BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

DANA DESA; Panduan Belum Ada, Aparat Gamang

DANA DESA
Panduan Belum Ada, Aparat Gamang
1 KOMENTAR FACEBOOKTWITTER  
AMBON, KOMPAS — Sebanyak 72.944 desa di seluruh Indonesia akan mengelola keuangan secara mandiri mulai tahun 2015. Namun, pemerintah pusat lamban melakukan persiapan yang diperlukan. Hingga kini, misalnya, panduan untuk desa belum tuntas. Akibatnya, aparat desa gamang karena belum mendapatkan sosialisasi dan pelatihan.
”Sampai saat ini, kami belum diberi sosialisasi tentang Undang-Undang Desa. Kami tidak tahu seperti apa undang-undang itu dan bagaimana operasionalnya di lapangan,” kata Pejabat Negeri (Kepala Desa) Seith, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Isa Talla di Ambon, Maluku, Minggu (14/9).
Provinsi Maluku menjadi salah satu dari sejumlah daerah di Nusantara yang mempunyai aparat desa belum mendapat sosialisasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu amanat undang-undang itu, pelimpahan kewenangan pengelolaan keuangan atau desentralisasi keuangan kepada desa dengan tujuan memberdayakan desa.
Desentralisasi keuangan mensyaratkan tata kelola keuangan yang baku. Salah satunya, pemerintah desa wajib menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sekaligus menyusun laporan pertanggungjawaban. Namun, hingga kini, mayoritas aparat desa belum mendapatkan sosialisasi dan pelatihan. Bahkan, tak sedikit yang sama sekali tidak tahu.
Menurut Isa, besarnya keuangan yang akan dikelola desa bisa salah kelola jika aparat desa tidak mendapatkan pemahaman. Sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan yang intensif menjadi syarat mutlak. ”Orang pasti cari aman saja, jangan sampai berhadapan dengan proses hukum karena tidak memahami hal itu,” ujarnya.
Persoalan sama juga terjadi di Jawa. Di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pemerintah desanya umumnya belum memahami teknis pengelolaan keuangan desa, seperti penyusunan APBDes. Khoerudin, Kepala Desa Melung, Kecamatan Kedungbanteng, mengatakan, pihaknya belum pernah diundang mengikuti pelatihan penyusunan APBDes.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Na Endi Jaweng berpendapat pemerintah pusat kurang serius dan gesit menyiapkan seluruh infrastruktur yang diperlukan untuk pelaksanaan desentralisasi keuangan ke desa. Hal ini terbukti aturan-aturan pelaksanaannya lamban terbit. (FRN/GRE/LAS)

 

AMBON, KOMPAS — Sebanyak 72.944 desa di seluruh Indonesia akan mengelola keuangan secara mandiri mulai tahun 2015. Namun, pemerintah pusat lamban melakukan persiapan yang diperlukan. Hingga kini, misalnya, panduan untuk desa belum tuntas. Akibatnya, aparat desa gamang karena belum mendapatkan sosialisasi dan pelatihan.”Sampai saat ini, kami belum diberi sosialisasi tentang Undang-Undang Desa. Kami tidak tahu seperti apa undang-undang itu dan bagaimana operasionalnya di lapangan,” kata Pejabat Negeri (Kepala Desa) Seith, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Isa Talla di Ambon, Maluku, Minggu (14/9).

Provinsi Maluku menjadi salah satu dari sejumlah daerah di Nusantara yang mempunyai aparat desa belum mendapat sosialisasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu amanat undang-undang itu, pelimpahan kewenangan pengelolaan keuangan atau desentralisasi keuangan kepada desa dengan tujuan memberdayakan desa.

Desentralisasi keuangan mensyaratkan tata kelola keuangan yang baku. Salah satunya, pemerintah desa wajib menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sekaligus menyusun laporan pertanggungjawaban. Namun, hingga kini, mayoritas aparat desa belum mendapatkan sosialisasi dan pelatihan. Bahkan, tak sedikit yang sama sekali tidak tahu.

Menurut Isa, besarnya keuangan yang akan dikelola desa bisa salah kelola jika aparat desa tidak mendapatkan pemahaman. Sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan yang intensif menjadi syarat mutlak. ”Orang pasti cari aman saja, jangan sampai berhadapan dengan proses hukum karena tidak memahami hal itu,” ujarnya.

Persoalan sama juga terjadi di Jawa. Di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pemerintah desanya umumnya belum memahami teknis pengelolaan keuangan desa, seperti penyusunan APBDes. Khoerudin, Kepala Desa Melung, Kecamatan Kedungbanteng, mengatakan, pihaknya belum pernah diundang mengikuti pelatihan penyusunan APBDes.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Na Endi Jaweng berpendapat pemerintah pusat kurang serius dan gesit menyiapkan seluruh infrastruktur yang diperlukan untuk pelaksanaan desentralisasi keuangan ke desa. Hal ini terbukti aturan-aturan pelaksanaannya lamban terbit. (FRN/GRE/LAS)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008893314

DANA DESAPanduan Belum Ada, Aparat Gamang1 KOMENTAR FACEBOOKTWITTER  AMBON, KOMPAS — Sebanyak 72.944 desa di seluruh Indonesia akan mengelola keuangan secara mandiri mulai tahun 2015. Namun, pemerintah pusat lamban melakukan persiapan yang diperlukan. Hingga kini, misalnya, panduan untuk desa belum tuntas. Akibatnya, aparat desa gamang karena belum mendapatkan sosialisasi dan pelatihan.”Sampai saat ini, kami belum diberi sosialisasi tentang Undang-Undang Desa. Kami tidak tahu seperti apa undang-undang itu dan bagaimana operasionalnya di lapangan,” kata Pejabat Negeri (Kepala Desa) Seith, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Isa Talla di Ambon, Maluku, Minggu (14/9).Provinsi Maluku menjadi salah satu dari sejumlah daerah di Nusantara yang mempunyai aparat desa belum mendapat sosialisasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu amanat undang-undang itu, pelimpahan kewenangan pengelolaan keuangan atau desentralisasi keuangan kepada desa dengan tujuan memberdayakan desa.Desentralisasi keuangan mensyaratkan tata kelola keuangan yang baku. Salah satunya, pemerintah desa wajib menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sekaligus menyusun laporan pertanggungjawaban. Namun, hingga kini, mayoritas aparat desa belum mendapatkan sosialisasi dan pelatihan. Bahkan, tak sedikit yang sama sekali tidak tahu.Menurut Isa, besarnya keuangan yang akan dikelola desa bisa salah kelola jika aparat desa tidak mendapatkan pemahaman. Sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan yang intensif menjadi syarat mutlak. ”Orang pasti cari aman saja, jangan sampai berhadapan dengan proses hukum karena tidak memahami hal itu,” ujarnya.Persoalan sama juga terjadi di Jawa. Di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pemerintah desanya umumnya belum memahami teknis pengelolaan keuangan desa, seperti penyusunan APBDes. Khoerudin, Kepala Desa Melung, Kecamatan Kedungbanteng, mengatakan, pihaknya belum pernah diundang mengikuti pelatihan penyusunan APBDes.Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Na Endi Jaweng berpendapat pemerintah pusat kurang serius dan gesit menyiapkan seluruh infrastruktur yang diperlukan untuk pelaksanaan desentralisasi keuangan ke desa. Hal ini terbukti aturan-aturan pelaksanaannya lamban terbit. (FRN/GRE/LAS)Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008893314

Related-Area: