BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Menafsir Pesan Teluk Hading

Lingkungan
Menafsir Pesan Teluk Hading

Oleh: Didit Putra Erlangga Rahardjo

DARI geladak Kapal Motor FRS Menami, dasar laut terlihat, meski dalamnya diperkirakan mencapai 6-7 meter. Namun, hanya karang berwarna gelap yang terlihat. Sesekali tampak sekawanan ikan berjumlah sekitar 15 ekor berenang beriringan.

Tidak lama berselang, perahu kecil yang membawa tim peneliti terumbu karang dan ikan merapat ke Menami. Mereka baru saja menyelam di salah satu titik di perairan yang masuk wilayah Desa Lato, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

”Hancur semua, Mas,” ujar Tutus Wijanarko, anggota tim yang ikut menyelam untuk mengambil data ikan karang.

Dia menjelaskan, di dasar laut yang masuk wilayah Teluk Hading, kondisi terumbu karang rusak parah. Mereka mendapati pecahan karang yang diduga kuat rusak akibat bom ikan. Ada karang yang masih utuh, tetapi warnanya menghitam, tanda sudah mati, dan dipastikan juga akibat pengaruh kalium sianida (potas).

Nelayan menggunakan bom ikan untuk mendapat ikan yang ada di formasi karang. Adapun cara pemakaian potas, yakni disemprotkan di dekat karang sehingga ikan mabuk dan lebih mudah ditangkap. Racun potas bisa mengendap ataupun terbawa arus air. ”Hingga kini, kami masih mendapati nelayan yang menggunakan bom ikan ataupun potas untuk mencari ikan,” kata Tutus.

Kerusakan itu umumnya berlangsung di kedalaman kurang dari 6 meter. Kondisi terumbu karang relatif lebih baik pada kedalaman 10 meter atau lebih.

Begitu kapal Menami bergeser ke tempat lain di Teluk Hading didapat hasil serupa. Tempat ini masuk dalam 10 lokasi akhir yang didatangi sebelum Ekspedisi Pemantauan Terumbu Karang untuk Evaluasi Dampak di Alor dan Flores Timur berakhir.

Ignasius Usen Aliandu, Kepala Seksi Pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Flores Timur, menyebutkan, tren penggunaan potas dan bom ikan di Teluk Hading dan wilayah lain di perairan Flores Timur ditemui sejak 1980.

”Kebanyakan nelayan itu datang dari luar daerah, seperti Maumere. Mereka datang dan berpindah,” ujarnya.

Warga setempat, kata Ignasius, mengetahui dampak dari potas dan bom ikan. Hasil tangkapan ikan mereka merosot tajam dan terpaksa mencari ikan lebih jauh lagi. Mereka kini ikut menghalau nelayan pengguna bom ikan dan potas.

Menurut Ignasius, pihaknya tidak berdaya mengawasi seluruh wilayah perairan terus-menerus. Mengandalkan satu unit kapal bantuan pemerintah pusat tidak cukup, mereka kekurangan anggaran untuk bahan bakar.

Pemandangan serupa terlihat di daerah tanjung yang menjadi jalur para nelayan sekaligus jalur pelayaran. Pecahan karang berserakan di dasar laut dan sebagian besar yang masih utuh kini berwarna putih (mengalami proses bleaching) karena stres.

Meski demikian, masih ada sedikit kelompok terumbu karang, seperti Acropora atau Porites berwarna warni dengan ikan berenang di sela-selanya.
Kawasan konservasi

Tim ekspedisi beranggotakan peneliti dari World Wide Funds for Nature (WWF), Wildlife Conservation Society, dan Dinas Kelautan dan Perikanan dari Kabupaten Alor dan Flores Timur. Mereka berkeliling memetakan kondisi terumbu karang dan populasi ikan di Pulau Alor, Pantar, Adonara, Solor, dan Flores selama tiga minggu.

Setiap kali turun ke satu lokasi pengambilan sampel, dua tim memeriksa lokasi yang berdekatan. Dua orang memeriksa kondisi terumbu karang setiap 50 sentimeter sejauh 150 meter di kedalaman 6 meter. Dua orang lain bergerak sejauh 250 meter mengamati jenis-jenis ikan yang melintas.

Hasil penelitian ekspedisi diharapkan menjadi gambaran dari kondisi terumbu karang di perairan dua kabupaten ini. Lebih khusus lagi untuk Kabupaten Flores Timur. Hasil penelitian bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk merencanakan tata wilayah dan zonasi untuk pengajuan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) kepada pemerintah pusat.

Kabupaten Alor memiliki KKPD seluas 400.080 hektar yang ditetapkan pada 2012. Adapun Kabupaten Flores Timur mencadangkan perairan seluas 150.000 hektar pada 2013. Pencadangan merupakan proses menuju penetapan KKPD.

Setiap KKPD memiliki zonasi untuk membagi wilayah peruntukan, ada yang digunakan untuk penangkapan ikan secara berkelanjutan, ada yang dipakai untuk wisata, ada wilayah perlindungan bagi terumbu karang untuk pulih. Yang paling utama adalah zona inti yang digunakan untuk penelitian saja.

Di terumbu karang, ikan bisa berlindung dan berkembang. Dari kondisi terumbu karang bisa terlihat sehat tidaknya sebuah perairan dalam menjamin keseimbangan ekosistem laut.

Di Indonesia Timur, perikanan menjadi sektor penting. Di Flores Timur, produksi perikanan tangkap pada 2012 mencapai 13.715 ton dari 24 kategori. Produksi di tingkat provinsi 66.004,51 ton pada 2012.
Ada harapan

Harapan di Teluk Hading tidak sepenuhnya musnah. Tim penyelam menemukan karang rekruitmen (karang baru) yang bertumbuhan.

Karang kecil itu tumbuh sekitar setahun ini. Teluk Hading tidak lagi disambangi nelayan dengan potas dan bom ikan karena tangkapan mereka anjlok. ”Apabila dijaga setidaknya dua tahun, kami optimistis terumbu karang di daerah ini kembali pulih,” kata Aditano Ratawimbi, peneliti terumbu karang.

Fakhrizal Setiawan, peneliti populasi ikan, mendapati ikan-ikan indikator di Teluk Hading berjenis Chaetodon yang mencari makan dari polip karang atau ujung yang berukuran kecil. Ada pula ikan pemakan algae sehingga pertumbuhan terumbu karang bisa lebih baik.

”Ikan indikator dan predator bisa menjadi penanda bahwa ekosistem laut di tempat terkait kembali seimbang, meski harus dijaga karena jumlahnya masih sedikit,” kata Fakhrizal.

Hasil dari ekspedisi tersebut masih harus diolah lebih lanjut sebelum bisa dibaca sebagai sebuah laporan lengkap. Menurut Noverica Tri Wirasmanti, Media Relations WWF Indonesia, masih ada kajian sosial ekonomi sebagai lanjutan dari ekspedisi ini.

Teluk Hading adalah secuil masalah dari kelautan Indonesia yang terlihat dari ekspedisi ini. Butuh solusi yang komprehensif demi kelangsungan lingkungan laut dan memakmurkan warga di daerah pesisir. Semoga segala upaya mengonservasi terumbu karang bisa berhasil dan berakhir bahagia.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005793809