisa berargumentasi dalam berbagai forum dan proses tata ruang. (ICH)

 
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009047578

Related-Area: