BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Waspadai Gempa dan Tsunami Besar di Maluku

Kebencanaan
Waspadai Gempa dan Tsunami Besar di Maluku

JAKARTA, KOMPAS — Beberapa kali gempa berkekuatan di atas magnitudo 5 di perairan sekitar Maluku dan Maluku Utara memberi sinyal keaktifan zona kegempaan di kawasan itu. Itu patut menjadi peringatan bagi pemerintah dan masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan, mengingat riwayat gempa besar dan tsunami pada masa lalu.

Gempa berkekuatan magnitudo 5,7 terjadi di laut, sekitar 88 kilometer (km) timur laut Pulau Buru pada Jumat (2/5) pukul 15.43 WIB. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofiska (BMKG), pusat gempa pada kedalaman 10 km. Selang dua hari, pada Minggu (4/5) pukul 15.53, terjadi gempa berkekuatan magnitudo 5,2 di sekitar 16 km tenggara Kepulauan Talaud. Kedalaman pusat gempa sekitar 24 km.

Peneliti tsunami dari Badan Pengkajian dan Dinamika Pantai-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPDP-BPPT) Widjo Kongko mengatakan, gempa-gempa kali ini memang tak begitu besar dan tak berpotensi tsunami. Namun, hanya soal waktu gempa besar dan tsunami terjadi di perairan itu. 

Kawasan Indonesia timur, mulai Sulawesi, Maluku, hingga Papua, kata Widjo Kongko, punya dinamika geologi kompleks. Lempeng Australia menumbuk dari selatan berkecepatan 7,5 cm per tahun. Dari arah Papua ke barat berkecepatan 9 cm per tahun. ”Ada juga Sesar Sorong dan kombinasi banyak sesar geser yang bergerak aktif,” katanya.

Aktifnya pergerakan lempeng di sana dibuktikan banyaknya gempa. Catatan Widjo, 100 tahun terakhir ada 11 gempa bermagnitudo di atas 8. Pada 1904 (magnitudo 8,4), 1916 (8,1), 1932 (8,3), 1938 (8,6), 1950 (8,1), 1963 (8,2), 1971 (8,1), dan 1979 (8,1).

Tsunami besar

Peneliti gempa dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Yuchicara mengatakan, selain keaktifan lempeng, yang juga patut diwaspadai di timur Indonesia adalah kondisi kontur darat dan laut sangat curam yang memungkinkan longsor. ”Jika terjadi getaran bisa menyebabkan longsor. Jika longsor, di laut bisa memicu tsunami besar,” kata dia.

Widjo mengingatkan, gempa memicu longsor bawah laut itu sangat membahayakan, seperti terjadi di Papua Niugini tahun 1998. Meski gempanya kecil, terjadi tsunami besar menewaskan lebih dari 2.000 orang.

Longsor bawah laut diduga juga terjadi di Laut Seram, September 1899. Gempa waktu itu berkekuatan magnitudo 7,8, tetapi memicu tsunami setinggi 12 m. ”Kekuatan gempa segitu mestinya hanya berpotensi memicu tsunami maksimal 3 meter. Kuat dugaan saat itu terjadi longsor bawah laut,” ujarnya.

Masyarakat Seram mengenal gempa 1899 itu dengan sebutan Bahaya Seram. Warga Negeri (Desa) Elpaputih, Seram bagian Barat, Maluku, masih merekam peristiwa itu sebagai hilangnya negeri mereka karena hantaman air laut. Lebih dari 3.000 orang warga Elpaputih tewas.

Naturalis Georg Everhard Rumphius juga mencatat gempa dahsyat disusul tsunami yang melanda Pulau Ambon dan Seram, 17 Februari 1674. Catatan itu merupakan dokumentasi tertua kejadian gempa dan tsunami besar di Indonesia. (AIK)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006438293