BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Potensi Tomohon Gula Aren Ramah Lingkungan

Potensi Tomohon
Gula Aren Ramah Lingkungan

GERALDI (25) mengaduk nira aren dalam wajan besar di atas tungku berbahan bakar uap panas dari pipa-pipa pembangkit panas bumi, Sabtu (16/8). Aroma harum merebak, mewangikan ruangan salah satu pabrik gula aren organik di perbukitan Tomohon, Sulawesi Utara, nan sejuk itu. Wangi gula ini telah menumbuhkan harapan ribuan petani aren.

”Bukan hanya petani yang diuntungkan, adanya pabrik ini juga jadi berkah buat kami warga sekitar sini. Setidaknya, kami bisa bekerja, cari uang,” ujar Geraldi, salah satu tukang masak gula di Pabrik Gula Aren Masarang, Kelurahan Tondangow, Kecamatan Tomohon Selatan, Kota Tomohon.

Sebelumnya, laki-laki tamatan SMA ini bertahun-tahun menganggur. Kemudian, dia ditawari oleh kerabatnya untuk bekerja di pabrik gula aren itu. Dalam sehari, dia diupah Rp 80.000. Dengan lima hari kerja, Geraldi bisa mendapat hingga Rp 1,95 juta per bulan. Dia pun bisa menabung.

Selain Geraldi, paling tidak ada 32 pekerja lainnya di sana. Mereka bertugas mengaduk air nira hingga menjadi bubuk gula aren, menyaringnya, mengeringkan, lalu mengemasnya sebelum diekspor ke Belanda.

Seperti halnya bagi para pekerja, kehadiran Pabrik Gula Aren Masarang, yang dikelola PT Gunung Hijau Masarang, membuka harapan baru bagi petani aren. Seperti dikatakan Yusuf Wungow (63), petani aren di Kelurahan Lahendong, yang selama puluhan tahun menyadap nira dan mengolahnya menjadi gula aren.

Setiap hari, Yusuf mampu menyadap rata-rata 115 liter nira. Dari nira tersebut, dia dapat membuat 23 batok gula aren per hari yang dijual ke pengepul seharga Rp 8.500 per batok. Artinya, dalam sehari dia mendapat Rp 195.500.

Tiga tahun terakhir, Yusuf memilih menyetor air nira ke Pabrik Gula Aren Masarang. Dengan harga beli Rp 2.000-Rp 3.000 per liter, dari hasil sadapan yang sama bisa didapatkan hingga Rp 350.000 per hari.

”Selain itu, saya juga masih punya waktu untuk menanam ubi jalar dan sayuran. Lagi pula, kalau mengolah nira sendiri biayanya mahal karena harus menyediakan banyak kayu yang harganya sudah tidak murah,” ujarnya.
Geotermal

Aren merupakan hasil bumi andalan Kota Tomohon selain kelapa dan cengkeh. Wilayah perbukitan yang sejuk ini, Senin (18/8), akan dilintasi 50 peserta Kompas Jelajah Sepeda Manado-Makassar etape pertama dengan rute Manado-Tomohon- Amurang sejauh 84 kilometer.

Namun sayang, menurut Willie Smits, Ketua Yayasan Masarang yang mengelola pabrik gula aren tersebut, banyak pohon aren di perbukitan ditebang dan diganti warung-warung serta permukiman. Lekuk-lekuk wilayah yang berada di lereng Gunung Lokon dan Soputan itu kini tidak serindang puluhan tahun silam.

Pembabatan kayu secara masif jugalah yang menyebabkan petani aren di Kelurahan Kumelembuai, Kecamatan Tomohon Timur, kini kesulitan mengolah nira. Marthen Polii, Manajer Produksi PT Gunung Hijau Masarang, mengatakan, ratusan ribu batang pohon ditebang untuk dijadikan bahan bakar pemasakan gula aren.

Sementara di pabrik gula itu tidak ada kayu atau batok kelapa yang digunakan sebagai bahan bakar. Untuk memasak, mereka memanfaatkan uap panas bertekanan tinggi yang disalurkan dari pipa-pipa PT Pertamina Geothermal Energy area Lahendong di sebelah pabrik.

”Bisa dibilang gula aren ini ramah lingkungan karena tidak menggunakan kayu bakar atau bahan bakar fosil lainnya sehingga tidak merusak lingkungan,” kata Marthen.

Sistem geotermal di Lahendong mampu menyuplai listrik sebesar 80 megawatt. Selain menghasilkan listrik, sisa energi panas bumi dengan temperatur mencapai 70 derajat celsius itu dialirkan ke semua tungku pemasakan nira di pabrik gula aren Masarang secara gratis.

Sejak berdiri pada 2007, pabrik gula yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut telah menampung air nira dari sekitar 1.500 petani aren di Kelurahan Taratara, Lahendong, Tinaras, Kayahu, dan Kumelembuai. Pabrik ini mampu memproduksi 800 kg-1 ton gula aren bubuk per hari untuk diekspor ke Belanda.

Menurut Willie Smits, pembuatan gula aren dengan pemanasan uap panas sifatnya stabil. Alhasil, panas wajan merata sehingga tidak ada hasil gula yang gosong. Gula yang dihasilkan pun bersih karena tidak terkena debu pembakaran kayu bakar.

Dia berharap suplai uap panas bumi dari Pertamina ditingkatkan agar semakin banyak petani aren bisa menyetor hasil ke pabrik itu. Dengan demikian, akan semakin sedikit pula nira dibuat menjadi minuman keras yang selama ini kerap menjadi pemicu konflik. (Gregorius M Finesso/Dahlia Irawati/ Sonya H Sinombor)




Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008383439

Related-Area: