Transportasi
24 Bandara Perintis Segera Dibangun
AMBON, KOMPAS — Pembangunan bandar udara, terutama di kawasan timur Indonesia, menjadi perhatian Kementerian Perhubungan. Hal ini menimbang potensi besar yang belum tergarap akibat keterbatasan sarana perhubungan. Sebanyak 24 bandara perintis akan dibangun di beberapa tempat.
Sejumlah kalangan yang ditemui Kompas, sejak pekan lalu hingga Senin (1/9), mendesak penerbangan perintis perlu penambahan.
”Pemerintah masuknya tidak hanya melalui penyediaan layanan perintis, tetapi juga bisa membangun atau mengembangkan infrastruktur bandara dan pelabuhan,” kata Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono.
Direktur Bandar Udara Kementerian Perhubungan Bambang Tjahyono mengatakan, tahun ini ada penambahan 24 bandara, yang sebagian besar berada di Indonesia bagian timur.
Susi Pudjiastuti, Presiden Direktur Maskapai Penerbangan Susi Air, mengatakan, potensi jasa transportasi pesawat perintis di Papua sangat besar karena kebutuhan masyarakat di daerah pedalaman tinggi.
”Saat ini, kami baru melayani sekitar 200 rute pesawat perintis komersial. Masih tersisa lebih dari 100 rute yang belum dilayani Susi Air,” ujar Susi.
Ia mengatakan, tingginya biaya operasional dan kurangnya minat pilot yang mau bekerja di Papua karena faktor cuaca adalah beberapa faktor yang menghambat perkembangan bisnis penerbangan pesawat perintis.
”Saat ini, jumlah pilot yang berkualifikasi khusus untuk wilayah pegunungan berkurang dari 170 orang menjadi tujuh orang saja. Selain itu, biaya pelatihan bagi setiap pilot selama tiga bulan mencapai Rp 200 juta per tahun,” ujar Susi.
Manajer Aviastar Mandiri Ambon Kirno Yulianto mengatakan, pihaknya melayani sembilan rute, tetapi baru menyiapkan satu pesawat. Setiap rute dilayani dua kali dalam satu minggu. Adapun kapasitas pesawat maksimal 17 orang.
”Kalau rute perjalanan yang dekat, jumlah penumpang naik ke pesawat maksimal sesuai dengan kapasitas pesawat. Namun, kalau rute jauh, seperti Ambon-Kisar yang waktu tempuhnya dua jam, kami hanya memperbolehkan 11 penumpang. Ini demi keselamatan penerbangan,” kata Kirno.
Kirno mengatakan, sejak melayani sembilan rute itu, jumlah pengguna moda transportasi tersebut tidak mengalami peningkatan. Pihaknya berencana menambah frekuensi di setiap rute apabila jumlah permintaan meningkat.
Bambang Susantono menyatakan, ada beberapa pertimbangan untuk membuka rute perintisan. ”Kalau ada daerah yang tidak bisa diakses dengan moda lain, satu-satunya harus lewat udara, harus didirikan di sana,” kata Bambang.
Pembukaan rute perintisan juga diarahkan untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok, terutama di kawasan terpencil. ”Hal ini karena pada prinsipnya infrastruktur mempunyai dua dimensi, yakni tidak hanya mendorong ekonomi, tetapi juga pemerataan,” kata Bambang.
Ia menilai Maluku hingga Nusa Tenggara Timur memiliki potensi ekonomi yang belum tereksplorasi baik. Arah poros ekonomi di kawasan timur Indonesia selama ini cenderung ke utara, yakni Ambon (Maluku) dan Makassar (Sulawesi Selatan).
”Aktivitas di Maluku dan Maluku Tenggara pun biasanya mengarah ke utara. Saya mengharapkan ke depan ada reorientasi poros ekonomi,” katanya.
Itu berarti Maluku, Maluku Tenggara, dan NTT nantinya menjadi poros ekonomi baru.
Di sisi lain, Bambang mengharapkan fasilitas bandara ataupun pelabuhan yang sudah ada tetap dijaga dan dioptimalkan pemanfaatannya.
Setidaknya ada dua hal yang harus ada untuk mengoptimalkan infrastruktur transportasi tersebut. Pertama, iklim investasi di daerah harus bagus. Selain itu, infrastruktur tersebut juga ditopang tingginya kewirausahaan pelaku bisnis setempat.
”Infrastruktur hanya katalis. Pemerintah kabupaten/kota harus punya kemauan dan kemampuan membuka peluang masuknya swasta,” ujar Bambang,
Ia mencontohkan, meskipun pemerintah bisa memperpanjang bandara di Alor hingga 2.500 meter, kalau ekonomi tak menggeliat atau tidak ada investasi, upaya itu percuma.
”Kalau ekonomi tidak menggeliat, jumlah penumpang dan barang pun tidak akan optimal mengisi kapasitas infrastruktur yang dibangun,” ujarnya.
Bambang Tjahyono menyatakan, pembangunan bandara antara lain diprioritaskan di wilayah penunjang Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, daerah perbatasan, pulau-pulau terluar, dan juga daerah rawan bencana.
Pemerintah daerah biasanya membantu dengan menyediakan lahan. (CAS/MHF/FRN/FLO)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008646631
- Log in to post comments
- 109 reads