Kesejahteraan Daerah
Rumput Laut, Andalan Maluku Tenggara
Oleh: FRANS PATI HERIN
Permukaan perairan Teluk Hoat Sorbay penuh dengan hamparan rumput laut milik warga Desa Letvuan, Kecamatan Kai Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku. Pada 25 Maret, hampir seluruh warga di desa itu bergembira ria memanen hasil kerja mereka, sekitar 1.082 ton rumput laut basah.
Hingga kini, di Desa Letvuan terdapat 347 keluarga atau 770 orang yang menekuni usaha budidaya rumput laut. Usaha ini mulai dirintis pada 2005. Luas wilayah perairan yang telah mereka manfaatkan sekitar 170,84 hektar dari luas teluk keseluruhan perairan yang diperkirakan 200 hektar. Sisa perairan seluas 29,16 hektar tidak dimanfaatkan karena menjadi zona penyangga.
Metode budidaya rumput laut yang dipakai warga adalah long line. Dengan metode itu, benih rumput laut dipasang pada tali yang memanjang secara horizontal di permukaan air laut. Panjang long line yang digunakan 50 meter dan 100 meter. Jarak antara long line yang satu dan lainnya 1 meter.
Untuk menjaga agar long line tidak terseret arus, para pembudidaya memasang jangkar. Sementara untuk menjaga keseimbangan long line agar tidak tenggelam, dipasang pelampung yang umumnya menggunakan botol air minum kemasan. Long line yang terpasang di teluk itu sepanjang 7.700 meter.
Dominikus Rumlus (42), salah satu warga, mengatakan, ia memiliki long line sepanjang 250 meter. Dalam satu bulan, dari long line itu dihasilkan 500 kilogram hingga 600 kilogram rumput laut kering. Dengan begitu, ketika harga rumput laut kini Rp 14.000 per kilogram, Dominikus paling tidak mendapat penghasilan kotor Rp 7 juta.
Ia mengharapkan, harga rumput laut kering Rp 14.000 per kilogram itu terus dikontrol pemerintah agar tidak anjlok lagi. Untuk itu, Dominikus dan teman-temannya menjamin rumput laut yang dihasilkan berkualitas melalui perawatan yang intensif. Setiap hari, mereka bekerja dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00 waktu setempat.
”Kami minta pemerintah mendukung usaha kami dengan menjaga kestabilan harga,” ujar Dominikus, yang mengaku khawatir dengan pemasaran rumput laut yang hingga kini masih mengalami pasang surut.
Warga lainnya, Valentinus Tawurutubun (62), ingin agar pemerintah bisa mengatur pemasaran rumput laut yang mereka hasilkan. Ia memiliki long line sepanjang 200 meter dengan produktivitas dalam satu bulan mencapai 400 kilogram rumput laut kering. Penghasilan bersihnya mencapai Rp 5 juta.
Berkat usaha itu, Valentinus berhasil menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. ”Budidaya rumput laut ini menjadi andalan dalam menopang kehidupan kami. Kami minta dukungan dari semua pihak,” kata dia.
Untuk membantu pemasaran, di desa itu sedang dibangun pabrik pengolahan rumput laut menjadi produk setengah jadi. Dari pusat Langgur menuju Desa Letvuan, yang jaraknya 4 kilometer barat kota, terlihat beberapa rumah menawarkan tepung rumput laut.
Terus meningkat
Usaha budidaya rumput laut tidak hanya dilakukan warga Desa Letvuan, tetapi juga warga daerah lain di Kabupaten Maluku Tenggara. Jumlah pembudidaya terus bertambah.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara Lilly Letelay mengatakan, pada 2013 sebanyak 5.268 keluarga menekuni usaha itu dibandingkan dengan pada 2007 yang hanya 257 keluarga. Produksi pun meningkat pada 2013, yakni 6.714,480 ton rumput laut kering daripada pada 2007 yang hanya 44,1 ton. Masih banyak wilayah perairan potensial yang belum dimanfaatkan masyarakat. Dari keseluruhan 5.103 hektar, hanya 2.810 hektar yang sudah digunakan untuk budidaya rumput laut. Salah satu penyebabnya, keterbatasan anggaran dan minimnya infrastruktur pendukung.
”Masyarakat mempunyai kemauan yang besar untuk memanfaatkan potensi yang sangat menjanjikan ini. Namun, sumber daya yang dimiliki masih terbatas sehingga butuh dukungan pemerintah. Sementara itu, melihat kekuatan yang ada pada pemerintah kabupaten memang tidak cukup sehingga butuh dukungan dari pemerintah provinsi dan pusat,” kata Lilly.
Saat panen raya di Desa Letvuan, 25 Maret, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, yang didampingi Gubernur Maluku Said Assagaff dan Bupati Maluku Tenggara Anderias Rentanubun, mengapresiasi usaha masyarakat.
”Rumput laut terbaik di dunia itu berasal dari Maluku, sementara rumput laut yang terbaik di Maluku berasal dari Kabupaten Maluku Tenggara. Jadi, rumput laut terbaik di dunia berasal dari Maluku Tenggara. Mari kita jaga dan pertahankan bersama,” kata Hatta.
Untuk mendukung budidaya rumput laut, Hatta berkomitmen membicarakan semua harapan masyarakat tersebut dalam rapat koordinasi kementerian bidang perekonomian secepatnya. Harapan itu antara lain akan diwujudkan dengan penambahan peralatan dan bantuan permodalan bagi masyarakat yang selama ini belum mendapat perhatian yang maksimal.
Menurut Hatta, sektor kelautan dan perikanan menjadi potensi unggulan Maluku. Namun, akses permodalan yang diberikan kepada masyarakat masih sangat rendah sehingga harus di tingkatkan. Dia menjanjikan membuat standar operasional khusus mengenai kredit usaha rakyat untuk sektor ini karena banyak masyarakat yang ingin memanfaatkan potensi rumput laut.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006103416
- Log in to post comments
- 641 reads