TANTANGAN DAERAH
Benahi Mental Birokrasi
Ikon konten premium Cetak | 4 Juli 2015
Kota Tual memiliki modal infrastruktur yang lebih memadai dibandingkan kabupaten lain di Maluku. Daerah itu resmi menjadi daerah otonom melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual. Sebelumnya, Tual adalah ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara.
Fahry Rahayaan
FRNFahry Rahayaan
Dengan begitu, program pembangunan seharusnya lebih banyak diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, terutama melalui sektor kelautan dan perikanan. Persoalan infrastruktur tak lagi mendominasi, seperti kebanyakan kabupaten lain di Maluku.
Namun, pemberdayaan ekonomi tidak berjalan dengan cepat. Salah satu indikatornya adalah tingkat kemiskinan yang masih tinggi, yakni pada angka 23,28 persen atau sekitar 5 persen lebih tinggi dari rata-rata persentase tingkat kemiskinan di Maluku. Penurunan angka kemiskinan lambat sebab pada lima tahun sebelumnya angka kemiskinan sekitar 25 persen. Jumlah penduduk Tual tahun 2013 sebanyak 64.032 orang.
Anggota DPRD Kota Tual dari Fraksi Partai Nasional Demokrat, Ali Mardana, mengungkapkan, salah satu penyebab lambatnya pengentasan warga miskin adalah mental sebagian birokrat yang belum bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Hal itu diperlihatkannya dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Wali Kota Tual Tahun 2014.
Contohnya, ada laporan kegiatan pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Tual, yaitu peningkatan kualitas rumah untuk masyarakat miskin sebanyak 100 unit dengan anggaran Rp 498 juta. Namun, nyatanya, program itu tidak terwujud, sementara anggarannya dipakai. "Mental seperti ini yang sangat disayangkan," katanya.
Jika birokrat bersikap jujur dan efisien dalam pengelolaan anggaran, pengentasan warga dari kemiskinan akan berjalan lebih cepat. Dengan total APBD yang mencapai tak kurang dari Rp 455 miliar, banyak program pemberdayaan ekonomi yang bisa digulirkan bagi penduduk yang tinggal di 27 desa dan 3 kelurahan serta tersebar di 5 kecamatan itu.
Selain itu, penempatan seseorang pada jabatan struktural juga terkadang mengabaikan dasar hukum, seperti pengangkatan MR Helwen sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Noho Renuat Kota Tual. Helwen bukan berlatar belakang pendidikan dokter atau dokter gigi, seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pasal 34 Ayat (1) UU itu menyebutkan, "Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan". Tenaga medis itu terdiri dari dokter dan dokter gigi. Helwen merupakan lulusan sarjana keperawatan.
Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tual Fahry Rahayaan mengakui, ada birokrat di lingkungan Kota Tual yang masih bersikap tertutup dan tidak mau menerima kritik dari pihak luar, termasuk media. Hal yang paling dianggap sensitif ialah soal keuangan.
"Kami sudah menyiapkan format untuk menghimpun masukan dari semua pihak, baik media, akademisi, maupun lembaga swadaya masyarakat. Mereka akan dilibatkan dalam setiap tahap pembangunan," ucapnya. (FRN)
Sumber : http://print.kompas.com/baca/2015/07/04/Benahi-Mental-Birokrasi
- Log in to post comments
- 232 reads