Turisme
Pariwisata Islam Prospektif

JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan internasional turisme Islam pertama yang digelar pada 2-3 Juni 2014, di Jakarta. Pertemuan yang dihadiri 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ini akan membahas prospek dan tantangan pariwisata Islam pada masa depan, yang tidak sekadar menyangkut urusan halal dan haram.

”Wisata Islam itu bukan urusan halal dan haram, melainkan ini soal penyediaan fasilitas. Misalnya, kita menyediakan bank syariah, tetapi kita tidak memaksa orang Islam untuk menabung di situ. Ini soal pelayanan yang tersedia untuk wisatawan Muslim. Bali, misalnya, bukan destinasi utama wisatawan Muslim, tetapi Bali tetap menyediakan fasilitas untuk mereka, misalnya hotel syariah atau makanan halal,” kata Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Sapta Nirwandar, di Jakarta, Senin (12/5).

Kementerian Parekraf sudah memiliki pedoman untuk masalah sertifikasi halal berbagai produk. Sudah ada kerja sama dan komunikasi dengan Majelis Ulama Indonesia.

”Banyak sekali restoran yang mengantongi sertifikat halal, hanya belum ada deklarasi. Ada puluhan hotel yang sudah menyebutkan hotel syariah,” kata Sapta.

Fasilitas selain makanan dan hotel, antara lain kosmetik halal, busana Muslim, dan hal-hal yang immaterial, seperti pelayanan yang ramah dan sopan santun. Semua fasilitas itu mencirikan hal-hal yang Islami dan hal-hal seperti itulah yang dicari para wisatawan Islam mancanegara.

Merujuk pada data State of The Global Islamic Economy 2013, pengeluaran masyarakat Muslim untuk mode mencapai 224 miliar dollar AS pada 2012. Target pengeluaran pada 2018 adalah 322 miliar dollar AS. Pasar Indonesia berada di posisi ketiga dalam konsumsi adibusana Muslim, di bawah Turki dan Iran.

Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib menambahkan, pertemuan internasional yang pertama mengenai turisme Islam ini sangat prospektif. (IVV)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006591702