BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Nonggup, Contoh Pergerakan Cerdas Orang Papua

Nonggup, Contoh Pergerakan Cerdas Orang Papua
HL | 31 October 2014 | 17:40 

Hari ini (31/10), yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) melaksanakan diskusi dan pemutaran film inspiratif mengenai perjuangan orang Papua. Nonggup, sebuah film mengenai perjuangan masyarakat petani karet Papua di Kampung Ogenetan, Distrik Iniyandit, Kabupaten Boven Digoel, Papua. Nonggup sendiri, yang berarti kerja sama atau kebersamaan, adalah nama koperasi yang dirintis oleh masyarakat Kampung Ogenetan yang kemudian berhasil memajukan perekonomian masyarakat Kampung Orgneten.

Antara Karet, Kampung Ogenetan dan Tengkulak

Kisah tentang Nonggup sendiri dimulai dari sulitnya masyarakat Kampung Ogenetan untuk menaikan taraf hidupnya. Walaupun hasil karet di Ogenetan terbilang baik, namun masyarakat Kampung Ogenetan tidak serta merta menjadi sejahtera. Letak geografis yang cukup sulit dan minimnya akses transportasi yang memadai membuat roda pereknomian bergerak sangat lambat. Ditambah lagi dengan praktik tengkulak yang merajalela dan mencekik petani-petani karet disana. Masyarakat Kampung Ogenetan memang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani karet. Sekitar dekade 1970-an, seorang misionaris bernama Pastor Josep Nuy mengenalkan karet ke masyarakat Orgenetan. Karet dianggap cocok karena tidak memerlukan perawatan yang intensif. Kemudian Pastor Cornelis J.J De Rooij mengenalkan teknik pemeliharaan, penyadapan dan pemanfaatan getah karet.

Letak geografis Kampung Ogenetan memang begitu terisolir. Sebelum adanya Koperasi Nonggup, kondisi jalan menuju kota terdekat begitu sulit dilalui, berlumpur dan licin ketika musim hujan, berdebu dan berbatu-batu pada musim kemarau. Jarak Kampung Ogenetan ke ibukota Boven Digul, Tanah Merah sekitar 160 KM, sedangkan jarak ke kota terdekat yaitu Midiptana, sekitar 15 KM, perjalanan hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki dan memakan waktu 6 sampai 8 jam.

Berawal dari permasalahan inilah para tengkulak masuk menguasai hasil karet masyarakat kampung. Dengan jarak yang jauh, masyarakat Kampung Ogenetan kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok. Tengkulak datang dengan membawa kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat Kampung Ogenetan kemudian ditukar oleh hasil karet mereka. Bila hasil karet belum terpenuhi maka masyarakat Kampung Ogenetan diperbolehkan mengambil kebutuhan pokok terlebih dahulu dengan cara hutang kemudian dibayar dengan hasil karet. Sehingga masyarakat Kampung Ogenetan tidak pernah tahu harga pasar yang sebenarnya bahkan ada banyak atau sedikit hasil sadapan masyarakat Kampung Ogenetan langsung diserahkan kepada tengkulak untuk membayar hutang mereka. Warga lelah bekerja hanya untuk membayar utang. Merencanakan penggunaan uang untuk masa depan adalah sebuah kemewahan bagi mereka.

Koperasi Nonggup

Bapak Yan Karowa, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Ditrik Iniyandit berinisiatif untuk melakukan perubahan. Bersama dua fasilitator Wahana Visi Indonesia, yang saat itu bertugas untuk program pemberdayaan masyarakat di Iniyandit, Frans Upessy dan Riswanto, mereka melakukan iskusi-diskusi panjang untuk memecahkan masalah kemiskinan, mereka sepakat mengajak masyarakat Ogenetan untuk mendirikan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Gayung tidak langsung bersambut dengan mudah. Sebenarnya masyarkat Kampung Ogenetan pernah beberapa kali membina usaha secara berkelompok tetapi uang yang terkumpul selalu dibawa kabur oleh ketua kelompok. Dengan pendekatan yang dilakukan secara terus menerus, akhirnya pada tahun 2009, sebanyak 29 warga Kampung Ogenetan sepakat mendirikan koperasi yang dinamakan Nonggup.  Saat itu modal dalam bentuk uang yang terkumpul adalah sebesar dengan modal 8-10 juta rupiah. Segera setelah koperasi terbentuk, masyarakat bersepakat untuk tidak lagi menjual karet ke tengkulak dan memilih menjual karetnya ke koperasi.

Menyadari dapat menghasilkan empat sampai tujuh ton karet setiap bulan, Koperasi Nonggup pun memberanikan diri menggagas kerjasama dengan perusahana karet PT Montelo di Kabupaten Boven Digoel. Harga karet yang dijual Koperasi ke PT Montelo berkisar 15 ribu sampai 23 ribu rupiah.  Keuntungan dari jual beli karet dibagikan kembali kepada anggota Koperasi sebagai Sisa Hasil Usaha. Cara ini ternyata berhasil dan kemudian menarik perhatian lebih banyak warga Ogenetan. Perkembangan Koperasi Nonggup luar biasa cepat. Hanya dalam beberapa tahun, anggota Koperasi Nonggup bertambah hampir berkali-kali lipat. Pada 2014 anggota koperasi sudah mencapai 458 orang dan kini telah memperoleh keuntungan sebesar Rp1,6 miliar.

Yan Karowa, Kisah Dari Sebuah Kepemimpinan

14147519311704437915

Yan Karowa, memakai topi (Sumber : https://www.facebook.com/yan.karowa)

Kisah mengenai Koperasi Nonggup ini begitu inspiratif bagi perkembangan masyarakat Papua. Masyarkat, dipimpin oleh pemimpin daerahnya maju bersama melepaskan diri dari jerat kemiskinan. Bagaimana bapak Yan Karowa peduli terhadap nasib masyarakatnya, kemudian usahanya untuk menyampaikan idenya agar diterima oleh masyarakat sampai pembuktiannya dengan kerja, bahwa usahanya adalah untuk kepentingan masyarakat, merupakan contoh yang harus ditiru oleh pemimpin daerah di Papua lainnya, bahkan di Indonesia. Hal yang dilakukan Yan Karowa adalah kerja nyata, bukan hanya retorika politik yang disuarakan mulut semata. Kepemimpinan Yan Karowa dan Koperasi Nonggup harus disebarkan, tidak hanya kepada para pelaku usaha saja, tetapi kepada para mahasiswa Papua. Agar mahasiswa Papua, yang merupakan masa depan Papua, tidak hanya tahu cara mengeluarkan retorika politik tanpa tahu cara mensejahterakan rakyat Papua.

Sumber:

http://www.antaranews.com/berita/461519/film-nonggup-segera-tayang-di-papua

http://www.wvindonesia.org/?mod=205&id=2891&WVI_ID=8b9d83b8ccc63b0b05f8135f3805518e



Sumber: http://hiburan.kompasiana.com/film/2014/10/31/nonggup-contoh-pergerakan-cerdas-orang-papua-699956.html

Related-Area: