Tari Lariangi Asal Wakatobi Diusulkan Jadi Warisan Dunia ke UNESCO
Selasa, 11 Agustus 2015 | 22:35 WIB
KOMPAS.COM/KIKI ANDI PATI
KENDARI, KOMPAS.com — Tarian lariangi, tarian tradisional asal Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra), diusulkan masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO. Ketua Tim Pengusulan Lariangi sebagai WBTB Unesco, Sulistyo Tirto Kusuma, mengungkapkan, tari lariangi diusulkan karena keunikan gerak dan syair lagu yang dinyanyikan penari, dan karena mengandung makna yang dalam.
"Tarian ini seperti sedang melakukan ritual di atas gelombang. Saat melihat langsung tarian ini, hati dan mata saya terpesona," kata Sulistyo di Kendari, Selasa (11/8/2015), dalam acara Workshop Lariangi, Usulan Kekayaan Budaya Indonesia ke UNESCO.
Bupati Wakatobi Hugua yang turut hadir dalam acara tersebut menuturkan bahwa tari lariangi bermula sebagai tarian persembahan. Tarian itu ditujukan kepada raja pada masa Kesultanan Buton.
Tari ini dipersembahkan oleh 12 penari wanita dan seorang penari laki-laki, disertai 3 pemain musik. "Sambil menari, mereka juga menyanyi menggunakan bahasa Kaledupa kuno," kata Hugua.
Menurut dia, keunikan tari lariangi ini, antara lain, ada pada gerakan penarinya halus dan lemah gemulai. Selain itu, ada makna simbolis yang diperlihatkan dari gerakan para penari tersebut.
Riasan wajah dan rambut para penari itu dinilai melambangkan gerak pertahanan dan penyerangan dalam peperangan. Hugua juga menjelaskan bahwa tari lariangi menyimpan cerita sejarah lokal, yang berperan dalam membentuk Indonesia masa kini.
Pada November 2013 lalu, tari lariangi sudah diakui sebagai WBTB tingkat nasional. Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui keberadaan tari tersebut.
"Kami sangat mendukung tari lariangi didaftarkan ke UNESCO agar dunia juga tahu tentang keberadaannya," ujar Hugua, yang memimpin Wakatobi dalam dua periode ini.
Saat ini, UNESCO baru mengakui enam WBTB budaya Indonesia, yakni keris, batik, angklung, tari saman, wayang, dan noken (tas rajut khas Papua).
Penulis : Kontributor Kendari, Kiki Andi Pati
Editor : Bayu Galih
- Log in to post comments
- 255 reads