Tata Kota
Menata Lorong untuk Makassar yang Lebih Ramah...
SELASA (26/8) sore, Lorong Ballaparang 1, Kelurahan Ballaparang, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, ramai. Gelak tawa anak-anak yang bermain membuat lorong itu hidup dan riuh. Rumah warga yang berimpitan, halaman yang sempit, dan pagar rumah warga yang berbatasan langsung dengan jalan tak membuat lorong selebar 2 meter dengan panjang sekitar 500 meter itu kehilangan makna. Di lorong itulah warga bermain, berkumpul, dan bersilaturahim.
Apabila lazimnya lorong padat penduduk itu kumuh, justru wajah yang bersih ditampilkan di Lorong Ballaparang 1. Nyaris tak ditemui sampah di jalan atau selokan di lorong itu.
”Jika ada sampah, pasti langsung saya pungut. Yang lain juga begitu. Siapa cepat, dia dapat. Di sini, sampah berarti uang,” kata Daeng Ti’no (45), warga Rukun Warga 1, Kelurahan Ballaparang, itu.
Ketua RW 1 Ballaparang, Abdul Jalil Daeng Sikki, menuturkan, sejak program Bank Sampah dirintis di wilayah itu tahun 2012, disusul program Sampah Tukar Beras tahun 2014, pola pikir dan perilaku warga terkait sampah pun berubah. Bank Sampah adalah program dari Kementerian Lingkungan Hidup di beberapa wilayah Makassar. Warga memisahkan sampah, yaitu kertas, plastik, logam, dan lainnya, dengan sampah basah. Sampah yang bisa didaur ulang dibeli oleh pengelola Bank Sampah seharga Rp 1.200-Rp 1.300 per kilogram.
”Awalnya semata-mata karena uang, tetapi lama-lama menjadi kebiasaan. Warga tak membiarkan ada sampah sedikit pun. Mereka paham, jika lingkungan bersih, hidup menjadi lebih nyaman dan sehat,” ujar Jalil, yang juga Ketua Yayasan Peduli Lingkungan.
Koordinator Bank Sampah Wilayah Timur Indonesia, Saharuddin Ridwan, menambahkan, keberhasilan program Bank Sampah di Makassar bukan semata-mata karena faktor uang. Warga semakin menyadari pentingnya lingkungan yang sehat dan bersih.
Keberhasilan Bank Sampah dan keinginan membuat lorong menjadi lebih bersih, sehat, dan nyaman membuat Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto menggelar program Sampah Tukar Beras, terutama bagi warga kurang mampu. Setiap 7 kg sampah dalam bentuk apa pun akan ditukar 1 kg beras senilai Rp 7.500. Beras 250-500 kg disimpan oleh ketua RW, yang akan menampung dan menjual sampah dari warga. Beras itu menjadi modal awal. Hasil penjualan sampah dari warga akan kembali diputar untuk membeli beras dan ditukarkan dengan sampah.
Menuju kota dunia
Dalam pidato kenegaraan beberapa saat lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menyebut Makassar sebagai salah satu kota dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, di atas 9 persen. Pembangunannya pun pesat.
”Dengan pencapaian yang sudah ada, tentu kami harus berbuat lebih baik lagi. Kami ingin Makassar dua kali lebih baik daripada saat ini. Kami ingin menjadikan Makassar sebagai kota yang bukan sekadar bertumbuh, melainkan lebih ramah dan nyaman bagi siapa pun,” ujar Ramdhan, yang biasa disapa dengan nama Danny oleh warga.
Lorong pun menjadi basis kekuatan yang diharapkan mewujudkan keinginan itu. Danny mengibaratkan lorong secara
sederhana sebagai sel dalam tubuh. Jika sel bagus, semua berjalan bagus. Tubuh pasti sehat.
Di Makassar saat ini terdapat lebih dari 1.700 lorong, yang menyebar di 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Sebagian besar dari 1.652.999 jiwa penduduk Makassar berdiam di lorong, termasuk sekitar 94.600 keluarga atau 300.000 jiwa yang
termasuk warga kurang mampu.
”Segala hal ada di lorong, mulai dari kemiskinan, sampah, kenakalan remaja, hingga berbagai potensi, seperti ekonomi, budaya, dan lainnya. Kami ingin menguatkan dan memperbaiki lorong untuk membangun Kota Makassar,” kata Danny lagi.
Persoalan kebersihan diatasi dengan program sampah tukar beras sebagai langkah awal. Pemerintah Kota Makassar akan menggerakkan perekonomian rakyat dari lorong pula. Kaum ibu akan diberdayakan untuk membuat kantong sampah dan belanja. Pemberdayaan warga ini bekerja sama dengan sejumlah rumah makan.
Kaum muda akan dibina dan dilibatkan dalam berbagai aktivitas kreatif. Nantinya akan ada festival lorong yang digelar setiap tahun. ”Jika semua berjalan, lorong bisa dibenahi, sebagian persoalan kota akan terselesaikan. Kehidupan sosial, ekonomi, dan lainnya tentu menjadi lebih baik. Kriminalitas akan berkurang. Ini akan membuat Makassar menjadi lebih ramah, nyaman, dan iklim yang baik untuk investasi tercipta,” ujarnya.
Dalam lima tahun terakhir, Makassar menjadi salah satu kota tujuan investasi. Penanaman modal asing tahun 2013, misalnya, mencapai Rp 400,7 miliar. Untuk penanaman modal dalam negeri mencapai Rp 2,1 triliun.
”Makassar berkembang pesat serta ada dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Kami berani berinvestasi di kota ini dengan proyek permukiman di kawasan pesisir dan kini membangun kawasan apartemen terpadu. Proyek ini senilai Rp 3,5 triliun,” ungkap Theo Sambuaga dari Lippo Group saat memulai pembangunan apartemen terpadu St Moritz di Makassar, Juni lalu. (Reny Sri Ayu)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008558507
- Log in to post comments
- 447 reads