BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Korupsi Hambat Kemajuan Papua

Korupsi Hambat Kemajuan Papua
Kejati Tahan Sekretaris Majelis Rakyat Papua Barat
JAYAPURA, KOMPAS — Korupsi yang melibatkan pejabat daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat dalam dua tahun terakhir semakin marak. Tidak hanya menghambat kemajuan daerah, korupsi juga memiskinkan warga. Karena itu, penegak hukum harus lebih tegas menindak mereka.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Bantuan Hukum Manokwari, Papua Barat, Yan Christian Warinussy, Senin (17/3), mengharapkan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Tinggi, dan kepolisian daerah bekerja tanpa pandang bulu menuntaskan kasus korupsi.
”Tindakan para koruptor itu telah menyebabkan pembangunan di Papua Barat dan Papua sama sekali tidak berjalan. Bahkan, semakin memiskinkan warga,” kata Yan.
Menurut dia, lembaganya mencatat ada 20 kasus yang melibatkan para pejabat dari tahun 2013 hingga Maret 2014. ”Total kerugian negara mencapai ratusan miliar. Proyek pembangunan fisik yang selalu menjadi sasaran adalah gedung perkantoran, sekolah, dan jalan,” lanjut Yan.
Cukup rumit
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Rizal Djalil, yang mengoordinasi audit di wilayah timur Indonesia mengatakan, aparat jangan sekadar menindak para terduga korupsi di Papua. Sebab, korupsi yang terjadi di Papua cukup rumit sebab-akibatnya.
”Mengatasi korupsi di Papua harus dengan solusi menyeluruh dan jernih. Aparat pemerintah harus duduk bersama dengan penegak hukum menerapkan aturan. Kemiskinan yang sangat akut menyebabkan fenomena banyak pejabat harus punya banyak uang jika sewaktu-waktu warganya memaksa meminta uang untuk sekadar berobat atau ke sekolah. Sebab, jika tidak diberikan, warga mengamuk,” ujar Rizal.
Namun, kata Rizal, ini bukan berarti pejabat harus korbankan uang negara untuk dibagi. ”Mungkin perlu pemikiran dana taktis yang sesuai undang-undang dan tidak melanggar hukum,” ujar Rizal, yang timnya kerap menemukan kasus korupsi akibat fenomena tersebut.
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua, Senin sore, kembali menahan Sekretaris Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat, SS, yang diduga terlibat korupsi dana pembangunan kantor MRP Papua Barat senilai Rp 2,4 miliar pada 2013. Kejati juga menahan ZA, kontraktor proyek.
SS, yang didampingi petugas Kejati Papua, dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Abepura setelah diperiksa lima jam. Saat menjabat Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Papua Barat tahun 2012, SS membangun kantor MRP. Pembangunan menghabiskan dana Rp 6 miliar dan tak masalah.
”Namun, saat menjadi Sekretaris MRP, SS kembali menganggarkan dana Rp 3 miliar untuk membangun ruangan baru. Ternyata, setelah diakui dipotong pajak menjadi Rp 2,8 miliar, SS dan ZA hanya membangun garasi yang biayanya hanya Rp 162 juta,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Papua Obeth Ansanay.
Terkait dugaan korupsi DW dan JW, Kepala Kejati Papua Eliezer S Maruli Hutagalung menyatakan, pihaknya segera memanggil keduanya Selasa ini.
Di Aceh, Kejati menetapkan antara lain MT sebagai tersangka kasus korupsi di Aceh Utara dan Lhokseumawe. Total penyelewengan sebesar Rp 8,5 miliar. Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh Raja Ulung Padang mengatakan, dugaan korupsi dilakukan saat MT menjabat Kepala Bagian Ekonomi dan Investasi Aceh Utara.
Di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, delapan terdakwa kasus suap anggota DPRD Seruyan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Palangkaraya atas dugaan kasus korupsi. Kedelapan terdakwa di antaranya Ketua DPRD Seruyan Ahmad Sudarji, Wakil Ketua DPRD Seruyan Baharudin, dan beberapa anggota DPRD Seruyan di sejumlah komisi.
Berkas Rina dipelajari
Terkait dugaan korupsi subsidi perumahan Griya Lawu Asri, Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Tengah Masyhudi mengatakan, jaksa masih mempelajari berkas perkara mantan Bupati Karanganyar, Jateng, Rina Iriani sebelum dilimpahkan ke tahap kedua serta penyusunan dakwaan yang meliputi tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Penjelasan disampaikan setelah Rina, Senin, datang kembali ke Kejati Jateng untuk diperiksa terkait kelengkapan berkas administrasinya. (FLO/DRI/UTI/DKA/har)

Kejati Tahan Sekretaris Majelis Rakyat Papua Barat

JAYAPURA, KOMPAS — Korupsi yang melibatkan pejabat daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat dalam dua tahun terakhir semakin marak. Tidak hanya menghambat kemajuan daerah, korupsi juga memiskinkan warga. Karena itu, penegak hukum harus lebih tegas menindak mereka.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Bantuan Hukum Manokwari, Papua Barat, Yan Christian Warinussy, Senin (17/3), mengharapkan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Tinggi, dan kepolisian daerah bekerja tanpa pandang bulu menuntaskan kasus korupsi.
”Tindakan para koruptor itu telah menyebabkan pembangunan di Papua Barat dan Papua sama sekali tidak berjalan. Bahkan, semakin memiskinkan warga,” kata Yan.

Menurut dia, lembaganya mencatat ada 20 kasus yang melibatkan para pejabat dari tahun 2013 hingga Maret 2014. ”Total kerugian negara mencapai ratusan miliar. Proyek pembangunan fisik yang selalu menjadi sasaran adalah gedung perkantoran, sekolah, dan jalan,” lanjut Yan.

Cukup rumitAnggota Badan Pemeriksa Keuangan, Rizal Djalil, yang mengoordinasi audit di wilayah timur Indonesia mengatakan, aparat jangan sekadar menindak para terduga korupsi di Papua. Sebab, korupsi yang terjadi di Papua cukup rumit sebab-akibatnya.

”Mengatasi korupsi di Papua harus dengan solusi menyeluruh dan jernih. Aparat pemerintah harus duduk bersama dengan penegak hukum menerapkan aturan. Kemiskinan yang sangat akut menyebabkan fenomena banyak pejabat harus punya banyak uang jika sewaktu-waktu warganya memaksa meminta uang untuk sekadar berobat atau ke sekolah. Sebab, jika tidak diberikan, warga mengamuk,” ujar Rizal.

Namun, kata Rizal, ini bukan berarti pejabat harus korbankan uang negara untuk dibagi. ”Mungkin perlu pemikiran dana taktis yang sesuai undang-undang dan tidak melanggar hukum,” ujar Rizal, yang timnya kerap menemukan kasus korupsi akibat fenomena tersebut.

Sementara itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua, Senin sore, kembali menahan Sekretaris Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat, SS, yang diduga terlibat korupsi dana pembangunan kantor MRP Papua Barat senilai Rp 2,4 miliar pada 2013. Kejati juga menahan ZA, kontraktor proyek.

SS, yang didampingi petugas Kejati Papua, dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Abepura setelah diperiksa lima jam. Saat menjabat Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Papua Barat tahun 2012, SS membangun kantor MRP. Pembangunan menghabiskan dana Rp 6 miliar dan tak masalah.

”Namun, saat menjadi Sekretaris MRP, SS kembali menganggarkan dana Rp 3 miliar untuk membangun ruangan baru. Ternyata, setelah diakui dipotong pajak menjadi Rp 2,8 miliar, SS dan ZA hanya membangun garasi yang biayanya hanya Rp 162 juta,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Papua Obeth Ansanay.

Terkait dugaan korupsi DW dan JW, Kepala Kejati Papua Eliezer S Maruli Hutagalung menyatakan, pihaknya segera memanggil keduanya Selasa ini.

Di Aceh, Kejati menetapkan antara lain MT sebagai tersangka kasus korupsi di Aceh Utara dan Lhokseumawe. Total penyelewengan sebesar Rp 8,5 miliar. Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Aceh Raja Ulung Padang mengatakan, dugaan korupsi dilakukan saat MT menjabat Kepala Bagian Ekonomi dan Investasi Aceh Utara.

Di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, delapan terdakwa kasus suap anggota DPRD Seruyan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Palangkaraya atas dugaan kasus korupsi. Kedelapan terdakwa di antaranya Ketua DPRD Seruyan Ahmad Sudarji, Wakil Ketua DPRD Seruyan Baharudin, dan beberapa anggota DPRD Seruyan di sejumlah komisi.
Berkas Rina dipelajari

Terkait dugaan korupsi subsidi perumahan Griya Lawu Asri, Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Tengah Masyhudi mengatakan, jaksa masih mempelajari berkas perkara mantan Bupati Karanganyar, Jateng, Rina Iriani sebelum dilimpahkan ke tahap kedua serta penyusunan dakwaan yang meliputi tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Penjelasan disampaikan setelah Rina, Senin, datang kembali ke Kejati Jateng untuk diperiksa terkait kelengkapan berkas administrasinya. (FLO/DRI/UTI/DKA/har)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005518121