BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

12 Tahun Kelola Dana Rp 280 Triliun, Papua Tetap Miskin

Otsus Tak Berpengaruh
12 Tahun Kelola Dana Rp 280 Triliun, Papua Tetap Miskin

JAKARTA, KOMPAS — Meskipun mengelola dana yang cukup besar, mencapai Rp 280 triliun, Provinsi Papua selama 12 tahun tetap dalam kondisi miskin sejak berlakunya otonomi khusus. Indeks Pembangunan Manusia Papua di bawah rata-rata IPM nasional. Bahkan, persentase penurunan penduduk miskin sangat kecil atau mendekati nol.

Dengan demikian, menurut anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal Djalil, yang mengoordinasi audit keuangan negara di wilayah timur, seperti Papua dan Bali, Jumat (7/3), meski positif, penambahan dana otonomi khusus (otsus) tiap tahun tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan IPM di Papua.

”Hasil analisis statistik terhadap IPM Papua menunjukkan pengaruh positif dana otsus yang dikucurkan terhadap IPM. Ini berarti setiap penambahan Rp 1 juta dana otsus hanya meningkatkan IPM di Papua 0,000001521 atau pengaruhnya sangat kecil dan mendekati nol,” kata Rizal seraya merinci kalkulasi persamaan regresi pengaruh otsus terhadap IPM.

Rizal menyatakan, IPM Papua tahun 1996 sebesar 60,2, sedangkan tahun 1999 sebesar 58,8 dan menempati peringkat kedua terendah nasional. Tahun 2012, IPM Papua naik 65,86, tetapi IPM provinsi lain juga naik jadi 73,29.

Hal sama terjadi pada kalkulasi penduduk miskin. ”Penambahan Rp 1 juta dana otsus hanya
menurunkan persentase penduduk miskin di Papua 0,00000172 atau mendekati nol,” tambah Rizal.

Oleh sebab itu, otsus dinilai tak berpengaruh signifikan terhadap penurunan kemiskinan di Papua. Tahun 2020, persentase penduduk miskin di Papua 41,8 persen. Selanjutnya, tahun 2012, penduduk miskin jadi 31,11 persen. Penduduk Papua kini 5,7 juta jiwa dan Papua Barat 1,5 juta jiwa.

”Ini menunjukkan, kebijakan otsus belum menjawab tuntutan masyarakat Papua untuk mengatasi ketertinggalan dari masyarakat Indonesia lain. Karena itu, BPK sarankan, kaji kembali Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua yang komprehensif dengan melibatkan stakeholder serta menggunakan pendekatan budaya dan kondisi Papua,” tutur Rizal.
SDM rendah dan korupsi

Sebelumnya, dalam pidato ilmiahnya di Universitas Cenderawasih, Jayapura, Rabu lalu, Rizal menyatakan, Papua menerima dana otsus Rp 57,7 triliun sejak tahun 2001 hingga kini. Namun, Papua masih dijerat kemiskinan dan rendahnya IPM. Padahal, selain otsus, Papua juga menerima dana alokasi umum Rp 165,9 triliun, dana alokasi khusus Rp 21,6 triliun, dan bagi hasil pajak dan nonpajak Rp 34,7 triliun atau total Rp 280 triliun selama 12 tahun.

Gubernur Papua Lukas Enembe mengakui, fakta yang disampaikan BPK benar. ”Di Papua, uang yang dikucurkan melimpah. Namun, SDM-nya masih rendah. Angka kemiskinan tinggi serta IPM rendah,” ucap Lukas.

Lukas mengatakan, penyebab utama dana otsus tak efektif menyejahterakan masyarakat Papua adalah seluruh belanja infrastruktur masih terpusat di
Pulau Jawa. ”Seharusnya pabrik bahan baku dibangun di Papua agar roda perputaran uang tak mengalir ke luar Papua,” ujar dia.

Ketua Kaukus Papua DPR Paskalis Kosay berpendapat, jika otsus yang kini berlaku tidak dikaji secara menyeluruh, sebaiknya otsus di Papua dibubarkan. ”Namun, pengawasan lebih ditingkatkan, jaringan infrastruktur dibangun seluas-seluasnya, pemekaran wilayah yang efektif dilakukan, selain penegakan hukum yang efektif. Jangan seperti
sekarang, korupsi dibiarkan,” kata dia. (HAR/FLO)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005314280