BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Masukan Draf Otsus dari Papua Barat Diterima

Senin, 17 Februari 2014 , 08:11:00
Masukan Draf Otsus dari Papua Barat Diterima
Rapat Asistensi Dipimpin Staf Khusus Presiden Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Velix Wanggay

MANOKWARI - Setelah melalui proses panjang, masukan Pemerintah Papua Barat dalam draft Undang-undang otonomi Khusus (Otsus) Plus akhirnya diterima dalam Rapat Penyusunan RUU Otsus Plus di Jakarta, Rabu (12/2). Direktur LP3BH Manokwari Yan Christian Warinussy kepada koran ini kemarin menyebut, hal itu mengemuka pada presentasi dari Tim Asistensi Penyusunan RUU Otsus Plus dari Pemerintah Daerah Propinsi Papua Barat di bawah Pimpinan Sekretaris Daerah Drs. Ishak L.Hallatu, M.Si semalam di Jakarta.
Pokok penting pembobotan yang disampaikan tim Asistensi Papua Barat itu diantaranya soal asumsi-asumsi yang menyatakan bahwa penyusunan RUU tersebut senantiasa mengacu pada Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008.

Kedua soal hirarki kekuasaan antara Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota di Tanah Papua, sesudah undang undang ini berlaku nantinya. Sehingga gubernur senantiasa dapat bertindak selaku pemimpin di daerah, karena otonomi khusus tersebut berpusat di propinsi. 
"Gubernur dapat membantu supervisi bagi bupati/walikota sebagai penyelenggara di lapangan.
Kemudian mengenai definisi Orang Asli Papua (OAP) yang menurut versi Papua Barat seharusnya mengacu pada 3  pihak selaku subjek, yaitu Orang Asli Papua, Orang Papua dan Penduduk Papua," sebutnya.

Paparan Tim Asistensi Papua Barat yang disampaikan semalam oleh DR. Ir. Agus Sumule selaku Wakil Ketua Tim malam itu, juga memberi masukan mengenai soal penyelesaian masalah pelanggaran hak asasi manusia yang mesti dimulai dengan salah satu langkah penting dalam membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Hal ini ditegaskan dengan menentukan time limit atau batasan waktu dua tahun semenjak RUU Otsus Plus disahkan menjadi Undang Undang, KKR sudah harus dibentuk di Tanah Papua.
Hal lain yang juga disampaikan Agus Sumule mengenai pentingnya batasan waktu selama enam bulan dalam hal pendelegasian kewenangan pemerintah daerah dari pemerintah pusat.
Sebab hal ini yang dilihat selama ini sebagai salah satu faktor penghambat, sehingga Otsus di Tanah Papua tidak bisa berjalan secara optimal.
Selain itu, Pemerintah Daerah di Tanah Papua juga perlu mengatur pola distribusi bahan pokok tertentu yang dapat dikelola oleh pengusaha asli Papua, dengan demikian dapat membantu upaya percepatan dalam konteks pemberdayaan pengusaha Papua.
Pemerintah Daerah pun diberi tanggungjawab untuk memastikan bahwa sejumlah bahan pokok pangan dapat dibeli oleh rakyat Papua di daerah pedesaan yang terpencil sekalipun, dengan harga yang terjangkau tanpa dibebani ongkos-ongkos lain yang mempengaruhi kemahalan harga bapok tersebut.

"Konsep masukan Pemerintah Daerah Propinsi Papua Barat bersama Tim Asistensinya ini mendapat apresiasi dan sambutan positif dari anggota DPR Papua, Pimpinan Majelis Rakyat Papua serta Pemerintah Daerah Propinsi Papua maupun Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia serta Staf Ahli Presiden Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Velix Wanggay yang memandu rapat tersebut," jelasnya.
Sehingga pada pertemuan itu,  Tim Asistensi dari Papua dan Papua Barat telah bersepakat untuk selanjutnya menyandingkan dokumen RUU Otsus Plus hasil kerja Tim Asistensi di kedua propinsi ini.
Diharapkan dalam waktu dekat draft terakhir otsus plus ini lahir untuk selanjutnya diajukan kepada Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri untuk dijadwalkan pembahasannya di Sidang DPR RI.(sr)
 

Sumber: http://www.radarsorong.com/index.php?mib=berita.detail&id=21148