BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Pengelolaan Taman Bumi Angkat Perekonomian Daerah

Geopark Rinjani
Pengelolaan Taman Bumi Angkat Perekonomian Daerah
Ikon konten premium Cetak | 29 Januari 2016 Ikon jumlah hit 132 dibaca Ikon komentar 0 komentar

MATARAM, KOMPAS — Pelaku wisata dan pemerintah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat sepakat bersinergi memperjuangkan status Gunung Rinjani ke dalam jaringan taman bumi atau geopark dunia. Konsep pengelolaan taman bumi pada sebuah destinasi wisata geologi terbukti mampu meningkatkan perekonomian daerah.

Hal itu mengemuka dalam seminar bertemakan ”Keindahan dan Potensi Rinjani sebagai Geopark Dunia” di Hotel Lombok Raya, Kota Mataram, NTB, Kamis (28/1). Seminar ini merupakan kerja sama Kementerian Pariwisata, Pemerintah Provinsi NTB, dan harian Kompas.

Pembukaan seminar dihadiri Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata Dadang Rizki Ratman, Wakil Gubernur NTB Muhammad Amin, dan Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Ninuk Mardiana Pambudy.

Seminar juga menghadirkan pembicara peneliti Museum Geologi Bandung, Indyo Pratomo; Ketua Kelompok Kerja Geopark Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Hanang Samodra, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnain, geolog Museum Geologi Bandung yang juga mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi NTB Heryadi Rachmat, serta Kepala Subdirektorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Priambudi. Seminar dimoderatori wartawan Kompas, Gesit Ariyanto.

Terkait pengembangan wisata, Dadang mengatakan, status taman bumi dapat dikemas sebagai sebuah citra atau branding dari sebuah destinasi wisata geologi. ”Citra pariwisata daerah terangkat karena promosi yang mendunia. Padahal, harus diingat bahwa pariwisata merupakan roda penggerak perekonomian tercepat ketimbang sektor ekonomi lain,” katanya.

Dalam seminar itu terungkap sejumlah pengelolaan geopark di berbagai lokasi mampu meningkatkan perekonomian daerah. Tiongkok, misalnya, dari pendapatan wisata sekitar 6 miliar dollar AS atau Rp 84 triliun, sekitar 62 persen di antaranya atau mencapai Rp 52 triliun disumbangkan dari pengelolaan 33 kawasan geopark global.

Pengelolaan kawasan Gunung Sewu, terutama di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mampu melipatgandakan pendapatan asli daerah (PAD) yang pada 2011 hanya sekitar Rp 800 juta. Melalui pengelolaan wisata karst dengan konsep geopark, PAD wilayah itu menjadi Rp 22,5 miliar.

Manajemen pengelolaan

Pengembangan Geopark Gunung Rinjani dimulai pada 2008. Namun, baru tahun ini kawasan ini diajukan agar dinilai Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) untuk menentukan kawasan itu bisa masuk dalam jaringan taman bumi dunia. Indonesia baru memiliki dua kawasan geopark dunia, yaitu Gunung Sewu dan Gunung Batur (Bali).

Manajemen pengelolaan kawasan geopark, menurut Hanang Samodra, adalah tolok ukur utama penilaian tim UNESCO. Sebuah kawasan geologi tidak bisa disebut sebagai geopark jika tidak ada aktivitas masyarakat di sekitarnya.

”Berkaca dari sejumlah kegagalan beberapa pengajuan dossier (dokumen usulan) geopark di Merangin (Jambi) dan Toba (Sumatera Utara), UNESCO sangat detail soal manajemen dan pengelolaan kawasan, bagaimana komitmen dan jalur koordinasi lintas instansi dan pemerintah, hingga seberapa jauh peran serta masyarakat dalam pemanfaatan warisan alam,” katanya.

Seperti halnya Geopark Kaldera Toba, saat tim UNESCO melakukan penilaian, kata Hanang, ternyata tidak semua pemerintah kabupaten/kota yang berada di kawasan garis batas (deliniasi) Toba mendukung pengelolaan taman bumi.

Oleh karena itu, UNESCO menyarankan agar kawasan deliniasi Toba dipersempit sesuai luas kawasan yang didukung pemerintah daerahnya. Adapun Geopark Merangin di Jambi terkendala sistem koordinasi antardaerah penyangga yang tidak jelas.

Persoalan lain yang biasanya menjadi kendala pengesahan geopark berskala global yakni terkait promosi dan struktur kepengelolaan yang efektif. ”Masih ada waktu sebelum tim UNESCO menilai geopark Rinjani. Seluruh unsur pemangku kepentingan harus membentuk kepengelolaan yang efektif yang mampu menjembatani seluruh pemerintah daerah,” ujar Hanang.

Terkait hal itu, Muhammad Amin mengatakan, pemerintah provinsi bersama lima kabupaten/kota dalam deliniasi kawasan geopark Rinjani telah sepakat menjadikan program taman bumi sebagai salah satu prioritas kebijakan. Lima kabupaten/kota itu adalah Kabupaten Lombok Timur, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Kota Mataram.

Ninuk Mardiana mengatakan, dibutuhkan sinergi kuat antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga-lembaga yang berkepentingan di kawasan Rinjani. Pada akhirnya pengelolaan Rinjani harus memberi keadilan bagi masyarakat setempat.

Mengenai pencitraan Rinjani, Heryadi Rachmat mengatakan, gunung setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut itu sangat unik karena memiliki kaldera dengan gunung api aktif, yakni Gunung Barujari. ”Ini bisa jadi branding yang mendunia karena tidak banyak kaldera dengan gunung api aktif di dalamnya,” ujarnya.

Letusan Gunung Rinjani tua yang disebut juga sebagai Gunung Samalas pada 1927 juga tidak kalah dahsyat dengan letusan Tambora. Mengutip hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (2013), Indyo Pratomo mengatakan, saat Tambora meletus pada 1815, material yang dilontarkan sebanyak 33 kilometer kubik. Sementara, lontaran material letusan Samalas mencapai 40 km kubik.

Sebagai sebuah taman bumi, Rinjani juga menyimpan potensi keragaman geologi, hayati, dan tradisi yang menjadi bahan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan. Iskandar Zulkarnain mengatakan, di kawasan Geopark Rinjani tercatat 50 situs geologi dan non-geologi. Iskandar mengingatkan agar semua situs itu memiliki papan informasi yang jelas dan mudah dibaca oleh orang awam sekali- pun. Selain itu, harus ada diseminasi (penyebaran) pengetahuan yang menunjukkan hubungan antara situs tersebut dan sosial budaya masyarakat.

Terkait konservasi alam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menurut Agus Priambudi, akan mengembangkan pusat penelitian terintegrasi di dalam Taman Nasional Gunung Rinjani. Pihaknya juga akan meningkatkan hubungan yang saling menguntungkan antara masyarakat (adat) dan pemerintah dalam pengelolaan kawasan hutan di Rinjani. (GRE/RUL)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/29/Pengelolaan-Taman-Bumi-Angkat-Perekonomian-Daerah

Related-Area: