BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Sumba Barat Butuh Percepatan Pembangunan

Otonomi Daerah
Sumba Barat Butuh Percepatan Pembangunan

WAIKABUBAK, KOMPAS — Pembangunan di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, sudah tumbuh, tetapi masih banyak yang harus terus dimajukan di daerah itu. Percepatan itu berpeluang dilakukan melalui pariwisata sejarah dan budaya tua Sumba, industrialisasi pertanian melalui pengolahan mete dan rumput laut, serta pendirian lembaga pendidikan tinggi untuk menyambut kebutuhan sumber daya generasi muda Sumba yang berkualitas.

Bupati Sumba Barat Jubilae Pieter Pandango mengemukakan hal itu saat menerima sejumlah wartawan yang menyertai kunjungan LSM Wahana Visi Indonesia (WVI), pekan lalu, di Waikabubak, ibu kota Sumba Barat.

WVI tiga tahun ini berada di daerah itu untuk melaksanakan intervensi terhadap sejumlah kegiatan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Hal itu telah menimbulkan dampak nyata, di antaranya pembentukan Desa Ramah Anak di Desa Malata, Kecamatan Tanah Righu, serta pemasangan dan pemeliharaan pipa air minum di Desa Lolowano dan Tanakaka, Kecamatan Tamboya.

WVI juga berhasil memperbaiki kinerja lembaga kredit mikro credit union di Desa Letekonda, Lara Moripa, Bondorongo, dan Lolo Ole. Selain itu, mereka juga memberdayakan petani budidaya rumput laut di pantai selatan Sumba Barat di Desa Kerewa, Kecamatan Lamboya.

Jubilae menjelaskan, Sumba Barat masih menghadapi problem demografi dasar akibat tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dengan jumlah anak dalam satu keluarga 4-6 anak. Sumba Barat juga berhadapan dengan angka kemiskinan tertinggi di Indonesia, yaitu 23,03 persen, melebihi angka nasional 11,6 persen. Di Sumba Barat ada 35.000 jiwa yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan per kapita bulanan Rp 197.307. Sebanyak 31,73 persen penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

Shintya Kurniawan dari Humas WVI menyebutkan, selama tiga tahun, WVI melakukan berbagai perbaikan status kesejahteraan sosial. Bentuknya adalah proyek penataan dan penambahan sarana sosial, seperti sarana air bersih, pembuatan menu lokal untuk memperbaiki gizi anak, dan pelatihan siswa untuk berdaya dan memahami kebutuhan pendidikannya.

Wisata alam berwawasan ekologi diandalkan Sumba Barat sebagai masa depan perbaikan ekonomi. Keelokan pantai dan ragam budaya adat lokal Marapu senantiasa membuat wisatawan asing tertarik datang dan mempelajarinya. (ODY)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006436651