BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Pengendalian Pengelolaan Dihapus

RUU KEBUDAYAAN
Pengendalian Pengelolaan Dihapus
Ikon konten premium Cetak | 28 Januari 2016 Ikon jumlah hit 17 dibaca Ikon komentar 0 komentar

JAKARTA, KOMPAS — Masalah pengendalian pengelolaan kebudayaan oleh pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Kebudayaan menjadi salah satu materi yang dikritik keras kalangan akademisi dan pegiat kebudayaan. Dalam pembahasannya oleh pemerintah, ketentuan pengendalian pengelolaan kebudayaan ini dihapus.

"Meski melalui berbagai diskusi dan sudah menerima banyak masukan, RUU Kebudayaan inisiatif DPR ini tetap minim perubahan. Pemerintah kini sedang membahasnya dan mengarahkan pada kerangka pikiran yang sama," kata Direktur Jenderal Kebudayaan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid, Rabu (27/1), di Jakarta.

Pengendalian pengelolaan kebudayaan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dituangkan dalam Pasal 4 RUU Kebudayaan. Kewenangan pemerintah untuk pengendalian ini bersifat otoritatif atau berpotensi membentuk pemerintahan otoriter.

"Persoalan 'pengendalian' ini menjadi salah satu pokok bahasan untuk melihat isi semangat RUU Kebudayaan atas inisiatif DPR ini," ujar Hilmar.

Selama ini, RUU Kebudayaan yang dikatakan Hilmar sebagai minim perubahan itu mengandung kekacauan pijakan konseptual dan cara berpikir. Pegiat kebudayaan Radhar Panca Dahana mengatakan, DPR yang menyusun RUU Kebudayaan ini tidak menggunakan akal sehatnya karena tidak mengakomodasi masukan berbagai pihak.

"Kita sekarang berharap, seharusnya pemerintah memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kebudayaan," ujar Radhar.

Pragmatisme

Radhar mengatakan, sebuah perundang-undangan semestinya mengandung nilai idealisme. Namun, penyusunan RUU Kebudayaan justru menampakkan budaya pragmatisme.

"Pada waktu para akademisi memberikan masukan kepada DPR, tetap tidak ada keinginan untuk membuat perubahannya. DPR justru mengharapkan perubahan nantinya datang dari pemerintah," tutur Radhar.

Persoalan nama RUU Kebudayaan juga menunjukkan cara berpikir yang keliru. Kebudayaan itu sesuatu yang abstrak atau tidak bersifat material sehingga sesuatu yang abstrak seperti pikiran tidak dapat diundang-undangkan. "Mengenai nama, mestinya itu diganti DPR. Tetapi, sejauh ini tidak pernah diganti," kata Radhar.

Beberapa usulan nama telah disampaikan kepada DPR, misalnya RUU Pengelolaan Produk Kebudayaan. Alasannya, dalam kebudayaan yang bisa diatur di dalam undang-undang adalah produk kebudayaannya.

"Pengelolaan produk kebudayaan seperti industri perfilman, seni pertunjukan, perbukuan, dan sebagainya itu bisa diatur," ujar Radhar. (NAW)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/28/Pengendalian-Pengelolaan-Dihapus