AMBON, KOMPAS — Potensi sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Maluku yang memiliki luas laut lebih kurang 658.312,75 kilometer persegi atau 92,4 persen dari luas wilayah itu belum dimanfaatkan dengan baik. Penyebab utama adalah nelayan lokal belum diberdayakan secara optimal.”Jika pemerintah menginginkan agar potensi laut di daerah ini menjadi andalan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, nelayan lokal harus diberdayakan. Sangat ironis melihat kondisi masyarakat pesisir yang pada umumnya hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal, alam laut Maluku sangat kaya,” kata Masudin Sangaji, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura di Ambon, Maluku, Kamis (8/1).
Secara geografis, Provinsi Maluku dibentuk dari 1.340 pulau dengan luas wilayah 712.459,69 kilometer persegi. Sebanyak sembilan kabupaten dan duakota di provinsi itu memiliki daerah pesisir. Panjang garis pantainya mencapai 10.662 kilometer.
Menurut Masudin, pemberdayaan itu meliputi pemberian kapal ikan dan peralatan tangkap yang memadai. Sejauh ini, nelayan-nelayan lokal di Maluku hanya bisa memiliki kapal tangkap dengan kapasitas paling maksimal 30 gros ton (GT). Itu pun tidak lebih dari 5 persen dari total sekitar 60.000 rumah tangga perikanan.
Kapal dengan kapasitas itu memiliki daya jelajah laut paling jauh 7 kilometer dari darat. Terlebih lagi harus menghadapi perairan Maluku yang sangat ekstrem ketika cuaca buruk. Kala gelombang tinggi, kapal-kapal itu terpaksa didaratkan.
Pemberdayaan lain yang harus dilakukan adalah pelatihan tentang cara penggunaan teknologi kapal dan penggunaan peralatan tangkap modern. ”Nelayan lokal tidak terlalu kesulitan menyesuaikan diri karena karakter mereka adalah pelaut. Pemerintah hanya memberikan sentuhan sedikit,” ujarnya.
Ketika pemerintah melarang penggunaan nelayan asing seperti saat ini, semestinya perusahaan menggunakan nelayan lokal untuk penangkapan ikan. Langkah itu juga sebagai upaya menekan kemiskinan. Lebih dari itu menghindari ketergantungan pada nelayan asing.
Pemerintah Provinsi Maluku, kata Masudin, belum menunjukkan langkah nyata dalam pemanfaatan potensi laut. Kendati gencar mendorong Maluku sebagai lumbung ikan nasional, tidak ada kebijakan konkret. Nelayan lokal sebagai pilar utama pendukung program itu belum diperhatikan.
Atok Tuasela (41), nelayan asal Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, menuturkan, usaha perikanan tangkap keluarganya yang digeluti sejak 1960-an belum pernah mendapatkan dukungan dari pemerintah. Ia memiliki duakapal ikan berkapasitas masing-masing 25 GT dan 30 GT. ”Awalnya kami datangkan nelayan dari Manado (Sulawesi Utara) untuk melatih anak buah kapal kami. Kami usaha sendiri, termasuk meminjam uang dari bank, untuk usaha penangkapan ikan,” ujarnya.
Keluhan yang sama juga disampaikan Dedi Suhardi (54), nelayan di Desa Eti, Kacamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat. ”Kapal kami tidak memadai sehingga ketika cuaca buruk terpaksa tidak melaut,” ujar Dedi. Ia hanya memiliki perahu motor dengan kapasitas 40 tenaga kuda (PK). (FRN)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011271076
- Log in to post comments
- 133 reads