BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Menggugah Wawasan Kebangsaan Melalui Dialog Nasional dan Gelar Pemberdayaan Adat Nusantara

Menggugah Wawasan Kebangsaan Melalui Dialog Nasional dan Gelar Pemberdayaan Adat Nusantara
Posted by Nurhidayat | Saturday, 26 April 2014  
Oleh:  Albar Madeali

Penulis adalah Pemerhati Sosial Budaya Masyarakat

Menggugah Wawasan Kebangsaan Melalui Dialog Nasional dan Gelar Pemberdayaan Adat Nusantara
Ilustrasi/Int
Problematika kebangsaan kian mengemuka di masyarakat Indonesia. Sebut saja banyaknya ketidakpuasan masyarakat diberbagai daerah yang berujung konflik sosial. Salah satu faktor penyebabnya adalah melemahnya perekat nasionalisme, baik secara konseptual maupun secara praktikal. Perekat tersebut, antara lain faktor ideologi yang kian terabaikan pemahamannya di masyarakat dan hilang/terkikisnyanya nilai-nilai kultural yang terinternalisasi di kehidupan keseharian masyarakat. Wujudnya berupa nilai-nilai/hukum adat di setiap daerah, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Penyebabnya adalah faktor kebijakan negara yang lebih mementingkan formalisasi atau penyeragaman kelembagaan kemasyarakatan di desa atau kelurahan, sehingga muncullah konsep RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga), terutama saat rezim Orde Baru berkuasa. Dampaknya apabila ada konflik sosial di masyarakat, maka semuanya diselesaikan di tingkat RT atau RW. Padahal konsep dan praktek hukum adat telah ada dan mengakar di masyarakat sejak adanya bangsa di Nusantara. Sebelum adanya konsep RT atau RW tersebut, apabila ada konflik sosial, maka diselesaikan secara adat dan umumnya masyarakat akan patuh dan tunduk terhadap nilai-nilai/hukum adat setempat.
Realitas saat ini, penyelesaian secara adat jarang dilakukan lagi karena telah tergerus oleh formalisme konsep RT atau RW. Pertanyaannya, apakah kita harus tinggal diam mengikuti keadaan yang kian tidak membaik dan kondusif ini atau segera merubah kembali mind set kita mengenai nilai-nilai adat/hukum adat, yang kalau disadari bersama akan memberikan pencerahan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara?

Bagi Penulis, masyarakat perlu mencermati dan mengikuti momentum acara DIALOG NASIONAL DAN GELAR PEMBERDAYAAN ADAT NUSANTARA TAHUN 2014 yang dilaksanakan pada tanggal 26 – 28 April di Kendari Sulawesi Tenggara, serta dirangkaikan dengan HUT Provinsi Sulawesi Tenggara. Adanya acara tersebut, minimal akan membuka cakrawala berpikir kebangsaan masyarakat, bahwa betapa pentingnya mengangkat kembali nilai-nilai/hukum adat yang dapat dijadikan sebagai salah satu perekat kebangsaan.

ISU SEPUTAR DIALOG NASIONAL
Menyadari hal tersebut di atas, beberapa isu yang dapat diangkat untuk menjadi renungan bersama, adalah :pertama, para pengambil kebijakan pusat dan daerah, pemerhati hukum adat, praktisi hukum adat, tokoh adat, akademisi, serta masyarakat adat perlu duduk bersama untuk memikirkan bagaimana kontribusi nilai-nilai/hukum adat dalam kerangka kesejahteraan masyarakat saat ini. Memikirkan kontribusi, penting untuk meluruskan kembali nilai-nilai/hukum adat yang tergerus selama ini. Jadi akan melahirkan konsep bahwa nilai-nilai/hukum adat bukan merupakan sumber konflik di masyarakat, tetapi sebagai solusi dan roh bagi masyarakat dalam aktivitasnya sehari-hari. Kedua, merumuskan efektivitas nilai-nilai/hukum adat dalam kerangka kebijakan negara (pemerintah Pusat dan Daerah), baik secara formal maupun non formal, serta tertulis maupun konvensi. Artinya ada kesadaran para penyelenggara negara dalam menjalankan roda pemerintah menggunakan niliai-nilai/hukum adat sebagai roh kebijakannya, sehingga setiap kebijakan yang diambil akan dapat diterima oleh masyarakat. Sejatinya masyarakat Indonesia sadar atau tidak sadar telah secara alamiah memiliki dan mempraktekkan nilai-nilai/hukum adat sejak lahirnya. Ketiga, memasukkan rumusan Rencana Strategis Adat Nusantara dalam visi dan misi serta program untuk jangka pendek dan jangka panjang nasional, sehingga dapat diimplementasikan oleh Presiden terpilih 2014-2019. Hal tersebut, mengingat banyaknya konflik sosial akan terjadi di masa yang akan datang, yang disebabkan oleh banyaknya permasalahan sosial, ekonomi dan politik yang tidak terselesaikan saat ini. Konflik tersebut dapat terjadi secara vertikal maupun horisontal, baik antar individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, kelompok dengan Pemerintah Pusat atau kelompok dengan Pemerintah Daerah.Keempat, bagaimana peran masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam (ekonomi dan lingkungan) secara berkelanjutan untuk kepentingannya agar eksis dalam beraktivitas dan mandiri, serta memakmurkan masyarakat di sekitarnya. Realitas menunjukkan bahwa saat ini peran masyarakat adat masih tertinggal dan tidak terorganisir dengan baik, sehingga cenderung terdegradasi dengan realitas sosial yang tidak kondusif saat ini. Kelima, Adanya penyiapan sumber daya manusia (Regenerasi Masyarakat Adat) guna memikirkan secara konseptual nilai-nilai/hukum Adat Nusantara, sehingga terdokumentasi dan tersistematis gagasan/ide konstruktif guna pengembangan dan kontribusinya bagi pembangunan nasional dan dunia demi ilmu pengetahuan untuk kemakmuran umat manusia. Keenam, memecahkan masalah sosial politik, sosial ekonomi dan sosial budaya saat ini, yang belum  terpecahkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini perlu dipecahkan untuk mendinamisasi dan perbaikan taraf hidup masyarakat yang hampir dapat dikatakan stagnan. Ketujuh, membangun konsep Persaudaraan Adat Nusantara guna kemakmuran bersama untuk Satu Tanah Air dan Satu Bangsa.

Ketujuh isu tersebut, akan menjadi harapan yang dapat diwujudkan dalam jangka pendek dan jangka panjang, guna membangun kesamaan visi untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama di masa yang akan datang.
- See more at: http://www.kendarinews.com/content/view/7932/459/#sthash.GktJTRvF.dpuf