BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Mangrove Memagari Kupang

Menjaga Nusantara
Mangrove Memagari Kupang

Oleh: Kornelis Kewa Ama

RUMAH -rumah warga dibangun berimpitan di Pantai Oesapa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, dan tampak tak teratur. Talut dengan ketinggian 2 meter membatasi permukiman warga. Tahun 1980-an kawasan itu dipadati hutan mangrove (bakau). Ulah warga yang berdiam di pesisir membuat hutan bakau itu kini tinggal potongan kayu kering yang muncul di permukaan pasir.

Senja hari Senin (6/10), ratusan pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Kupang berbaur bersama masyarakat Kelurahan Oesapa, bergegas menuju Pantai Oesapa, yang kumuh dan tak terawat. Wali Kota Kupang Yonas Salean memimpin penanaman mangrove bersama Asisten II Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Andre Jehalu.

Menurut Yonas, penanaman mangrove di Pantai Oesapa tidak hanya dilakukan pada peringatan Hari Habitat Sedunia pada hari itu, tetapi akan terus berlangsung setiap Sabtu saat kantor-kantor pemerintah libur.

”Kegiatan ini untuk mengembalikan kawasan ini ke habitat asli. Kita ingin burung-burung yang sebelumnya tinggal di hutan bakau ini suatu saat kembali ke lokasi ini untuk bersarang dan berkembang biak. Biota laut yang berdiam di akar dan sekitar batang bakau kembali hadir. Air laut yang terus menggerus daratan dapat dihilangkan,” katanya.

Kawasan pantai yang hendak ditanami mangrove seluas 15.000 meter persegi dengan jumlah penduduk sekitar 51.200 jiwa. Tiga kelompok petani dilibatkan dalam kegiatan itu, dibantu nelayan setempat.

Mangrove ditanam secara teratur di sepanjang ruang kosong, 150 meter menuju laut, dan di sepanjang sekitar 5 kilometer garis pantai.

”Kami prioritaskan kawasan ini menjadi pusat wisata kota. Paling penting, hutan bakau di sepanjang Pantai Oesapa harus dikembalikan ke habitat aslinya,” kata Yonas.

Permukiman kumuh di Oesapa pun akan dibenahi. Penataan itu menjadi salah satu prioritas pembenahan 13 perkampungan kumuh di Kota Kupang.

Lurah Oesapa Ebed Jusup mengatakan, jumlah warganya 26.375 jiwa. Mereka yang berdiam di pesisir 16.750 orang, sebagian besar nelayan.

Ada tiga kelompok nelayan yang terlibat langsung dalam penanaman mangrove di Oesapa, yakni Risopena, Dalekesa, dan kelompok Bethel Oesapa Tengah. Kelompok-kelompok tersebut tidak hanya menanam dan merawat, tetapi juga menjaga proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman itu.

”Tiga kelompok ini sebagian besar beranggotakan nelayan. Mereka akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat pesisir mengenai peran dan fungsi bakau bagi masyarakat pesisir,” kata Ebed.

”Contoh paling nyata jika pantai ditumbuhi bakau adalah kondisi daratan tetap terjaga atau aman. Kondisi itu berbeda dibandingkan dengan pantai yang tidak ditumbuhi bakau karena air laut naik jauh sampai ratusan meter ke arah daratan,” tambah Ebed.
Denda

Masyarakat pesisir wajib menjaga mangrove yang dibudidayakan. Mereka yang melaporkan perusakan mangrove oleh warga akan mendapat hadiah Rp 250.000 per orang, sedangkan pihak yang melakukan perusakan terkena denda Rp 1 juta per pohon. Kebijakan ini akan diberlakukan setelah penanaman berlangsung tuntas.

Kelompok yang melakukan penanaman diberi insentif bulanan Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta, tergantung jumlah anggota. Setiap kelompok beranggotakan 35-40 orang.

Penanaman mangrove di Oesapa bakal menjadi percontohan bagi warga dari daerah lain. Mangrove yang ditanam diambil dari anakan yang ada di sekitar pantai, sehingga lebih mudah menyesuaikan diri dengan kondisi pasir dan gelombang laut.

Pengembangan mangrove di Pantai Oesapa akan menyatu dengan hutan mangrove di Kelurahan Oesapa Barat dan Desa Oebelo, Kabupaten Kupang. Sesuai dengan rencana jangka panjang, pantai yang perlu ditanami mangrove secepat mungkin ditanami.

”Perubahan iklim dengan pemanasan global saat ini membuat kondisi air laut terus terdorong maju ke daratan, terutama saat musim hujan. Karena itu, andalan kita satu-satunya adalah pengembangan hutan bakau. Pembangunan talut sepanjang pantai tidak menyelesaikan masalah karena suatu ketika talut akan roboh dan ada kecenderungan warga membuat sampah di balik talut itu,” kata Yonas.

Kelompok-kelompok itu bekerja sama dengan ketua RT, membersihkan sampah yang dibawa arus laut dan terdampar di pesisir, termasuk permukiman warga. Selain itu, kebiasaan warga membuang sampah di pantai segera ditertibkan.

Koordinator nelayan Oesapa, Haji Mitu, mengatakan, nelayan tak biasa merusak pohon mangrove karena mereka paham fungsi tanaman itu. Jika pantai dipadati mangrove, nelayan bisa berteduh, menggantungkan alat tangkapan, menambatkan perahu, serta banyak ikan kecil bersembunyi di sekitar akar dan batang mangrove.

Penebangan mangrove selama ini biasanya dilakukan warga yang bukan nelayan, tetapi berdiam di pesisir. Biasanya mereka menebang mangrove untuk pagar, bahan bangunan rumah, dan kayu bakar. Kayu mangrove sangat kuat untuk bangunan dan arangnya dinilai bagus sehingga laris di pasaran.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009363952

Related-Area: