BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Soroti Kerusakan Hutan Lindung Ayamaru

Selasa, 04 Februari 2014 , 08:47:00
Ir Marthen Kambuaya,M.Si
Soroti Kerusakan Hutan Lindung Ayamaru

SORONG-Hutan Lindung Ayamaru sesuai Undang-Undang U RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan SK Menteri Kehutanan Nomor 891/KPTS-II/1999 tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan di provinsi Irian Jaya, yang dikuatkan melalui SK Menteri Kehutanan Nomor 3.672/Menhut-VII/2008 tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan di provinsi Papua Barat, dimana ditetapkan hutan lindung Ayamaru yang berada di wilayah kabupaten Maybrat dan Sorong Selatan, kondisinya saat ini memprihatinkan.
Mantan Kepala Dinas Kehutanan, Pertanian, Perkebunan dan Perikanan Kabupaten Maybrat, Ir Marthen Kambuaya,MSi yang mendatangi Redaksi Radar Sorong, Senin (3/2) menyoroti kerusakan hutan lindung Ayamaru dan ancaman terhadap keberadaan danau Ayamaru, ancaman terhadap ketersediaan air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Maybrat.
“Melihat kondisi hutan lindung Ayamaru sekarang, dan melihat bencana banjir dan longsor di berbagai daerah di republik ini, bahwa hal itu terjadi karena ulah manusia merusak hutan. Sebagai orang kehutanan dan intelektual Maybrat teknis kehutanan, melihat kerusakan hutan lindung Ayamaru sekarang ini diperkirakan ke depan akan terjadi bencana, apakah itu banjir, longsor ataupun mengeringnya danau Ayamaru,” kata Marthen Kambuaya.
Dijelaskannya, kemiringan ibukota Sorong Selatan terhadap hutan lindung Ayamaru diperkirakan 30-40 persen, dan jika hutan lindung Ayamaru rusak hal itu akan mempercepat banjir di beberapa distrik di Sorsel yaitu distrik Teminabuan, Wayer, Moswaren, Sawiat. “Karena itu kami mengingatkan pemerintah Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Sorong Selatan untuk sangat berhati-hati, karena apabila hutan lindung ini semakin rusak dan terjadi bencana, konsekuensi hukumnya ada karena dasar hukum sudah jelas yakni UU dan dua SK Menteri Kehutanan jadi payung hukum untuk dipertanggungjawabkan, karena UU Kehutanan dan SK Menteri Kehutanan ada konsekuensi hukumnya,” tegasnya.
Menurut Marthen, kerusakan hutan lindung Ayamaru disebabkan pembangunan jalan, pembukaan distrik dan kampung-kampung baru di dalam kawasan hutan lindung. “Sekarang ini sudah semakin rusak, bayangkan ada 20-an ruas jalan yang dibangun di dalam kawasan hutan lindung, cukur hutan dengan alat berat, lalu ada 10 distrik dan 20-an kampung yang dibentuk di dalam kawasan hutan lindung, bayangkan dimana ada manusia pasti ada perambahan hutan, dimana ada jalan dibangun pasti disitu ada penebangan kayu, ini yang merusak kawasan hutan lindung Ayamaru,” terangnya.
Selain itu menurutnya, ibukota Kabupaten Maybrat yang sementara berada di Ayamaru, juga berada di dalam kawasan hutan lindung. Demikian juga rencana ibukota Kabupaten Maybrat Sau di Ayamaru. “Padahal untuk penggunaan kawasan hutan lindung itu, hutan lindung harus diubah ke dalam hutan konversi, prosedurnya sangat panjang sebelum dimanfaatkan,” tandasnya.
Dikatakan, ibukota Maybrat dan rencana ibukota Maybrat Sau di Ayamaru, dari sisi tata ruang tumpang tindih dengan UU Kehutanan dan SK Menteri Kehutanan. “Yang lebih dulu terbit adalah UU Kehutanan tahun 1999, oleh sebab itu UU apapun yang dibuat setelah itu, harus menyesuaikan. Artinya, ibukota Maybrat dan rencana ibukota Maybrat Sau, harus diluar dari kawasan hutan lindung,” tandasnya lagi. Marthen menyarankan kepada pemerintah Kabupaten Maybrat dan pemerintah Kabupaten Sorong yang sedang mengusulkan pemekaran Maybrat Sau, harus menyesuaikan dengan UU Kehutanan dan SK Menteri Kehutanan. “Kami mengingatkan agar segera disesuaikan ibukota Kabupaten Maybrat yang ada di Ayamaru, dan rencana ibukota Maybrat Sau harus di luar kawasan hutan lindung Ayamaru,” ujarnya.
Selaku rimbawan, Marthen menilai ancaman terhadap keberadaan danau Ayamaru dan ancaman terhadap penduduk terutama terhadap masyarakat di Sorong Selatan akibat rusaknya hutan lindung Ayamaru, itu sangat besar. “Saya perkirakan seperti di Jakarta dan Manado akan terjadi di Sorong Selatan, karena kemiringan lereng hutan lindung Ayamaru ke Sorong Selatan itu sangat besar, 30-40 persen, longsor dan banjir sangat mungkin terjadi,” tukasnya. “Pemerintah daerah harus menyesuaikan dengan aturan yang ada, apalagi prinsip pembangunan sekarang ini berwawasan lingkungan. Kalau kita membuat hutan lindung semakin rusak, lalu dampaknya sangat serius bagi masyarakat, ya harus siap berhadapan dengan proses pidana karena menyalahi UU Kehutanan dan SK Menhut. Jangan tunggu bencana dulu baru sadar,” sambungnya.
Ditambahkannya, sudah ada rekomendari Gubernur Papua Barat, rekomendari DPR Papua Barat, MRP Papua Barat, DPRD Maybrat, serta juga ada aspirasi masyarakat Maybrat tentang rencana ibukota Maybrat Sau harus keluar dari Ayamaru karena kawasan itu termasuk hutan lindung. “Keberadaan danau Ayamaru semakin hari semakin kering. Dampak kerusakan hutan lindung itu salah satunya mengeringnya danau Ayamaru, karena sumber airnya dari hutan lindung Ayamaru sudah rusak,” imbuhnya. (ian)

Sumber: http://www.radarsorong.com/index.php?mib=berita.detail&id=20853