BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kemidi Rudat, Temukan Asa untuk Bertahan...

Teater Rakyat
Kemidi Rudat, Temukan Asa untuk Bertahan...

Indra Bumaya: Jikalau atas aku juga dikau punya pikiran, setujukah dikau mengikut aku punya perintah atau tiada?

Perdana Menteri dan Hulubalang: Harap diampuni Paduka Tuan, segala Paduka Tuan punya titah-perintah hamba seturut juga….

ITULAH dialog antara Indra Bumaya, Raja Ginterbaya yang diperankan Zakaria, dan para pembantunya dalam pementasan Kemidi Rudat ”Setia Budi” di Dusun Terengan, Desa Pemenang Timur, Kabupaten Lombok Utara di Taman Budaya Nusa Tenggara Barat, Kota Mataram, beberapa saat lalu. Dialog terjadi dalam sidang, Sang Raja menanyakan kehidupan rakyat, keluhan, dan masukan pembantunya, terutama adanya pemerintahan lain selain kerajaan yang dipimpinnya.

Petinggi kerajaan menyatakan rakyat dan kerajaan dalam keadaan aman dan tenteram. Namun, laporan itu hanya ABS, asal bapak senang, karena ada Kerajaan Puspasari, sebagai pesaing yang dipimpin oleh Sultan Ahmad Mangsyur. Terjadi pertumpahan darah setelah keduanya menolak menyerahkan kekuasaan. Ahmad Mangsyur kalah dalam peperangan itu dan dijebloskan ke dalam penjara.

Ibrahim Basyari, putra Ahmad Mangsyur, yang tengah berguru di Gunung Marjan, datang membebaskan ayahandanya. Indra Bumaya dan Ibrahim Basyari adu tanding, menjadikan Indra Bumaya terbunuh. Indra Dewi, putri Indra Bumaya, histeris melihat ayahandanya terbunuh dan menuduh Ibrahim Basyari biadab dan kejam. Perang mulut terjadi antara putra dan putri raja itu meski kemudian mereka berdamai.

Apalagi keduanya pernah bertemu di Taman Sari saat Ibrahim Basyari tersesat dalam perjalanan ke gunung. Mereka saling jatuh hati dan Ibrahim Basyari diberikan selembar selendang pengikat cinta mereka. Mereka akhirnya menikah dua kerajaan disatukan di bawah kepemimpinan mereka.
Jadi TKI

Penampilan Kemidi Rudat di Taman Budaya NTB itu disambut baik oleh masyarakat. Apalagi ada tokoh Jongos dan Hadam, abdi raja, yang bertingkah laku seperti komedian, kerap mengundang tawa. Juga bahasa Melayu yang digunakan dalam berdialog acapkali membuat penonton tersenyum dan berceloteh, ”Marak bahase Malaysia, doang (Seperti bahasa orang Malaysia saja).”

Kostum penari rudat mungkin asing bagi kaum muda saat ini. Mereka mengenakan tarbus ala Turki dan selempang seperti serdadu Marsose, dengan komandan memberi aba-aba dalam bahasa Belanda. Mereka menyanyi sambil menari, seperti gerakan pencak silat, diiringi biola, rebana, gendang, dan suling. Karena membawa keriaan itulah teater ini disebut kemidi (komedi).

Merunut sejarahnya, Kemidi Rudat adalah teater tradisional rumpun Melayu Islam, terutama dilihat dari bahasa yang digunakan. Khazanah ceritanya adalah kisah 1001 Malam yang mungkin dibawa pedagang dan penyebar Islam dari sejumlah daerah, yang dipadukan dengan kebudayaan Arab, Belanda, dan unsur lokal Lombok. Kesenian ini pun menemukan jati dirinya sebagai media tontonan.

Kelompok kesenian ini jarang tampil sebab bergulat dengan persoalan internal, yaitu ditinggal oleh pemain seniornya yang umumnya buruh tani, menyambung hidup sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Kaum muda selaku penerusnya lebih menggemari hiburan di televisi. Minimnya dana dan pembinaan dari pemerintah nyaris mendorong kesenian ini ke jurang kepunahan.

Kondisi itu ditangkap Zakaria, ketua kelompok teater ini, yang berinisiatif melakukan regenerasi tahun 2006. Hanya pemain musiknya yang dari dulu ajek mengawal kesenian ini. Aktor dan aktrisnya sudah dari kalangan muda. Ia mengajak saudara serta keluarga mantan pemain dan tetangganya meneruskan kesenian ini. Zakaria menjadi aktor, sutradara, pelatih tari Rudat, dan pembuat naskah.

Pemain Kemidi generasi baru itu meliputi siswa SMA, karyawan hotel, dan buruh yang jumlahnya sekitar 30 orang. Mereka kebanyakan anak-cucu dari seniman yang memperkuat kesenian ini sebelumnya. Zakaria dan Sabaruji (Jongos) misalnya, mewarisi darah seni dari kakeknya. Yatim (Sultan Ahmad Mangsyur) mengikuti perjalanan ayahnya dan Deni Rukamana (Putri Indra Dewi) belajar akting dari ibunya, Rukaiyah,
yang pernah menjadi pemain rudat.

Pembaruan dilakukan pada tarian sebagai pembuka pementasan. Tarian itu dibuat lebih menarik. (KHAERUL ANWAR)



Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009874445

Related-Area: