BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Dana Otonomi Papua Diperketat

Dana Otonomi Papua Diperketat
Gubernur Lukas Enembe Siapkan Dua Sanksi

JAYAPURA, KOMPAS — Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan sanksi pemangkasan anggaran bagi daerah yang tidak optimal menggunakan APBD akan diterapkan tahun 2015. Total dana otonomi khusus yang dibagikan kepada 29 kabupaten/kota sebesar Rp 4 triliun.

Lukas saat dihubungi Kompas dari Jayapura, Rabu (12/11), memaparkan, terdapat dua sanksi yang dikenakan bagi bupati sesuai kesepakatan bersama. Pertama, pemotongan anggaran hingga 25 persen jika bupati bersama DPRD terlambat menyusun APBD untuk tahun 2015.

Kedua, pemotongan anggaran Rp 50 miliar jika bupati menggunakan dana otsus untuk perjalanan dinas, pembelian kendaraan operasional, dan belanja aparatur negara. Dana yang dipangkas dialihkan ke daerah yang berprestasi dalam pengelolaan dana otsus di wilayah kerjanya.

”Pengesahan APBD harus selesai Oktober sehingga pembangunan sudah terlaksana pada awal tahun depan. Sanksi kedua akan berlaku apabila 80 persen dana otsus tak digunakan untuk ekonomi kerakyatan, kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur,” kata Lukas.

Sejak Lukas memimpin Papua tahun 2013, pengalokasian dana otsus sebelumnya lebih banyak difokuskan di provinsi dikurangi. Sekitar 80 persen dana otsus sebesar Rp 4,7 triliun dibagikan ke 29 kabupaten, sedangkan 20 persen untuk provinsi. Setiap kabupaten mendapat Rp 80 miliar.

Dikatakan, sanksi itu sebagai langkah preventif untuk mencegah penggunaan dana yang tidak tepat sasaran. Hal ini didasari fenomena tingginya angka korupsi di Papua, antara lain penyalahgunaan dana otsus.

”Selama ini dana otsus terpusat di provinsi. Namun, banyak pembangunan yang fiktif sehingga provinsi selalu disorot pemerintah pusat. Apalagi, masyarakat masih hidup miskin. Hal ini yang ingin saya hilangkan,” katanya.

Lukas menambahkan, pihaknya telah meminta BPK mengaudit penggunaan dana otsus dari 2008 hingga 2013. Ditemukan penyalahgunaan sekitar Rp 2 triliun. ”Saya telah menyerahkan laporan hasil audit ke KPK dan Kejaksaan Tinggi Papua. Mudah-mudahan temuan itu segera ditindaklanjuti penegak hukum,” ujarnya.

Pakar hukum Universitas Cenderawasih, Jayapura, Yusak Reba, berpendapat, upaya Lukas patut diapresiasi. Namun, regulasi itu perlu disosialisasikan ke seluruh masyarakat Papua.

”Sebelum diterapkan, masyarakat wajib mendapatkan informasi yang menyeluruh tentang regulasi tersebut. Tujuannya agar masyarakat tak menyalahkan gubernur apabila APBD di kabupatennya dipangkas. Namun, bupatinya yang tidak bekerja dengan baik,” tutur Yusak.

Menurut Yusak, perlu ada tahapan yang jelas dalam pemberian sanksi sehingga tidak terkesan langsung menghakimi kepala daerah itu. ”Lukas terlebih dahulu memberikan kesempatan dalam bentuk peringatan keras kepada kepala daerah itu. Apabila bupati itu kembali mengulangi kesalahannya, Lukas segera tegakkan sanksi itu,” katanya.

Penggunaan dana otsus selama 12 tahun terakhir belum efektif. Anggota BPK, Rizal Djalil, saat menyampaikan pidato berjudul ”Implementasi Kebijakan Otonomi Khusus dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Papua”, 5 Maret lalu, di Universitas Cenderawasih, mengungkapkan, penduduk miskin di Papua 51,21 persen dan Indeks Pembangunan Manusia 60,1 pada 2012. Saat itu, total dana otsus Rp 1,3 triliun.

Sepuluh tahun kemudian, penduduk miskin di Papua 30,66 persen dan IPM 65,86. Padahal, nominal dana otsus yang diterima menjadi Rp 4,4 triliun. Artinya, dana yang besar belum mampu menurunkan angka kemiskinan dan IPM Papua berada di peringkat terakhir dari 34 provinsi. (FLO)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010063653

Related-Area: