BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kualitas Air Sungai di Belu Segera Diteliti

Tambang mangan
Kualitas Air Sungai di Belu Segera Diteliti

KUPANG, KOMPAS — Tim dari Badan Lingkungan Hidup Nusa Tenggara Timur segera turun ke Kecamatan Lamaknen Selatan dan Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu, untuk memeriksa kualitas sejumlah sungai yang dikonsumsi warga setempat. Penyakit gatal-gatal yang menimbulkan luka serius di bagian tubuh tertentu yang dialami warga dua kecamatan itu diduga bersumber dari buruknya air yang dikonsumsi.

Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) NTT Fred Tielman, di Kupang, Rabu (21/5), mengatakan, tim BLH NTT tidak hanya fokus pada aktivitas PT Nusa Lontar Resourch (NLR) di Dusun Aitameak, Desa Sikin, Lamaknen Selatan, tetapi juga semua obyek yang diduga berpengaruh terhadap penyakit yang diderita warga. Semua pihak agar tak saling menuding, tetapi harus menunggu hasil uji laboratorium yang dilakukan BLH.

”Laporan Pemkab Belu, penyebab gatal sampai menimbulkan luka serius itu masih sulit dipastikan. PT NLR yang disebutkan sejumlah LSM dan warga sebagai penyebab pun masih diragukan karena perusahaan itu belum melakukan kegiatan dan posisi tambang berada di dataran rendah, sementara desa yang terserang gatal berada di ketinggian,” tutur dia.

Hasil uji laboratorium akan membuktikan, penyakit gatal-gatal itu bersumber dari tambang mangan atau tidak. Jika dari tambang mangan, perlu dibuktikan, apakah dampak dari limbah mangan PT NLR atau mangan di luar perusahaan itu.

Manajer Program Walhi NTT Heribertus Naif mengatakan, dugaan pencemaran air sungai oleh PT NLR karena selama ini warga setempat tak pernah mendapatkan penyakit gatal-gatal yang sulit disembuhkan itu. Sebelum PT NLR hadir, penyakit tersebut ada, tetapi tidak separah saat ini.

Sementara itu, produksi batu mangan di NTT kini merosot tajam, dari 2.000-5.000 ton menjadi 300-500 ton per hari. Penerimaan negara bukan pajak tahunan pun yang biasanya Rp 12 miliar-Rp 15 miliar menjadi hanya Rp 2 miliar-Rp 3 miliar.

Menurut Kepala Dinas Pertambangan dan Energi NTT Danny Suhadi, ada dua penyebab utama kemerosotan produksi mangan. Pertama, diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 sejak 12 Januari, yang mewajibkan perusahaan mengolah sebelum diekspor. Penyebab lain, kemerosotan harga mangan di pasaran dunia.

”Banyak perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP), terutama kelompok skala kecil dan menengah, yang terpaksa berhenti beroperasi. Penerapan regulasi baru yang diikuti jatuhnya harga mangan di dunia membuat kelompok perusahaan skala kecil hingga menengah menjadi tidak berdaya,” kata Danny.

Di NTT tercatat ada 396 perusahaan pemegang IUP berbagai jenis mineral, terutama mangan. Ini termasuk 153 perusahaan yang mengantongi IUP produksi. Dilaporkan, jumlah perusahaan yang hingga kini masih bertahan kurang dari separuhnya.(ANS/KOR)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006766157