BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Cegah KDRT, Kampung Damai Dirancang di Papua

Cegah KDRT, Kampung Damai Dirancang di Papua

    Written by  Katharina Lita
    Tue,04 March 2014 | 19:33

KBR68H, Jayapura – Sejumlah kampung di lebih dari lima kabupaten di Papua, menjadi kampung damai percontohan. Kampung damai itu, diantaranya tersebar di Kabupaten Keerom yakni di Kampung Arso Kota, kemudian di Kabupaten Jayapura di Kampung Sentani dan Benyom, lalu di dua kampung yang terletak di Kabupaten Jayawijaya.

Kepala Sub Perlindungan Perempuan dan Anak, Badan Pemberdayaan Anak dan Perempuan Jayapura, Anna Serpara menuturkan, kampung damai diciptakan agar ada perubahan prilaku dan penurunan tindakan kekerasan dalam lingkup keluarga dan lingkungan kampung.

“Kita akan memulai dari kampung dengan penggabungan kearifan lokal setempat. Yang selama sulit dalam penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah penyelesaian dari sisi adat. Di kampung damai, kami berupaya membentuk mekanisme penanganan dan pencegahan agar tingkat KDRT tak terus terjadi,” jelas Anna Serpara di Jayapura, Selasa (4/3).

Anna Serpara menjelaskan, untuk mempermudah penyelesaian Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) lewat sisi adat, maka pemda setempat melahirkan Perda KDRT no 8/2013. Pihaknya juga melakukan tiga pendekatan pencegahan dan pemulihan, diantaranya pencegahan kapasitas masyarakat kampung dan pendekatan lebih kepada pemahaman gender.

“Dalam pendekatan di warga kampung, kami lebih menekankan  kepada perubahan prilaku dan masalah kekerasan, bukan hanya kepada laki-laki tapi juga perempuan,” ujarnya.

Menurut dia, pemicu utama KDRT paling tinggi di Papua, karena masih adanya paham patriarki warga setempat yang menyebutkan bahwa laki-laki adalah pertama dan utama. “Kami terus melakukan pemahaman kekerasan berbasis gender, yang di dalamnya berbicara dari aspek gender untuk perubahan prilaku laki-laki Papua, agar dapat menghargai perempuan, terlebih harus disayangi,” ucapnya.

Peningkatan angka kekerasan pada kepolisian dan lembaga pelayanan pemberdayaan perempuan tidak terjadi secara signifikan. Namum, jika dilihat dari laporan rumah sakit atau puskesmas, maka angka yang ditemui cukup tinggi, yakni mencapai 250-300 kasus per tahunnya.

“Peningkatan pengaduan, bukan karena meningkatnya angka kekerasan. Tapi karena masyarakat telah paham haknya dilindungi. Adanya unit pelayanan memberikan pertolongan bagi korban, dan ini yang menyebabkan angka KDRT. Sementara minuman keras hanya pengantar KDRT,” jelasnya.

Editor: Anto Sidharta

Sumber: http://www.portalkbr.com/nusantara/papua/3157116_4263.html