Basis Ekonomi Bergeser
Urbanisasi Mencapai 8 Persen
JAKARTA, KOMPAS — Perekonomian Indonesia, bersama sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik Timur, bergeser dari basis pertanian ke perekonomian berbasis aktivitas urban. Pertumbuhan ekonomi beberapa negara mulai ditopang kegiatan ekonomi di luar sektor primer, yang selama ini menjadi andalan.
Wakil Presiden Bank Dunia Regional Asia Timur dan Pasifik Axel van Trotsenburg menyebutkan, tinggal beberapa negara yang masih menggantungkan perekonomian pada sektor pertanian.
”Pertumbuhan ekonomi yang pesat telah membuka jutaan lapangan kerja di Asia Pasifik Timur. Lapangan kerja mengangkat jutaan warga keluar dari kemiskinan,” tutur Van Trotsenburg, di Jakarta, Kamis (8/5).
Perekonomian urban, antara lain, ditopang oleh industri, perdagangan, dan jasa. Pada periode tahun 2000 hingga 2010, peningkatan urbanisasi di Indonesia mencapai 8 persen.
Berdasarkan kategori Bank Dunia, perekonomian sebuah negara disebut bergantung pada pertanian jika 60 persen penduduknya bekerja di sektor pertanian dan tinggal di pedesaan. Indonesia masuk kategori perekonomian urban bersama Filipina, Mongolia, Malaysia, Korea Selatan, Selandia Baru, Australia, dan Jepang. Adapun Papua Niugini, Kamboja, Timor Leste, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Thailand masuk kategori negara pertanian.
Terkecil
Namun, di kalangan negara berbasis perekonomian urban, pendapatan per kapita penduduk Indonesia, Filipina, dan Mongolia merupakan yang terkecil, pada kisaran 4.000 dollar AS per tahun, menurut data tahun 2005. Pendapatan per kapita penduduk Indonesia tersebut lebih kecil dibandingkan Thailand yang sekitar 7.000 dollar AS per tahun.
Wakil Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Lukita Dinarsyah Tuwo menjelaskan, tantangan untuk mengembangkan ekonomi Indonesia antara lain tidak terkonsentrasinya kegiatan ekonomi di satu wilayah.
”Sebagai negara kepulauan, kegiatan ekonomi Indonesia merata di seluruh daerah,” kata Lukita.
Adapun Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Investasi, Perhubungan, Informatika, dan Telekomunikasi Chris Kanter justru menyoroti masalah pendidikan.
Menurut Chris, hidup berdemokrasi di negara dengan tingkat pendidikan belum terlalu tinggi dan pengetahuan politik juga belum sepenuhnya merata memang tidak mudah.
”Namun, pengusaha tetap wajib memikirkan bagaimana menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja,” ujar dia. (AHA)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006514776
- Log in to post comments
- 203 reads