BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Jadikan Teluk Ambon sebagai Wilayah Konservasi

Perlu Peran Pemerintah Pusat
Jadikan Teluk Ambon sebagai Wilayah Konservasi

AMBON, KOMPAS — Pemerintah Kota Ambon, Maluku, dinilai tidak serius mengendalikan kondisi Teluk Ambon, yang tingkat kerusakannya semakin parah dan masif. Karena itu, untuk menyelamatkan salah satu ikon pariwisata di Maluku tersebut, diperlukan peran pemerintah pusat.

Demikian disampaikan pakar lingkungan dari Universitas Pattimura, Abraham Tulalessy, di Ambon, Kamis (20/1). Sejak kerusakan lingkungan di Teluk Ambon mulai terjadi pada pertengahan tahun 1980-an, tidak ada upaya penanganan yang signifikan. Kondisi teluk seluas 28.292,89 hektar itu justru semakin memprihatinkan.

”Pemerintah pusat harus segera mengambil peran untuk menyelamatkan teluk karena kondisinya sudah sangat parah. Tidak bisa berharap banyak pada pemerintah kota ataupun provinsi,” kata Abraham.

Lingkungan perairan Teluk Ambon rusak akibat tercemar sampah. Setiap hari ratusan kilogram sampah dibuang warga ke teluk. Ditambah lagi banyak jamban terbuka didirikan di pantai.

Akibatnya, kualitas air di Teluk Ambon sangat buruk. Berdasarkan hasil penelitian Balai Konservasi Biota Laut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), jumlah kepadatan bakteri berbahaya di Teluk Ambon sangat tinggi. Terdapat 3.300 sel bakteri Escherichia coli (E coli) dan 27.100 sel bakteri Coliform total pada setiap 100 mililiter air.

Padahal, ambang batas kepadatan E coli tidak boleh lebih dari 200 sel dan Coliform tidak boleh lebih dari 1.000 sel pada setiap 100 mililiter air.

Selain pencemaran air, juga terjadi sedimentasi atau pendangkalan akibat erosi dan pembuangan sisa bahan bangunan ke teluk. Akibatnya, berdasarkan data Balai Konservasi Biota Laut LIPI, luas sedimentasi, yang pada 1994 hanya 72 hektar, pada 2013 menjadi 142 hektar.

Karena itu, Abraham meminta pemerintah menjadikan teluk dengan garis pantai sepanjang 102,7 kilometer itu sebagai wilayah konservasi. Dengan begitu, segala aktivitas masyarakat dapat dikontrol dengan baik.

Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Ambon Lucia Izaak mengakui kondisi Teluk Ambon kian parah. Hal itu terlihat dari sejumlah penelitian yang dilakukan BPLH Kota Ambon sepanjang tahun 2013.

Menurut Lucia, kendati pihaknya sudah melakukan upaya edukasi kepada masyarakat, pengendalian, dan penyelamatan, hal itu belum optimal karena beberapa kendala. Kendala itu di antaranya kurangnya sinergi antar-satuan perangkat daerah, pembangunan pasar terapung di pantai kontradiktif dengan upaya pelestarian teluk, dan kesadaran masyarakat memelihara lingkungan rendah.

Karena itu, Lucia mendukung jika wilayah Teluk Ambon dijadikan daerah konservasi. (frn)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004985898